TERJEMAHAN KITAB 'AYYUHAL WALAD"

 

📌 Kata Pengantar.

Kitab Ayyuhal Walad dibawah ini adalah salah satu kitab monumental, juga satu dari sekian banyaknya karangan Imam al-Ghazali. Kitab ini pun mengandung nasehat nasehat yang ditulis Imam Al-Ghazali untuk para santrinya.

Awal mulanya Imam Al-Ghazali menulis kitab Ayyuhal Walad karena salah seorang santrinya meminta dituliskan nasehat atau petuah yang kelak dapat bermanfaat baginya untuk dijadikan sebagai pedomannya sepanjang hayatnya.

Pada muqadimah kitab Ayyuhal Walad, diceritakan bahwa dahulu kala ada seorang santri Imam Al-Ghazali yang mengabdi dan berkhitmah kepada beliau. Ia dengan tekun dan sabar menuntut ilmu dari Imam Al-Ghazali sehingga menguasai secara mendalam berbagai ilmu yang tidak diketahui orang awam pada umumnya dan memiliki kekuatan jiwa di atas rata-rata santri biasa.

Namun pada suatu hari, dia merenungkan akan keadaan dirinya dan mengkhawatirkan perilakunya dapat menghalangi dirinya dari mendapat ilmu yang bermanfaat.

Santri itu lalu berkata dalam dirinya, “Meski aku telah membaca bermacam-macam ilmu, dan telah kucurahkan umurku untuk mempelajarinya, namun saat ini selayaknya aku mengetahui apa saja ilmu yang bermanfaat bagiku dan akan menjadi sinar dalam kuburku dan mana ilmu yang tidak bermanfaat sehingga akan aku tinggalkan, sebagaimana sabda Rasulullah :


ام اني اعوذ بك من العلم لا ينفع

Allahumma inni a’uzubika minal ‘ilmi laa yanfa’

Artinya : Ya Allah aku berlindung padamu dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Pikiran tersebut selalu melekat dalam pikirannya dan membuatnya resah. Pasalnya, meski telah belajar bertahun-tahun pada sang guru, bahkan telah menghatamkan kitab Ihya Ulumuddin karya terbaik gurunya Imam Al-Ghazali, ia merasa belum cukup dan merasa perlu nasehat dari gurunya tersebut. Agar ilmu yang dia pelajari selama ini menjadi penerang dalam hatinya yang cahayanya dapat bermanfaat pula untuk sekitarnya.

Akhirnya santri tersebut menulis surat kepada sang guru, Imam Al-Ghazali, untuk meminta nasehat dan doa, lalu ia mengatakan dalam suratnya, “Meskipun kitab karangan guruku, seperti Ihya Ulumuddin dan yang lainnya telah mencakup semua jawaban dari permasalahan dan pertanyaanku. Namun aku masih menginginkan agar guruku Imam Al-Ghazali menuliskannya pada lembaran-lembaran kertas agar bisa selalu bersamaku sepanjang hidupku dan Insya Allah akan aku amalkan sepanjang umurku.”

Kemudian Imam Al-Ghazali menuliskan nasehat-nasehatnya dalam lembaran-lembaran kertas tersendiri. Beliau mengatakan, “Aku menuliskan nasehat-nasehat dalam surat ini, jika kamu bisa mengambil suatu nasehat dari surat ini, nasehat apa yang kamu butuhkan? Jika kamu tidak bisa mengambil nasehat dari suratku, apa yang telah kamu hasilkan di waktu yang telah lewat?”

Dengan demikian lahirlah kitab nasehat Imam Al-Ghazali untuk para santrinya yang diberi judul Ayyuhal Walad. Semoga dengan kitab ini semua santri pada umumnya dapat mengambil hikmah mutiara dari nasehat tersebut dan mempelajari adab menuntut ilmu agar kelak ilmu yang dipelajari bermanfaat dunia dan akhirat.

📌 AYYUHAL WALAD.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ... اِعْلَمْ أَيُّهَا الْوَلَدُ اْلمُحِبُّ اْلعَزِيْزُ -أَطَالَ اللهُ تَعَالَى بَقَاءَكَ بِطَاعَتِهِ وَسَلَكَ بِكَ سَبِيْلَ أَحِبَّائِهِ- أَنَّ مَنْشُوْرَ النَّصِيْحَةِ يُكْتَبُ مِنْ مَعْدِنِ الرِّسَالَةِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

Ketahuilah, Wahai anakku yang tercinta yang mulia semoga Allah selalu memanjangkan umurmu dalam taat kepada Allah dan semoga Allah menunjukkan kepadamu jalan kekasih kekasih-Nya bahwasanya nasihat yang tersebar telah tertulis dalam intisari risalah Nabi Saw

إِنْ كَانَ قَدْ بَلَغَكَ مِنْهُ نَصِيْحَةٌ فَأَيُّ حَاجَةٍ لَكَ فِي نَصِيْحَتِي؟ وَإِنْ لَمْ تَبْلُغْكَ فَقُلْ لِي: مَاذَا حَصَّلْتَ فِي هَذِهِ السِّنِيْنَ اْلمَاضِيَة ؟

Apabila nasihat baik telah sampai kepadamu maka nasihatku mana lagi yang kamu butuhkan ? Dan jika belum sampai kepadamu, katakanlah kepadaku apa yang telah kamu peroleh ditahun tahun sebelumya ?

📌 Waktu adalah kehidupan.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، مِنْ جُمْلَةِ مَا نَصَحَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّتَهُ

Wahai anakku, berikut ini adalah beberapa nasihat Rasulullah Saw kepada umatnya

قَوْلُهُ : (عَلَامَةُ إِعْرَاضِ اللَّهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ اِشْتِغَالُهُ بِمَا لَا يَعْنِيْهِ، وَإِنَّ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ عُمُرِهِ فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ، لَجَدِيْرٌ أَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ، وَمَنْ جَاوَزَ الأَرْبَعِيْنَ وَلَمْ يَغْلِبْ خَيْرُهُ شَرَّهُ فَلْيَتَجَهَّزْ إِلَى النَّارِ

Beliau bersabda : “Tanda berpalingnya Allah dari hambanya adalah ia disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, dan sesungguhnya orang yang telah kehilangan waktu dari umurnya untuk selain ibadah, tentu sangat layak baginya kerugian yang panjang. Barang siapa umurnya telah melebihi 40 tahun sementara amal kebaikannya tidak melebihi amal keburukannya maka bersiap-siaplah menuju neraka”.

وَفِي هَذِهِ النَّصِيْحَةِ كِفَايَةٌ لِأَهْلِ الْعِلْمِ

Di dalam nasehat ini telah cukup bagi ahli ilmu

📌 Kapan Nasehat itu Berhenti.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، النَّصِيْحَةُ سَهْلٌ وَالْمُشْكِلُ قَبُوْلُهَا، لِأَنَّهَا فِي مَذَاقِ مُتَّبِعِي الْهَوَى مُرٌّ إِذِ الْمَنَاهِي مَحْبُوْبَةٌ فِي قُلُوْبِهِمْ، عَلَى الْخُصُوْصِ لِمَنْ كَانَ طَالِبَ الْعِلْمِ الرَّسْمِيِّ، مُشْتَغِلاً فِي فَضْلِ النَّفْسِ وَمَنَاقِبِ الدُّنْيَا

Wahai anakku, memberi nasihat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya, karena nasihat bagi orang yang menuruti nafsunya terasa pahit sebab larangan-larangan itu justru dicintai dalam hatinya, khususnya bagi seseorang yang mencari ilmu sebagai formalitas, sibuk pada prioritas nafsu dan prestasi keduniawian.

فَإِنَّهُ يَحْسَبُ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَهُ سَيَكُوْنُ نَجَاتُهُ وَخَلَاصُهُ فِيْهِ وَأَنَّهُ مُسْتَغْنٍ عَنِ الْعَمَلِ، وَهَذِهِ اِعْتِقَادُ الْفَلَاسِفَةِ  

Karena ia meyakini bahwa keselamatan dan kebahagiaannya hanya dengan ilmu tanpa perlu mengamalkan, yang demikian itu merupakan keyakinan para filosof.

سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، لَا يَعْلَمُ هَذَا الْقَدْرَ أَنَّهُ حِيْنَ حَصَّلَ الْعِلْمَ إِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِهِ تَكُوْنُ الْحُجَّةُ عَلَيْهِ آكد

Maha Suci Allah Yang Maha Agung, orang yang terbujuk ini tidak mengerti bahwa saat ia memperoleh ilmu tanpa diamalkan terdapat dalil yang kuat.

كَمَا قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ عَالِمٌ لَا يَنْفَعُهُ اللهُ بِعِلْمِهِ

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Manusia yang paling berat siksanya di hari kiamat adalah orang yang mempunyai ilmu yang ilmunya tidak diberi kemanfaatan oleh Allah”

وَرُوِيَ أَنَّ الْجُنَيْدَ قَدَّسَ اللهُ رُوْحَهُ الْعَزِيْزَ رُئِيَ فِي الْمَنَامِ بَعْدَ مَوْتِهِ، فَقِيْلَ لَهُ: مَا الْخَبَرُ يَا أَبَا الْقَاسِمِ؟ قَالَ: طَاحَتِ الْعِبَارَاتُ وَفَنِيَتِ الْإِشَارَاتُ وَمَا نَفَعَنَا إِلَّا رَكَعَاتٌ رَكَعْنَاهَا فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ

Diriwayatkan bahwa Syaikh Al-Junaid Qs bermimpi setelah wafatnya, lalu ia ditanya : “Apa kabar wahai Abul Qosim?” Beliau menjawab : “Telah binasa ibarat ibarat itu dan telah lenyap isyarat isyarat itu, tidak ada yang bermanfaat bagiku kecuali rakaat rakaat kecil di tengah malam”

📌 Kapan Ilmu itu Bermanfaat.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، لَا تَكُنْ مِنَ الْأَعْمَالِ مُفْلِسًا، وَلَا مِنَ الْأَحْوَالِ خَالِيًا، وَتَيَقَّنْ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَا يَأْخُذُ بِالْيَدِ

Wahai anakku, janganlah kamu menjadi muflis (orang yang bangkrut) dari amal perbuatan, dan jangan pula kosong dari ahwal, Yakinlah ilmu tanpa amal tidak akan bisa membantu

مِثَالُهُ لَوْ كَانَ عَلَى رَجُلٍ فِيْ بَرِّيَّةٍ عَشْرَةُ أَسْيَافٍ هِنْدِيَّةٍ مَعَ أَسْلِحَةٍ أُخْرَى، وَكَانَ الرَّجُلُ شُجَاعًا وَأَهْلَ حَرْبٍ، فَحَمَلَ عَلَيْهِ أَسَدٌ مُهِيْبٌ، فَمَا ظَنُّكَ؟ هَلْ تَدْفَعُ الْأَسْلِحَةُ شَرَّهُ عَنْهُ بِلَا اسْتِعْمَالِهَا وَضَرْبِهَا؟ وَمِنَ الْمَعْلُوْمِ أَنَّهَا لَا تَدْفَعُ إِلَّا بِالتَّحْرِيْكِ وَالضَّرْبِ

Contohnya ada seorang laki-laki di tengah hutan memiliki sepuluh pedang Hindia dan beberapa senjata lain, ia adalah seorang yang pemberani dan ahli perang, kemudian ia disergap harimau yang besar dan ganas, apa yang kamu pikirkan? Apakah senjata-senjata itu bisa menghalau kebuasan harimau tanpa digunakan dan dipukulkan? Tentu sudah jelas bahwa senjata tersebut tidak bisa menghalau kecuali digerakkan dan dipukulkan

فَكَذَا لَوْ قَرَأَ رَجُلٌ مِائَةَ أَلْفِ مَسْأَلَةٍ عِلْمِيَّةٍ وَتَعَلَّمَهَا وَلَمْ يَعْمَلْ بِهَا، لَا تُفِيْدُهُ إِلَّا بِالْعَمَلِ. وَمِثَالُهُ أَيْضًا، لَوْ كَانَ لِرَجُلٍ حَرَارَةٌ وَمَرَضٌ صَفْرَاوِيٌّ يَكُوْنُ عِلَاجُهُ بِالسَّكَنْجَبِيْنِ وَالْكَشْكَابِ فَلَا يَحْصُلُ الْبُرْءُ إِلَّا بِاسْتِعْمَالِهِمَا

Begitu pula apabila seseorang membaca dan mempelajari 100.000 masalah keilmuan tanpa diamalkan, maka semua itu tidak akan memberi manfaat kecuali jika diamalkan. Contoh lain, jika seseorang terkena demam dan penyakit empedu (penyakit kuning) yang obatnya adalah dengan tumbuhan Sakanjabin dan Kasykab maka ia tidak akan sembuh kecuali dengan mengkonsumsi keduanya

شِعْر: كَرْمَىْ دُوْ هَزَار بار بيمايي # تَامَىْ نَخُورى نَبَاشَدْت شَيدايي

Dalam sebuah syair : Jika engkau menakar 2000 kati arak, hal itu tidak akan menjadikanmu mabuk ketika kau tidak meminumnya.

📌 Kapan Membaca Ilmu itu Bermanfaat.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، وَلَوْ قَرَأْتَ الْعِلْمَ مِائَةَ سَنَةٍ وَجَمَعْتَ أَلْفَ كِتَابٍ، لَا تَكُوْنُ مُسْتَعِدًّا لِرَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى إِلَّا بِالْعَمَلِ

Wahai anakku, apabila kamu telah membaca ilmu selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab, belumlah menjadikanmu sebagai orang yang telah siap memperoleh kasih sayang Allah kecuali dengan mengamalkannya.

لِقَوْلِهِ تَعَالَى : (وَأَنْ لَّيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى)

Firman Allah Swt : “Dan sesungguhnya tidak akan bermanfaat bagi manusia kecuali apa yang dilakukannya”

(فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا)

“Barang siapa yang hendak berharap untuk mendapat rahmat Allah maka hendaknya beramal sholeh”

(جَزَآءً بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ)

“Sebagai balasan atas apa yang mereka perbuat”

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا، خَالِدِيْنَ فِيْهَا لَا يَبْغُوْنَ عَنْهَا حِوَلًا

“Sesungguhnya orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan itu untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal, mereka kekal didalamnya mereka tidak ingin pindah dari sana”

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan kebaikan”

وَمَا تَقُوْلُ فِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ: (بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا

Apa pendapatmu tentang hadits : “Islam dibangun atas lima perkara yaitu bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi yang mampu menjalankannya”

وَالْإِيْمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ، وَتَصْدِيْقٌ بِالْجَنَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ. وَدَلِيْلُ الْأَعْمَالِ أَكْثَرُ، مِنْ أَنْ يُحْصَى وَإِنْ كَانَ الْعَبْدُ يَبْلُغُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى وَكَرَمِهِ، لَكِنْ بَعْدَ أَنْ يَسْتَعِدَّ بِطَاعَتِهِ وَعِبَادَتِهِ، لِأَنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Iman itu adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati, serta mengamalkan dengan anggota lahir. Tanda untuk beramal (mengaplikasikan ilmu) itu sangat banyak, walaupun seorang hamba dapat masuk surga karena anugerah dan karunia Allah Ta’ala, tetapi setelah mempersiapkan diri dengan ketaatan dan beribadah pada-Nya, karena sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang yang berbuat baik

وَلَوْ قِيْلَ أَيْضًا، يَبْلُغُ بِمُجَرَّدِ الْإِيْمَانِ، قُلْنَا: نَعَمْ، لَكِنْ مَتَى يَبْلُغُ؟ كَمْ مِنْ عَقَبَةٍ تَسْتَقْبِلُهُ إِلَى أَنْ يَصِلَ؟ وَأَوَّلُ تِلْكَ الْعَقَبَاتِ عَقَبَةُ الْإِيْمَانِ، أَنَّهُ هَلْ يَسْلَمُ مِنَ السَّلْبِ أَمْ لَا؟ وَإِذَا وَصَلَ، يَكُوْنُ جَنَّتِيًّا مُفْلِسًا. وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى لِعِبَادِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اُدْخُلُوْا يَا عِبَادِيْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِيْ وَاقْتَسِمُوْهَا بِقَدْرِ أَعْمَالِكُمْ

Dikatakan lagi, seseorang bisa sampai (memperoleh rahmat-Nya dan masuk surga) itu hanya dengan iman, kami menjawab : Benar, tetapi kapan sampainya ? Berapa banyak rintangan yang dihadapi hingga ia sampai ? Padahal rintangan pertamanya adalah rintangan keimanan, lantas apakah ia bisa selamat dari tercerabutnya iman atau tidak? Apabila ia telah sampai, bukankah ia tetap tergolong orang yang rugi dan bangkrut ? Syaikh Hasan al-Bashri semoga Allah merahmatinya berkata : Allah Ta’ala berfirman kepada semua hambanya di hari Kiamat : “Wahai hamba hambaKu masuklah ke surga sebab rahmat-Ku dan bagilah kenikmatan surga sesuai dengan amalmu”

📌 Diterimanya Sebuah Amal.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، مَا لَمْ تَعْمَلْ لَمْ تَجِدِ الْأَجْرَ

Wahai anakku, selama kamu tidak beramal maka kamu tidak akan mendapatkan balasan pahala.

حُكِيَ أَنَّ رَجُلًا مِنْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ عَبَدَ اللهَ تَعَالَى سَبْعِيْنَ سَنَةً، فَأَرَادَ اللهُ تَعَالَى أَنْ يَجْعَلُوَهُ عَلَى الْمَلَائِكَةِ، فَأَرْسَلَ اللهُ تَعَالَى مَلَكًا يُخْبِرُهُ أَنَّهُ مَعَ تِلْكَ الْعِبَادَةِ لَا يَلِيْقُ بِهِ (دُخُوْلُ الْجَنَّةِ). فَلَمَّا بَلَغَهُ قَالَ الْعَابِدُ: نَحْنُ خُلِقْنَا لِلْعِبَادَةِ فَيَنْبَغِيْ لَنَا أَنْ نَعْبُدَهُ. فَلَمَّا رَجَعَ الْمَلَكُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: مَاذَا قَالَ عَبْدِيْ؟ قَالَ: إِلَهِيْ أَنْتَ أَعْلَمُ بِمَا قَالَ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : (إِذَا هُوَ لَمْ يُعْرِضْ عَنْ عِبَادَتِنَا، فَنَحْنُ مَعَ الْكَرَمِ لَا نُعْرِضْ عَنْهُ، أَشْهِدُوْا يَا مَلَائِكَتِيْ إِنِّيْ قَدْ غَفَرْتُ لَهُ)

Diceritakan bahwasanya ada seorang laki-laki dari Bani Israil telah beribadah kepada Allah Ta’ala selama 70 tahun, maka Allah Ta’ala ingin menunjukkan hal tersebut kepada para malaikat, kemudian Allah Ta’ala mengutus satu malaikat untuk mengabarkannya bahwa ia beserta ibadahnya tidak memasukkannya ke dalam surga. Ketika kabar tersebut disampaikan, ahli ibadah tersebut berkata : Kami diciptakan untuk beribadah maka sudah seharusnya kami hanya beribadah kepada-Nya. Ketika malaikat tersebut kembali kepada Allah, maka Allah Ta’ala berfirman : “Apa yang hamba-Ku katakan ?”. Malaikat menjawab :“Wahai Tuhanku, Engkau lebih tahu apa yang telah ia katakan. Lalu Allah Swt berfirman : “Walaupun diperlakukan seperti itu, ia tidak berpaling dari beribadah kepada-Ku, maka dengan kemuliaan-Ku Aku tidak akan berpaling darinya. Saksikanlah wahai para malaikat-Ku sesungguhnnya Aku telah mengampuninya”

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا، وَزِنُوْا أَعْمَالَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا). وَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ ظَنَّ أَنَّهُ بِدُوْنِ الْجُهْدِ يَصِلُ فَهُوَ مُتَمَنٍّ، وَمَنْ ظَنَّ أَنَّهُ بِبَذْلِ الْجُهْدِ يَصِلُ فَهُوَ مُسْتَغْنٍ

Rasulullah Saw bersabda : “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbang”. Ali Ra berkata : “Barangsiapa menyangka bahwa tanpa berusaha ia akan sampai kepada tujuannya maka ia adalah orang pemimpi, dan barangsiapa menyangka dengan kerja keras ia akan berhasil maka ia termasuk orang yang tidak butuh Allah”

وَقَالَ الْحَسَنُ رَحِمَهُ اللهُ: طَلَبُ الْجَنَّةِ بِلَا عَمَلٍ ذَنْبٌ مِنَ الذُّنُوْبِ، وَقَالَ: عَلَامَةُ الْحَقِيْقَةِ تَرْكُ مُلَاحَظَةِ الْعَمَلِ لَا تَرْكُ الْعَمَلِ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْأَحْمَقُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ)

Syekh Hasan al-Basri semoga Allah merahmatinya berkata : “Mengharapkan surga tanpa disertai amal perbuatan itu termasuk dosa”, beliau juga berkata : “Tanda-tanda haqiqat adalah tidak memandang amal perbuatan tanpa meninggalkan amal”. Rasullullah Saw bersabda : “Orang cerdas adalah orang yang meminjami (menghutangi) dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati, sementara orang dungu adalah orang yang mengikuti kesenangannya (hawa nafsu) dan berharap kepada Allah Swt (untuk memenuhi keinginan-keinginannya)”

📌 Bersihnya Niat

أَيُّهَا الْوَلَدُ، كَمْ مِنْ لَيْلَةٍ أَحْيَيْتَهَا بِتَكْرَارِ الْعِلْمِ، وَمُطَالَعَةِ الْكُتُبِ، وَحَرَّمْتَ عَلَى نَفْسِكَ النَّوْمَ، لَا أَعْلَمُ مَا كَانَ الْبَاعِثُ فِيْهِ. إِنْ كَانَتْ نِيَّتُكَ نَيْلَ غَرَضِ الدُّنْيَا، وَجَذْبَ حُطَامِهَا، وَتَحْصِيْلَ مَنَاصِبِهَا، وَالْمُبَاهَاةَ عَلَى الْأَقْرَانِ وَالْأَمْثَالِ، فَوَيْلٌ لَكَ ثُمَّ وَيْلٌ لَكَ. وَإِنْ كَانَ قَصْدُكَ فِيْهِ إِحْيَاءَ شَرِيْعَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَتَهْذِيْبَ أَخْلَاقِكَ، وَكَسْرَ النَّفْسِ الْأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، فَطُوْبَى ثُمَّ طُوْبَى لَكَ

Wahai anakku, berapa banyak malam-malam yang engkau hidupkan untuk mengulang-ulang ilmu, mempelajari kembali kitab-kitab, dan kamu telah mengharamkan dirimu untuk tidur, aku tidak tahu apa motifnya. Apabila untuk memperoleh kehormatan, rongsokan, jabatan-jabatan keduniawian, dan untuk menyombongkan kepada sesama, maka sangat celakalah kamu. Apabila tujuanmu untuk menghidupkan syari’at Nabi Saw, memperbaiki akhlakmu, menaklukan nafsumu yang banyak memerintahkan berbuat keburukan, maka sangat beruntunglah dirimu.

وَلَقَدْ صَدَقَ مَنْ قَالَ شِعْرًا: سَهَرُ الْعُيُوْنِ لِغَيْرِ وَجْهِكَ ضَائِعٌ # وَبُكَاؤُهُنَّ لِغَيْرِ فَقْدِكَ بَاطِ

Tepat sekali orang yang bersyair : Terjaganya mata untuk selain-Mu itu sia-sia# dan tangisannya bukan karena kehilangan-Mu itu palsu

أَيُّهَا الْوَلَدُ، عِشْ مَا شِئْتَ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ

Wahai anakku, hiduplah semaumu, cintailah apa yang kamu inginkan karena kamu akan meninggalakannya, dan berbuatlah sesukamu karena kamu akan mendapat balasannya.

📌 Apa Yang Kamu Pelajari.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، أَيُّ شَيْءٍ حَاصِلٌ لَكَ مِنْ تَحْصِيْلِ عِلْمِ الْكَلَامِ، وَالْخِلَافِ، وَالطِّبِّ، وَالدَّوَاوِيْنِ، وَالْأَشْعَارِ، وَالنُّجُوْمِ، وَالْعَرُوْضِ، وَالنَّحْوِ، وَالتَّصْرِيْفِ غَيْرُ تَضْيِيْعِ الْعُمْرِ بِخِلَافِ ذِي الْجَلَالِ

Wahai anakku, apapun yang kamu peroleh dari mempelajari ilmu kalam, perdebatan, kedokteran, prosa-prosa, syair-syair, astronomi, ilmu ‘arudh, nahwu, dan sharf tidaklah menyia-nyiakan umur, berbeda dengan Allah Yang Maha Agung

إِنِّيْ رَأَيْتُ فِي الْإِنْجِيْلِ أَنَّ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ : مِنْ سَاعَةِ يُوْضَعُ الْمَيِّتُ عَلَى الْجَنَازَةِ إِلَى أَنْ يُوْضَعَ عَلَى شَفِيْرِ الْقَبْرِ، يَسْأَلُ اللهُ بِعَظَمَتِهِ مِنْهُ أَرْبَعِيْنَ سُؤَالًا، أَوَّلَهُ يَقُوْلُ: عَبْدِيْ، طَهَّرْتَ مَنْظَرَ الْخَلْقِ سِنِيْنَ وَمَا طَهَّرْتَ مَنْظَرِيْ سَاعَةٌ. وَكُلُّ يَوْمٍ يَنْظُرُ فِيْ قَلْبِكَ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: مَا تَصْنَعُ لِغَيْرِيْ وَأَنْتَ مَحْفُوْفٌ بِخَيْرِيْ، أَمَا أَنْتَ أَصَمُّ لَا تَسْمَعُ؟

Aku melihat dalam kitab Injil bahwa Nabi Isa As bersabda : “Sejak mayat diletakkan di keranda sampai diletakkan di samping kubur, maka Allah dengan sifat keagungan-Nya akan menanyainya dengan 40 pertanyaan, yang pertama, Allah berfirman : Wahai Hambaku, kau telah membersihkan diri bertahun-tahun dari pandangan makhluk (berupaya terlihat baik terus dihadapan manusia) dan tidak sedikitpun kau membersihkan dari pandangan-Ku (tidak berupaya terlihat baik dihadapan Allah). Setiap hari Allah Swt melihat di dalam hatimu sambil berfirman : Apa yang kau perbuat pada selain-Ku sementara kau dikelilingi oleh kebaikanku, apakah engkau tuli tidak mendengar ?"

أَيُّهَا الْوَلَدُ، اَلْعِلْمُ بِلَا عَمَلٍ جُنُوْنٌ، وَالْعَمَلُ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَكُوْنُ

Wahai anakku, ilmu tanpa diamalkan adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu tidak akan pernah ada.

وَاعْلَمْ أَنَّ عِلْمًا لَا يُبْعِدُكَ الْيَوْمَ عَنِ الْمَعَاصِيْ وَلَا يَحْمِلُكَ عَلَى الطَّاعَةِ، لَنْ يُبْعِدَكَ غَدًا عَنْ نَارِ جَهَنَّمَ، وَإِذَا لَمْ تَعْمَلِ الْيَوْمَ وَلَمْ تَدَارَكِ الْأَيَّامَ الْمَاضِيَةَ، تَقُوْلُ غَدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ: (فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا)، فَيُقَالُ: يَا أَحْمَقُ أَنْتَ مِنْ هُنَاكَ تَجِيْءُ

Ketahuilah bahwasanya ilmu yang tidak menjauhkan hari-harimu dari perbuatan dosa dan tidak membawamu ke dalam ketaatan, kelak tidak akan menjauhkanmu dari neraka Jahannam, ketika kamu tidak beramal dengan ilmumu di masa sekarang dan tidak memperbaiki hari-hari yang telah terlewat, maka besok di hari Kiamat kamu akan berkata : “Kembalikanlah kami, kami pasti akan berbuat baik”. Kemudian akan dijawab : “Hai orang dungu kamu telah datang dari sana (yakni dunia)”

📌 Bercahayanya Ruh dan Gelapnya Materi.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، اِجْعَلِ الْهِمَّةَ فِي الرُّوْحِ، وَالْهَزِيْمَةَ فِي النَّفْسِ، وَالْمَوْتَ فِي الْبَدَنِ، لِأَنَّ مَنْزِلَكَ الْقَبْرُ، وَأَهْلُ الْمَقَابِرِ يَنْتَظِرُوْنَكَ فِيْ كُلِّ لَحْظَةٍ مَتَى تَصِلُ إِلَيْهِمْ. إِيَّاكَ وَإِيَّاكَ أَنْ تَصِلَ إِلَيْهِمْ بِلَا زَادٍ

Wahai anakku, jadikanlah semangat dalam jiwamu, kekalahan dalam nafsumu, dan kematian dalam badanmu, karena sesungguhnya tempatmu adalah kuburan, sementara itu ahli kubur menunggumu setiap saat kapan kamu akan menyusul mereka. Berhati-hatilah jika kamu menyusul mereka tanpa bekal.

وَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: هَذِهِ الْأَجْسَادُ قَفَصُ الطُّيُوْرِ وَاصْطَبْلُ الدَّوَابِّ، فَتَفَكَّرْ فِيْ نَفْسِكَ، مِنْ أَيِّهِمَا أَنْتَ؟ إِنْ كُنْتَ مِنَ الطُّيُورِ الْعُلْوِيَّةِ فَحِيْنَ تَسْمَعُ طَنِيْنَ طَبْلِ (اِرْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ) تَطِيْرُ صَاعِدًا إِلَى أَنْ تَقْعُدَ فِيْ أَعَالِيْ بُرُوْجِ الْجِنَانِ

Abu Bakar as-Siddiq Ra berkata : “Jasad ini seperti sangkar burung dan kandang hewan ternak, maka pikirkanlah dalam dirimu, termasuk yang manakah kamu ? Jika kamu termasuk burung yang berada di atas udara maka ketika kamu mendengar suara (kembalilah kamu pada Tuhanmu) maka ia akan terbang ke atas hingga mencapai puncak menara-menara surga yang luhur”

كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (اِهْتَزَّ عَرْشُ الرَّحْمَنِ لِمَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : ’Arsy milik Dzat Yang Maha Pengasih bergetar sebab meninggalnya Sa'adz bin Mu'adz”

وَالْعِيَاذُ بِاللهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الدَّوَابِّ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: (أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ). فَلَا تَأْمَنِ انْتِقَالَكَ مِنْ زَاوِيَةِ الدَّارِ إِلَى هَاوِيَةِ النَّارِ

Perlindungan hanya kepada Allah apabila kamu termasuk golongan hewan ternak, sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi”. Maka janganlah kamu merasa aman pada perpindahanmu dari ujung dunia ke jurang neraka.

وَرُوِيَ أَنَّ الْحَسَنَ الْبَصْرِيَّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: أُعْطِيَ شَرْبَةَ مَاءٍ بَارِدٍ، فَلَمَّا أَخَذَ الْقَدَحَ، غُشِيَ عَلَيْهِ وَسَقَطَ مِنْ يَدِهِ، فَلَمَّا أَفَاقَ، قِيْلَ لَهُ: مَا لَكَ يَا أَبَا سَعِيْدٍ؟ قَالَ: ذَكَرْتُ أُمْنِيَّةَ أَهْلِ النَّارِ حِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ: (أَنْ أَفِيْضُوْا عَلَيْنَا مِنَ الْمَآءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ)

Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Syekh Hasan al-Basri semoga Allah Ta’ala merahmatinya : Beliau diberi air minum dingin, ketika beliau mengambil gelas, beliau pingsan gelas tersebut jatuh dari pegangan tangannya, ketika sadar, beliau ditanya : Apa yang terjadi padamu wahai Abu Sa'id ? Beliau menjawab : Aku mengingat harapan penduduk neraka ketika mereka berkata kepada penduduk surga : “Tuangkanlah pada kami air surga atau apapun yang telah Allah berikan padamu”

📌 Keutamaan Ibadah.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، لَوْ كَانَ الْعِلْمُ الْمُجَرَّدُ كَافِيًا لَكَ وَلَا تَحْتَاجُ إِلَى عَمَلٍ سِوَاهُ، لَكَانَ نِدَاءُ (اللهِ تَعَالَى): هَلْ مِنْ سَائِلٍ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ؟ هَلْ مِنْ تَائِبٍ؟ ضَائِعًا بِلَا فَائِدَةٍ

Wahai anakku, apabila ilmu saja telah membuatmu cukup dan kamu tidak membutuhkan amal tanpa ilmu, maka seruan (Allah Ta’ala) “Apakah termasuk orang yang memohon? Apakah termasuk Mustaghfirun (senang minta ampunan)?” “Apakah termasuk orang yang bertaubat?” Pastilah sia-sia tanpa guna.

وَرُوِيَ أَنَّ جَمَاعَةً مِنَ الصَّحَابَةِ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ ذَكَرُوْا عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: نِعْمَ الرَّجُلُ هُوَ لَوْ كَانَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ. وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لِرَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِهِ: يَا فُلَانُ، لَا تُكْثِرِ النَّوْمِ بِاللَّيْلِ فَإِنَّ كَثْرَةَ النَّوْمِ بِاللَّيْلِ تَدَعُ صَاحِبَهُ فَقِيْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Diriwayatkan bahwasanya ada perkumpulan sahabat mereka menyebut Abdullah bin Umar Ra kepada Rasulullah Saw, maka beliau bersabda : “Sebaik-baik laki-laki itu dia jika dia melakukan sholat malam”. Beliau Saw bersabda kepada salah satu sahabatnya : “Hai Fulan, janganlah terlalu banyak tidur di waktu malam karena sesungguhnya terlalu banyak tidur menyebabkan pelakunya fakir di hari kiamat”

📌 Keutamaan Qiyamullail.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، )وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ( أَمْرٌ، )وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ( شُكْرٌ، )وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْأَسْحَارِ( ذِكْرٌ

Wahai anakku, “Pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai ibadah) tambahan bagimu” adalah perintah. “Pada akhir malam mereka memohon ampunan" adalah bentuk syukur. “Dan orang-orang yang meminta ampunan di waktu sahur” adalah bentuk dzikir

قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: )ثَلَاثَةُ أَصْوَاتٍ يُحِبُّهَا اللهُ تَعَالَى صَوْتُ الدِّيْكِ، وَصَوْتُ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، وَصَوْتُ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْأَسْحَارِ

Rasulullah saw bersabda : “Tiga suara yang disenangi Allah Swt adalah suara ayam jago, suara orang yang membaca Alquran, dan suara orang yang memohon ampunan (beristighfar) di waktu sahur”

قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: إِنَّ للهِ تَعَالَى خَلَقَ رِيْحًا تَهُبُّ بِالْأَسْحَارِ تَحْمِلُ الْأَذْكَارَ وَالْاِسْتِغْفَارَ إِلَى الْمَلِكِ الْجَبَّارِ

Sufyan al-Tsauri semoga Allah merahmatinya berkata : “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan angin yang bertiup di waktu sahur yang membawa dzikir dan istighfar pada Allah Yang Maha Perkasa”

وَقَالَ أَيْضًا: إِذَا كَانَ أَوَّلُ اللَّيْلِ يُنَادِيْ مُنَادٍ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ، أَلَا لِيَقُمِ الْعَابِدُوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ مَا شَاءَ اللهُ، ثُمَّ يُنَادِيْ مُنَادٍ فِيْ شَطْرِ اللَّيْلِ، أَلَا لِيَقُمِ الْقَانِتُوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ إِلَى السَّحَرِ، فَإِذَا كَانَ السَّحَرُ يُنَادِيْ مُنَادٍ، أَلَا لِيَقُمِ الْمُسْتَغْفِرُوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ وَيَسْتَغْفِرُوْنَ

Beliau juga berkata : “Saat malam baru menjelang ada yang memanggil dari bawah ‘Arsy, Ingat! Berdirilah para ahli ibadah, kemudian mereka bangun dan melakukan apa yang dikehendaki Allah. Lalu ada panggilan di tengah malam, Ingat! Bangunlah para Qanitun (orang yang tunduk), kemudian mereka bangun dan melakukan shalat sampai waktu sahur. Ketika (masuk) waktu sahur terdapat panggilan, Ingat! Bangunlah para mustaghfirun (yang memohon ampunan), kemudian mereka bangun dan beristighfar”

فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرِ يُنَادِيْ مُنَادٍ: أَلَا لِيَقُمِ الْغَافِلُوْنَ، فَيَقُوْمُوْنَ مِنْ فُرُوْشِهِمْ كَالْمَوْتَى نُشِرُوْا مِنْ قُبُوْرِهِمْ

Ketika Fajar telah terbit ada yang memanggil: “Ingat! Bangunlah para ghofilun (orang yang lalai), kemudian mereka bangun dari tempat tidurnya seperti mayat yang bangkit dari kuburnya”

أَيُّهَا الوَلَدُ، رُوِيَ فِيْ (بَعْضِ) وَصَايَا لُقْمُانَ الْحَكِيْمِ لِابْنِهِ، أَنَّهُ قَالَ: يَا بُنَيَّ لَا يَكُوْنَنَّ الدِّيْكُ أَكْيَسَ مِنْكَ، يُنَادِيْ بِالْأَسْحَارِ وَأَنْتَ نَائِمٌ

Wahai anakku, diriwayatkan dalam (beberapa kitab) wasiat Luqman al-Hakim kepada puteranya, bahwasanya ia berkata : “Wahai anakku, sungguh jangan sampai ayam jago lebih cerdas dari pada dirimu, dia berkokok memanggil-manggil di waktu sahur sementara kamu tidur”

وَلَقَدْ أَحْسَنَ مَنْ قَالَ شِعْرًا:

Sangat bagus seseorang yang berkata dalam sya’ir :

لَقَدْ هَتَفَتْ فِيْ جُنْحِ لَيْلٍ حَمَامَةٌ # عَلَى فَنَن وَهْنًا وَإِنِّيْ لَنَائِمٌ

Di tengah malam sungguh burung-burung merpati berkicau lemah di atas ranting sedangkan aku terlelap tidur.

كَذَبْتُ وَبَيْتِ اللهِ لَوْ كُنْتُ عَاشِقًا # لَمَّا سَبَقَتْنِيْ بِالْبُكَاءِ الْحَمَائِمُ

Aku telah berdusta demi Baitullah apabila aku benar-benar rindu pada Allah tentunya merpati itu tidak akan mendahuluiku menangis

وَأَزْعَمُ أَنِّيْ هَاِئٌم ذُوْ صَبَابَةٍ # لِرَبِّيْ فَلَا أَبْكِيْ وَتَبْكِي الْبَهَائِمُ

Aku kira diriku tak tahu arah karena rindu pada Allah akan tetapi aku tak mampu menangis sedangkan binatang-binatang sedang mengeluarkan air mata.

📌 Tujuan dari Ibadah.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، خُلَاصَةُ الْعِلْمِ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ مَا هِيَ

Wahai anakku, intisari ilmu adalah kamu mengerti apa itu hakikat ketaatan dan ibadah

اِعْلَمْ، أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ إِنَّمَا هِيَ مُتَابَعَةُ الشَّارِعِ فِي الْأَوَامِرِ، وَالنَّوَاهِي، بِالْقَوْلِ، وَالْفِعْلِ. يَعْنِيْ، كُلُّ مَا تَقُوْلُ، وَتَفْعَلُ، وَتَتْرُكُ، قَوْلَهُ وَفِعْلَهُ يَكُوْنُ بِاقْتِدَاءِ الشَّرْعِ، كَمَا لَوْ صُمْتَ يَوْمَ الْعِيْدِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْقِ، تَكُوْنُ عَاصِيًا، أَوْ صَلَّيْتَ فِيْ ثَوْبٍ مَغْصُوْبٍ، وَإِنْ كَانَتْ صُوْرَةَ عِبَادَةٍ تَأْثَمُ

Ketahuilah, sesungguhnya taat dan ibadah itu mengikuti Syaari’ (Nabi Saw) dalam perintah, larangan, perkataan dan perbuatannya. Artinya, semua perkara yang kamu ucapkan, lakukan, dan tinggalkan, itu keseluruhannya mengikuti syariat, seperti halnya jika kamu berpuasa pada dua hari raya dan hari-hari tasyrik, maka kamu adalah orang yang bermaksiat, atau kamu shalat dengan pakaian ghasab, walaupun berbentuk ibadah kamu tetap berdosa.

📌 Mengikuti Bid'ah.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، يَنْبَغِيْ لَكَ أَنْ يَكُوْنَ قَوْلُكَ وَفِعْلُكَ مُوَافِقًا لِلشَّرْعِ، إِذِ الْعِلْمُ وَالْعَمَلُ بِلَا اقْتِدَاءِ الشَّرْعِ ضَلَالَةٌ، وَيَنْبَغِيْ لَكَ أَنْ لَا تَغْتَرَّ بِشَطْحِ الصُّوْفِيَّةِ وَطَامَّاتِهِمْ، لِأَنَّ سُلُوْكَ هَذَا الطَّرِيْقِ يَكُوْنُ بِالْمُجَاهَدَةِ، وَقَطْعِ شَهْوَةِ النَّفْسِ وَقَتْلِ هَوَاهَا بِسَيْفِ الرِّيَاضَةِ، لَا بِالطَّامَّاتِ وَالتُّرَّهَاتِ

Wahai anakku, seharusnya ucapan dan perbuatanmu itu sesuai dengan syariat, karena ilmu dan amal tanpa mengikuti syariat itu sesat. Seharusnya kamu tidak tertipu dengan keanehan dan hal-hal menakjubkan para sufi, karena menempuh jalan ini adalah dengan mujahadah, menghentikan kesenangan nafsu dan memeranginya dengan riyadhoh yang diserupakan pedang, bukan dengan keanehan dan perbuatan tidak berguna

وَاعْلَمْ أَنَّ اللِّسَانَ الْمُطْلَقَ، وَالْقَلْبَ الْمُطْبَقَ الْمَمْلُوْءَ بِالْغَفْلَةِ، وَالشَّهْوَةِ عَلَامَةُ الشَّقَاوَةِ، حَتَّى لَا تَقْتُلَ النَّفْسَ بِصِدْقِ الْمُجَاهَدَةِ، لَنْ يَحْيَى قَلْبُكَ بِأَنْوَارِ الْمَعْرِفَةِ

Ketahuilah bahwa lisan yang tidak dikendalikan, hati tertutup yang telah dipenuhi kelalaian, dan syahwat merupakan tanda-tanda celaka, ketika kamu tidak memerangi nafsumu dengan melakukan mujahadah yang serius, maka hatimu tidak akan hidup dengan cahaya-cahaya ma’rifat

وَاعْلَمْ أَنَّ بَعْضَ مَسَائِلِكَ الَّتِيْ سَأَلْتَنِيْ عَنْهَا لَا يَسْتَقِيْمُ جَوَابُهَا بِالْكِتَابَةِ وَالْقَوْلِ، إِنْ تَبْلُغْ تِلْكَ الْحَالَةِ تَعْرِفْ مَا هِيَ، وَإِلَّا فَعِلْمُهَا مِنَ الْمُسْتَحِيْلَاتِ لِأَنَّهَا ذَوْقِيَّةٌ، وَكُلُّ مَا يَكُوْنُ ذَوْقِيًّا لَا يَسْتَقِيْمُ وَصْفُهُ بِالْقَوْلِ، كَحَلَاوَةِ الْحُلُوِ وَمَرَارَةِ الْمُرِّ، لَا تُعْرَفُ إِلَّا بِالذَّوْقِ

Ketahuilah bahwa masalah yang kau tanyakan padaku itu tidak akan terjawab secara gamblang (hanya) dengan tulisan dan ucapan, jika kondisi tersebut telah sampai kepadamu maka kau akan mengerti apa itu sebenarnya, jika belum datang kepadamu, maka mengetahui hal tersebut tidaklah mungkin (mustahil) karena masalah tersebut termasuk urusan dzauqiyah (bersifat urusan rasa), dan semua yang bersifat dzauqiyah itu tidak mungkin digambarkan secara gamblang dengan ucapan, seperti rasa manis sebuah manisan dan rasa pahit sesuatu yang pahit, kamu tidak akan mengetahui kecuali dengan mencicipinya

كَمَا حُكِيَ أَنَّ عِنِّيْنًا كَتَبَ إِلَى صَاحِبٍ لَهُ: أَنْ عَرِّفْنِيْ لَذَّةَ الْمُجَامَعَةِ كَيْفَ تَكُوْنُ؟ فَكَتَبَ فِيْ جَوَابِهِ: يَا فُلَانُ، إِنِّيْ كُنْتُ حَسِبْتُكَ عِنِّيْنًا فَقَطْ، اَلْآنَ عَرَفْتُ أَنَّكَ عِنِّيْنٌ وَأَحْمَقُ

Sebagaimana dikisahkan bahwa seorang yang impotensi mengirim surat ke sahabatnya : “Beritahulah aku kenikmatan bersetubuh seperti apa?” Kemudian sahabatnya menulis surat jawaban : “Wahai Fulan, Aku kira kau hanya impoten, dan sekarang aku tahu bahwa kau impoten dan gila”

لِأَنَّ هَذِهِ اللَّذَّةَ ذَوْقِيَّةٌ، إِنْ تَصِلْ إِلَيْهَا تَعْرِفْ، وَإِلَّا لَا يَسْتَقِيْمُ وَصْفُهَا بِالْقَوْلِ وَالْكِتَابَةِ

Karena masalah ini merupakan kenikmatan dzauqiyah, jika kamu telah mencapainya maka akan mengerti. Apabila kamu belum sampai tidak akan tergambar secara gamblang (hanya) dengan tulisan dan ucapan.

📌 Unsur Unsur Kesempurnaan.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، بَعْضُ مَسَائِلِكَ مِنْ هَذَا الْقَبِيْلِ، وَأَمَّا الْبَعْضُ الَّذِيْ يَسْتَقِيْمُ لَهُ الْجَوَابُ فَقَدْ ذَكَرْنَاهُ فِيْ إِحْيَاءِ الْعُلُوْمِ وَغَيْرِهِ، وَنَذْكُرُهَا هُنَا نُبَذًا مِنْهُ وَنُشِيْرُ إِلَيْهِ

Wahai anakku, sebagian masalahmu termasuk dari kelompok ini (yakni bersifat dzauqiyah). Adapun sebagiannya lagi yang bisa dijawab telah aku sebutkan di dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dan kitab lain, aku akan menuturkannya ringkasannya dalam surat ini dan akan aku tunjukkan

فَنَقُوْلُ: قَدْ وَجَبَ عَلَى السَّالِكِ أَرْبَعَةُ أُمُوْرٍ

Kemudian akan saya sampaikan: Wajib bagi salik (penuntut ilmu) memenuhi empat perkara

أَوَّلُ الْأَمْرِ: اِعْتِقَادٌ صَحِيْحٌ لَا يَكُوْنُ فِيْهِ بِدْعَةٌ

Pertama : Harus memiliki I’tiqodun shahihun (keyakinan yang benar/lurus) yangdi dalamnya tidak terdapat bid'ah

وَالثَّانِيْ: تَوْبَةٌ نَصُوْحٌ لَا يَرْجِعُ بَعْدَهُ إِلَى الذَّلَّةِ

Kedua : Taubatun Nasuhun yang setelahnya tidak kembali melakukan kesalahan

وَالثَّالِثُ: اِسْتِرْضَاءُ الْخُصُوْمِ حَتَّى لَا يَبْقَى لِأَحَدٍ عَلَيْكَ حَقٌّ

Ketiga : Mencari kerelaan hati para musuh sampai tidak ada hak orang lain yang tersisa

وَالرَّابِعُ: تَحْصِيْلُ عِلْمِ الشَّرِيْعَةِ قَدْرَ مَا تُؤَدِّيْ بِهِ أَوَامِرَ اللهِ تَعَالَى، ثُمَّ مِنَ الْعُلُوْمِ الْآخِرَةِ مَا يَكُوْنُ بِهِ النَّجَاةُ

Keempat : Mempelajari ilmu syariat sekiranya bisa mencukupi untuk melaksanakan perintah-perintah Allah Ta’ala, kemudian ilmu-ilmu lain selama dengan ilmu tersebut menjadikan sebab keselamatan

حُكِيَ أَنَّ الشِّبْلِيَّ رَحِمَهُ اللهُ خَدَمَ أَرْبَعَمِائَةِ أُسْتَاذٍ، وَقَالَ: قَرَأْتُ أَرْبَعَةَ آلَافِ حَدِيْثٍ، ثُمَّ اخْتَرْتُ مِنْهَا حَدِيْثًا وَاحِدًا وَعَمِلْتُ بِهِ وَخَلَّيْتُ مَا سِوَاهُ لِأَنِّيْ تَأَمَّلْتُهُ، فَوَجَدْتُ خَلَاصِيْ وَنَجَاتِيْ فِيْهِ، وَكَانَ عِلْمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ كُلُّهُ مُنْدَرِجًا فِيْهِ، فَاكْتَفَيْتُ بِهِ وَذَلِكَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبَعْضِ أَصْحَابِهِ: (اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ مَقَامِكَ فِيْهَا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ بِقَدْرِ بَقَائِكَ فِيْهَا، وَاعْمَلْ للهِ بِقَدْرِ حَاجَتِكَ إِلَيْهِ، وَاعْمَلْ لِلنَّارِ لِقَدْرِ صَبْرِكَ عَلَيْهَا)

Diceritakan bahwa Syaikh al-Syibli semoga Allah merahmatinya pernah berkhidmah (mengajar) pada 400 guru, dan beliau mengatakan : Aku telah membaca 4000 hadits, kemudian aku memilih satu dari hadist itu untuk aku amalkan dan membiarkan yang lain (dengan tujuan) untuk aku renungkan, maka aku menemukan kesimpulan keselamatanku dalam satu hadits tersebut, semua ilmu para orang-orang generasi awal dan akhir telah tercakup dalam hadits itu, untuk itu aku mencukupkan diriku pada hadits tersebut bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada sebagian sahabatnya : “Beramallah untuk duniamu sesuai kedudukanmu di dalamnya, beramallah untuk akhiratmu sesuai dengan keabadianmu di dalamnya, dan beramallah untuk Allah sesuai kebutuhanmu pada-Nya, dan beramallah untuk neraka sesuai kesabaranmu disana”

📌 Faedah Faedah.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، إِذَا عَلِمْتَ هَذَا الْحَدِيْثَ لَا حَاجَةَ إِلَى الْعِلْمِ الْكَثِيْرِ، وَتَأَمَّلْ فِيْ حِكَايَةٍ أُخْرَى وَهِيَ: أَنَّ حَاتِمَ الْأَصَمَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ شَقِيْقٍ الْبَلْخِيِّ رَحْمَةُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمَا، فَسَأَلَهُ يَوْمًا قَالَ: صَاحَبْتَنِيْ مُنْذُ ثَلَاثِيْنَ سَنَةً مَا حَصَّلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: حَصَّلْتُ ثَمَانِي فَوَائِدَ مِنَ الْعِلْمِ وَهِيَ تَكْفِيْنِيْ مِنْهُ، لِأَنِّيْ أَرْجُوْ خَلَاصِيْ وَنَجَاتِيْ فِيْهَا. فَقَالَ شَقِيْقٌ : مَا هِيَ؟ قَالَ حَاتِمٌ:

Wahai anakku, ketika kamu mengerti hadits ini maka kamu tidak akan membutuhkan ilmu yang banyak. Renungkanlah kisah-kisah lain, seperti: Hatim al-Asham termasuk murid dari Syekh Syaqiq al-Balkhi semoga Allah Ta’ala merahmati keduanya, pada suatu hari Sang Guru bertanya kepada Hatim : “Kau telah menemaniku selama 30 tahun, apa yang kau peroleh?” Hatim menjawab : “Aku telah medapatkan delapan faidah (manfaat) dari ilmu dan hal ini sudah mencukupi bagiku, karena aku mengharapkan keselamatanku dalam faidah tersebut. Lalu Syekh Syaqiq al-Balkhi bertanya : “Apakah itu?” Hatim al-Ashom menjawab :

الفَائِدَةُ الْأُوْلَى: أَنِّيْ نَظَرْتُ إِلَى الْخَلْقِ، فَرَأَيْتُ لِكُلٍّ مِنْهُمْ مَحْبُوْبًا وَمعْشُوْقًا يُحِبُّهُ وَيَعْشَقُهُ، وَبَعْضُ ذَلِكَ الْمَحْبُوْبِ يُصَاحِبُهُ إِلَى مَرَضِ الْمَوْتِ، وَبَعْضُهُ يُصَاحِبُهُ إِلَى شَفِيْرِ الْقَبْرِ، ثُمَّ يَرْجِعُ كُلُّهُ وَيَتْرُكُهُ فَرِيْدًا وَحِيْدًا، وَلَا يَدْخُلُ مَعَهُ فِيْ قَبْرِهِ مِنهُمْ أَحَدٌ، فَتَفَكَّرْتُ وَقُلْتُ: أَفْضَلُ مَحْبُوْبِ الْمَرْءِ مَا يَدْخُلُ مَعَهُ فِيْ قَبْرِهِ وَيُؤْنِسُهُ فِيْهِ، فَمَا وَجَدْتُهُ غَيْرَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، فَأَخَذْتُهَا مَحْبُوْبَةً لِيْ لِتَكُوْنَ لِيْ سِرَاجًا فِيْ قَبْرِيْ وَتُؤَنِّسَنِيْ فِيْهِ وَلَا تَتْرُكَنِيْ فَرِيْدًا

Faidah pertama : Bahwasanya aku telah mengamati semua makhluk, kemudian aku menilai masing-masing dari mereka saling mencintai dan merindukan, sebagian kekasih ada yang menemaninya sampai sakit menjelang ajal, sebagian yang lain mengantarkan sampai pinggir liang kubur, kemudian semuanya pulang meninggalkannya dalam keadaan sendiri dan sepi, tidak ada satu orang pun yang mau masuk bersamanya di dalam kubur. Lalu aku berfikir dan berkata : “Sebaik-baik kekasih adalah yang bisa ikut masuk di dalam kubur dan menghiburnya disana, dan aku tidak menemukannya kecuali amal-amal kebaikan, maka aku menjadikan amal shalih sebagai kekasihku supaya bisa menjadi lampu penerang dan penghibur di dalam kuburku dan tidak akan meninggalkanku seorang diri

وَالْفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ الْخَلْقَ يَقْتَدُوْنَ أَهْوَاءَهُمْ وَيُبَادِرُوْنَ إِلَى مُرَادَاتِ أَنْفُسِهِمْ، فَتَأَمَّلْتُ قَوْلَهُ تَعَالَى: (وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى). وَتَيَقَّنْتُ أَنَّ الْقُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ، فَبَادَرْتُ إِلَى خِلَافِ نَفْسِيْ وَتَشَمَّرْتُ لِمُجَاهَدَتِهَا وَمَا مَتَّعْتُهَا بِهَوَاهَا حَتَّى ارْتَاضَتْ بِطَاعَةِ اللهِ تَعَالَى وَانْقَادَتْ

Faidah kedua : Bahwasanya aku telah melihat para makhluk mengikuti hawa nafsunya dan bersegera memenuhi keingin-keinginannya, kemudian aku memikirkan firman Allah Ta’ala : “Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat (tinggal) nya”. Aku menjadi yakin bahwa Alquran adalah yang haq dan benar, maka aku bergegas melawan nafsuku, mempersiapkan diri untuk memeranginya dan mengendalikannya sampai nafsuku rela untuk mentaati Allah Swt

وَالْفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مِنَ النَّاسِ يَسْعَى فِيْ جَمْعِ حُطَامِ الدُّنْيَا ثُمَّ يُمْسِكُهُ قَابِضًا يَدَهُ عَلَيْهِ، فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍ). فَبَذَلْتُ مَحْصُوْلِيْ مِنَ الدُّنْيَا لِوَجْهِ اللهِ تَعَالَى، فَفَرَّقْتُهُ بَيْنَ الْمَسَاكِيْنَ لِيَكُوْنَ ذُخْرًا لِيْ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى

Faidah ketiga : Bahwasanya aku telah melihat tiap-tiap manusia berusaha mengumpulkan harta dunia dan menyimpannya untuk dirinya sendiri, kemudian aku memikirkan firman Allah Ta’ala : “Apapun yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang di sisi Allah adalah kekal”. Maka, aku menyerahkan perolehanku dari dunia (aku persembahkan) untuk Allah Ta’ala, kemudian aku bagikan pada orang- orang miskin sebagai simpananku di sisi Allah Ta’ala

وَالْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ بَعْضَ الْخَلْقِ يَظُنُّ أَنَّ شَرَفَهُ وَعِزَّهُ فِيْ كَثْرَةِ الْأَقْوَامِ وَالْعَشَائِرِ فَاغْتَرَّ بِهِمْ. وَزَعَمَ آخَرُوْنَ أَنَّهُ فِيْ ثَرْوَةِ الْأَمْوَالِ وَكَثْرَةِ الْأَوْلَادِ فَافْتَخَرُوْا بِهَا. وَحَسِبَ بَعْضُهُمْ أَنَّ الْعِزَّ وَالشَّرَفَ فِيْ غَصْبِ أَمْوَالِ النَّاسِ، وَظُلْمِهِمْ، وَسَفْكِ دِمَائِهِمْ. وَاعْتَقَدَتْ طَائِفَةٌ أَنَّهُ فِيْ إِتْلَافِ الْمَالِ وَإِسْرَافِهِ وَتَبْذِيْرِهِ، فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى : (إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ)، فَاخْتَرْتُ التَّقْوَى وَاعْتَقَدْتُ أَنَّ الْقُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ، وَظَنَّهُمْ وَحُسْبَانُهُمْ كُلَّهَا بَاطِلٌ زِائِلٌ

Faidah keempat : Bahwasanya aku telah melihat sebagian manusia beranggapan bahwa kemuliaan dan keluhurannya itu dalam hal banyaknya pengikut dan suku, maka ia telah tertipu. Sebagian yang lain beranggapan dari banyaknya harta dan keturunan kemudian mereka merasa bangga. Sebagiannya lagi beranggapan bahwa kemuliaan itu jika bisa mengambil harta orang lain tanpa izin, menganiaya mereka, dan membunuh mereka. Kelompok lain berkeyakinan bahwa kemuliaan dan keluhurannya itu dalam hal merusak harta, hidup mewah (berlebihan), dan berfoya-foya. Lalu aku pun merenungkan firman Allah : “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”. Maka, aku memilih takwa dan aku yakin bahwa Alquran adalah yang haq dan benar, sedangkan prasangka dan anggapan mereka semua adalah kebatilan yang akan cepat berlalu

وَالْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّاسَ يَذُمُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا وَيَغْتَابُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، فَوَجَدْتُ ذَلِكَ مِنَ الْحَسَدِ فِي الْمَالِ وَالْجَاهِ وَالْعِلْمِ. فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا)، فَعَلِمْتُ أَنَّ الْقِسْمَةَ كَانَتْ مِنَ اللهِ تَعَالَى فِي الْأَزَلِ، فَمَا حَسَدْتُ أَحَدًا وَرَضِيْتُ بِقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى

Faidah kelima : bahwasanya aku melihat para manusia saling mencela dan saling menggunjing, kemudian aku menemukan hal tersebut dikarenakan kedengkian dalam hal harta, jabatan, dan ilmu. Lalu aku merenungi dalam fiman Allah Ta’ala : “Kami lah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia”. Maka, aku tahu bahwa pembagian (penghidupan) itu dari Allah Ta’ala pada zaman azali. Maka aku tidak dengki pada satu orang pun dengan pembagian Allah Ta’ala

وَالْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّاسَ يُعَادِيْ بَعْضُهُمْ بَعْضًا لِغَرَضٍ وَسَبَبٍ. فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عُدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا)، فَعَلِمْتُ أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ عَدَاوَةُ أَحَدٍ غَيْرِ الشَّيْطَانِ

Faidah keenam : Bahwasanya aku telah melihat sebagian manusia saling bermusuhan dengan sebagian yang lain karena suatu tujuan dan sebab. Lalu aku merenungi firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh”. Maka aku tahu bahwa tidak boleh memusuhi seorang pun kecuali setan

وَالْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ كُلَّ أَحَدٍ يَسْعَى بِجِدٍّ، وَيَجْتَهِدُ بِمُبَالَغَةٍ لِطَلَبِ الْقُوْتِ وَالْمَعَاشِ بِحَيْثُ يَقَعُ بِهِ فِيْ شُبْهَةٍ وَحَرَامٍ، وَيُذِلُّ نَفْسَهُ وَيَنْقُصُ قَدْرَهُ. فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (وَمَا مِنْ دَآبَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا)، فَعَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِيْ عَلَى اللهِ تَعَالَى وَقَدْ ضَمِنَهُ، فَاشْتَغَلْتُ بِعِبَادَتِهِ وَقَطَعْتُ طَمَعِيْ عَمَّنْ سِوَاهُ

Faidah ketujuh : Bahwasanya aku telah melihat setiap individu berusaha dengan sungguh-sungguh sangat giat bekerja untuk memperoleh makan dan penghidupan dimana ia terjatuh dalam ke-syubhat-an dan keharaman. Ia (pun) mau merendahkan dirinya dan menurunkan harga dirinya. Lalu aku merenungi firman Allah Ta’ala : “Dan tidak satu pun makhluk bernyawa di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya”. Maka aku tahu bahwa rezekiku telah dijamin oleh Allah Ta’aladan Dia benar-benar menjaminnya. Maka, aku menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya dan aku (pun) memutus harapanku dari selain-Nya.

وَالْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ: أَنِّيْ رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مُعْتَمِدًا عَلَى شَيْءِ مَخْلُوْقٍ، وَبعْضُهُمْ عَلَى الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ، وَبَعْضُهُمْ إِلَى الْمَالِ وَالْمُلْكِ، وَبَعْضُهُمْ عَلَى الْحِرْفَةِ وَالصِّنَاعَةِ، وَبَعْضُهُمْ إِلَى مَخْلُوْقٍ مِثْلِهِ. فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا)، فَتَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ تَعَالَى، وَهُوَ حَسْبِيْ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

Faidah kedelapan : Bahwasanya aku telah melihat setiap orang mengandalkan sesuatu makhluk, sebagiannya lagi mengandalkan dirham dan dinar, sebagian yang lain mengandalkan harta dan kekuasaan, sebagiannya lagi mengandalkan pekerjaan dan keahlian, sebagian yang lain mengandalkan makhluk sesamanya. Lalu aku merenungi firman Allah Ta’ala : “Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya dan sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap perkara”. Maka, aku berserah diri pada Allah. Dia adalah kecukupanku dan sebaik-baiknya wakil

فَقَالَ شَقِيْقٌ: وَفَّقَكَ اللهُ تَعَالَى، إِنِّيْ قَدْ نَظَرْتُ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيْلَ وَالزَّبُوْرَ وَالْفُرْقَانَ، فَوَجَدْتُ الْكُتُبَ الْأَرْبَعَةَ تَدُوْرُ عَلَى هَذِهِ الْفَوَائِدِ الثَّمَانِيَةِ، فَمَنْ عَمِلَ بِهَا كَانَ عَامِلًا بِهَذِهِ الْكُتُبِ الْأَرْبَعَةِ

Kemudian Syekh Syaqiq al-Balkhi berkata : “Semoga Allah Ta’ala memberimu pertolongan, sesungguhnya aku telah mempelajari kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alquran, lalu aku menemukan bahwa keempat kitab tersebut berkisar pada delapan faidah ini. Maka, barang siapa yang telah mengamalkan delapan faidah tersebut maka ia telah mengamalkan empat kitab ini”

📌 Carilah Guru.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، قَدْ عَلِمْتَ مِنْ هَاتَيْنِ الْحِكَايَتَيْنِ أَنَّكَ لَا تَحْتَاجُ إِلَى تَكْثِيْرِ الْعِلْمِ، وَالْآنَ أُبَيِّنُ لَكَ مَا يَجِبُ عَلَى سَالِكِ سَبِيْلِ الْحَقِّ

Wahai anakku, engkau telah mengerti dari dua cerita ini bahwasanya engkau tidak membutuhkan ilmu yang banyak, maka sekarang aku jelaskan apa yang wajib bagi para salik (penuntut) jalan yang benar

فَاعْلَمْ أَنَّهُ يَنْبَغِيْ لِلسَّالِكِ شَيْخٌ مُرْشِدٌ مُرَبٍّ لِيُخْرِجَ الْأَخْلَاقَ السَّيِّئَةَ مِنْهُ بِتَرْبِيَتِهِ وَيَجْعَلَ مَكَانَهَا خُلُقًا حَسَنًا. وَمَعْنَى التَّرْبِيَةِ يَشْبَهُ فِعْلَ الْفَلَّاحِ الَّذِيْ يَقْلَعُ الشَّوْكَ وَيُخْرِجُ النَّبَاتَاتِ الْأَجْنَبِيَّةَ مِنْ بَيْنِ الزَّرْعِ لِيَحْسُنَ نَبَاتُهُ وَيَكْمُلَ رِيْعُهُ

Ketahuilah bahwa sudah seharusnya bagi salik memiliki guru yang memberi petunjuk dan yang memberi pendidikan untuk menghilangkan akhlak yang buruk darinya dengan mendidik dan menjadikan akhlak yang baik di dalam dirinya. Makna pendidikan menyerupai dengan pekerjaan petani yang menghilangkan duri dan mencabuti tumbuhan pengganggu supaya tanaman nya bagus dan hasilnya sempurna

وَلَا بُدَّ لِلسَّالِكِ مِنْ شَيْخٍ يُرَبِّيْهِ وَيُرْشِدُهُ إِلَى سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى أَرْسَلَ لِلْعِبَادِ رَسُوْلًا لِلْإِرْشَادِ إِلَى سَبِيْلِهِ. فَإِذَا ارْتَحَلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَدْ خَلَفَ الْخُلَفَاءَ فِيْ مَكَانِهِ حَتَّى يُرْشِدُوْا إِلَى اللهِ تَعَالَى

Maka harus bagi salik memiliki guru yang mengajarkan tata krama dan menunjukan ke jalan Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala mengutus untuk hamba-hamba-Nya seorang Rasul untuk memberi petunjuk jalan menuju-Nya. Ketika Rasul Saw wafat, para khalifah menggantikan posisinya sehingga mereka menunjukan jalan Allah Ta’ala (sebagai pengganti Rasulullah)

📌 Sifat Guru Pembimbing Kejalan Allah.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، وَشَرْطُ الشَّيْخِ الَّذِيْ يَصْلُحُ أَن يَكُوْنَ نَائِبًا لِرَسُوْلِ الله صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا، إِلَّا أَنَّ كُلَّ عَالِمٍ لَا يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ. وَإِنِّيْ أُبَيِّنُ لَكَ بَعْضَ عَلَامَاتِهِ عَلَى سَبِيْلِ الْإِجْمَالِ حَتَّى لَا يَدَّعِيَ كُلُّ أَحَدٍ أَنَّهُ مُرْشِدٌ

Wahai anakku, syarat seorang guru yang layak disebut sebagai pengganti Rasul Saw adalah orang yang alim, tetapi tidak setiap orang alim layak untuk memimpin (menggantikan Rasulullah). Maka aku akan jelaskan kepadamu tanda-tandanya secara umum sehingga tidak semua orang bisa diklaim sebagai seorang guru (mursyid)

فَنَقُوْلُ: مَنْ يُعْرِضُ عَنْ حُبِّ الدُّنْيَا وَحُبِّ الْجَاهِ. وَكَانَ قَدْ تَابَعَ شَيْخًا بَصِيْرًا تَتَسَلْسَلُ مُتَابَعَتُهُ إِلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَكَانَ مُحْسِنًا رِيَاضَةَ نَفْسِهِ مِنْ قِلَّةِ الْأَكْلِ، وَالْقَوْلِ، وَالنَّوْمِ. وَكَثْرَةِ الصَّلَوَاتِ وَالصَّدَقَةِ، وَالصَّوْمِ

Maka saya katakan : beliau adalah orang berpaling dari cinta dunia dan jabatan. Beliau merupakan pengikut dari seseorang yang memiliki mata hati yang dapat menghubungkan pengikut-pengikutnya pada pemimpin para rasul Saw. Beliau adalah orang yang (terus-menerus) memperbaiki diri dengan melatih nafsunya dengan mengurangi makan, berbicara, dan tidur. Beliau juga memperbanyak sholat, sedekah, dan berpuasa

وَكَانَ بِمُتَابَعَةِ الشَّيْخِ الْبَصِيْرِ جَاعِلًا مُحَاسِنَ الْأَخْلَاقِ لَهُ سِيْرَةً كَالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَالشُّكْرِ وَالتَّوَكُّلِ وَالْيَقِيْنِ وَالسَّخَاءِ وَالْقَنَاعَةِ وَطُمَأْنِيْنَةِ النَّفْسِ وَالْحِلْمِ وَالتَّوَاضُعِ وَالْعِلْمِ وَالصِّدْقِ وَالْحَيَاءِ وَالْوَفَاءِ وَالْوَقَارِ وَالسُّكُوْنِ وَالتَّأَنِّيْ وَأَمْثَالِهَا

Karena mengikuti seorang guru yang tajam mata hatinya itu membuat akhak menjadi baik, baginya perilaku baik seperti sabar, shalat, syukur, tawakkal, yakin, dermawan, qana’ah, ketenangan hati, bijaksana, rendah hati, pandai, jujur, malu, menepati janji, tenang, tidak tergesa-gesa, dan perilaku-perilaku baik yang lain

فَهُوَ إِذًا نُوْرٌ مِنْ أَنْوَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْلُحُ لِلْاِقْتِدَاءِ بِهِ. وَلَكِنَّ وُجُوْدَ مِثْلِهِ نَادِرٌ أَعَزٌّ مِنَ الْكَبْرِيْتِ الْأَحْمَرِ، وَمَنْ سَاعَدَتْهُ السَّعَادَةُ فَوَجَدَ شَيْخًا كَمَا ذَكَرْنَا وَقَبِلَهُ الشَّيْخُ، يَنْبَغِيْ أَنْ يَحْتَرِمَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا

Maka seorang guru tersebut adalah cahaya dari cahaya Nabi Saw yang layak untuk diikuti. Tetapi keberadaan guru seperti itu lebih langka dari belerang merah. Barang siapa yang beruntung dapat menemukan guru seperti yang aku jelaskan dan guru tersebut menerimanya, maka sebaiknya orang tersebut memuliakannya secara zahir dan batin

أَمَّا احْتِرَامُ الظَّاهِرِ فَهُوَ أَنْ لَا يُجَادِلَهُ، وَلَا يَشْتَغِلَ بِالْاِحْتِجَاجِ مَعَهُ فِيْ كُلِّ مَسْأَلَةٍ وَإِنْ عَلِمَ خَطَأَهُ، وَلَا يُلْقِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ سَجَّادَتَهُ إِلَّا وَقْتَ أَدَاءِ الصَّلَاةِ، فَإِذَا فَرَغَ (مِنَ الصَّلَاةِ) يَرْفَعُهَا، وَلَا يُكْثِرُ نَوَافِلَ الصَّلَاةِ بِحَضْرَتِهِ، وَيَعْمَلُ مَا يَأْمُرُهُ الشَّيْخُ مِنَ الْعَمَلِ بِقَدْرِ وُسْعِهِ وَطَاقَتِهِ

Adapun memuliakan secara zahir adalah seorang murid tidak boleh mendebat gurunya, tidak diperkenankan untuk berargumen pada setiap persoalan walaupun mengetahui kesalahan gurunya, juga tidak boleh meletakkan sajadah guru di hadapannya kecuali pada waktu sholat, ketika selesai (shalat) maka langsung mangangkatnya, juga tidak memperbanyak shalat sunah di hadapannya, dan (hendaknya) melakukan amalan yang diperintahkan guru dengan segenap kemampuan dan semaksimal mungkin

وَأَمَّا اِحْتِرَامُ الْبَاطِنِ فَهُوَ أَنَّ كُلَّ مَا يَسْمَعُ وَيَقْبَلُ مِنْهُ فِي الظَّاهِرِ لَا يُنْكِرُهُ فِي الْبَاطِنِ، لَا فِعْلًا وَلَا قَوْلًا لِئَلَّا يَتَّسِمُ بِالنِّفَاقِ، وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ يَتْرُكْ صُحْبَتَهُ إِلَى أَنْ يُوَافِقَ بَاطِنُهُ ظَاهِرَهُ. وَيَحْتَرِز عَنْ مُجَالَسَةِ صَاحِبِ السُّوْءِ لِيُقْصِيَ وِلَايَةَ شَيَاطِيْنِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ مِنْ صَحْنِ قَلْبِهِ فَيُصْفِيْ عَنْ لُوْثِ الشَّيْطَنَةِ، وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَخْتَارُ الْفَقْرَ (عَلَى الْغِنَى)

Adapun memuliakan secara batin yaitu semua yang didengar dan diterima secara zahir dari guru itu tidak boleh ditentang secara batin, baik itu dengan ucapan atau perbuatan supaya tidak disebut dengan orang yang munafik, apabila belum mampu sebaiknya ia (murid) tidak menemaninya sampai batin dan zahirnya saling bersesuaian. Menjaga dari bergaul dengan orang yang berperilaku buruk supaya mempersempit wilayah setan, jin, dan manusia dari serambi hatinya sehingga nantinya bersih dari sifat tercela setan. Si murid lebih memilih fakir dari pada kaya dalam setiap keadaan

📌 Unsur Unsur Tasawuf.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ التَّصَوُّفَ لَهُ خَصْلَتَانِ الاِسْتِقَامَةُ وَالسُّكُوْنُ عَنِ الْخَلْقِ

Wahai anakku, maka ketahuilah bahwa tasawuf memiliki dua unsur yaitu istiqamah dan ketenangan dalam pergaulan

فَمَنِ اسْتَقَامَ وَأَحْسَنَ خُلُقَهُ بِالنَّاسِ وَعَامَلَهُمْ بِالْحِلْمِ فَهُوَ صُوْفِيٌّ. وَالْاِسْتِقَامَةُ أَنْ يَفْدِيَ حَظَّ نَفْسِهِ لِنَفْسِهِ، وَحُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ، أَلَّا تَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مُرَادِ نَفْسِكَ، بَلْ تَحْمِلُ نَفْسَكَ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفُوْا الشَّرْعَ

Maka siapapun yang istiqamah dan berperilaku baik dengan sesama manusia dan bergaul dengan bijaksana maka ia adalah seseorang sufi. Istiqamah adalah menebus sebagian kesenangan dirinya sendiri demi perintah Allah, dan bergaul yang baik dengan manusia, yaitu kamu tidak mengajak mereka pada keinginan dirimu, tetapi kamu berusaha membawa dirimu pada keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan syariat’

ثُمَّ إِنَّكَ سَأَلْتَنِيْ عَنِ الْعُبُوْدِيَّةِ، وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءٍ أَحَدُهَا: مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ، وَثَانِيْهَا: الرِّضَا بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى، وَثَالِثُهَا: تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ فِيْ طَلَبِ رِضَاءِ اللهِ تَعَالَى

Kemudian kamu telah bertanya kepadaku mengenai ubudiyyah (sifat menghamba). Hal tersebut ada tiga macam, yakni : (1) : menjaga urusan syariat, (2) : ridha (rela) dengan qadha’, qadar dan pembagian dari Allah Ta’ala, (3): meninggalkan kerelaan pada dirimu sendiri untuk mencari ridha Allah Ta’ala

وَسَأَلْتَنِيْ عَنِ التَّوَكُّلِ، وَهُوَ أَنْ تَسْتَحْكِمَ اِعْتِقَادِكَ بِاللهِ تَعَالَى فِيْمَا وَعَدَ، يَعْنِيْ أَنَّ مَا قُدِّرَ لَكَ سَيَصِلُ إِلَيْكَ لَا مَحَالَةَ، وَإِنِ اجْتَهَدَ كُلُّ مَنْ فِي الْعَالَمِ عَلَى صَرْفِهِ عَنْكَ. وَمَا لَمْ يُكْتَبْ لَكَ لَنْ يَصِلُ إِلَيْكَ، وَإِنْ سَاعَدَكَ جَمِيْعُ الْعَالَمِ

Kamu bertanya kepadaku tentang tawakal. Tawakal adalah ketika kau memperkokoh keyakinanmu pada Allah Ta’ala dalam perkara yang telah dijanjikan, yaitu kamu meyakini bahwa apa yang telah ditakdirkan untukmu pasti akan sampai padamu, walaupun seluruh makhluk yang ada di alam ini berusaha keras menghalanginya darimu. Dan sesuatu yang tidak tertuliskan (untukmu) tentu tidak akan sampai padamu, walaupun seluruh alam semesta membantumu

وَسَأَلْتَنِيْ عَنِ الْإِخْلَاصِ، وَهُوَ أَنْ تَكُوْنَ أَعْمَالُكَ للهِ تَعَالَى لَا يَرْتَاحُ قَلْبُكَ بِمَحَامِدِ النَّاسِ وَلَا تُبَالِيْ بِمُذَمَّتِهِمْ

Kamu bertanya kepadaku tentang ikhlas, yaitu saat semua amal perbuatanmu hanya untuk Allah Ta’ala dan hatimu tidak menjadi senang dengan pujian-pujian manusia serta tidak memperdulikan ejekan-ejekan mereka

وَاعْلَمْ أَنَّ الرِّيَاءَ يَتَوَلَّدُ مِنْ تَعْظِيْمِ الْخَلْقِ، وَعِلَاجُهُ أَنْ تَرَاهُمْ مُسَخَّرِيْنَ تَحْتَ الْقُدْرَةِ، وَتَحْسَبُهُمْ كَالْجَمَادَاتِ فِيْ عَدَمِ قُدْرَةِ إِيْصَالِ الرَّاحَةِ وَالْمَشَقَّةِ لِتَخْلُصَ مِنْ مَرَايَاتِهِمْ، وَمَتَى تَحْسَبُهُمْ ذَوِيْ قُدْرَةٍ وَإِرَادَةٍ، لَنْ يَبْعُدَ عَنْكَ الرِّيَاءُ

Ketahuilah bahwa riya’ (pamer) itu akan timbul karena mangganggap agung terhadap makhluk, dan obatnya adalah kamu meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang tunduk di bawah kekuasaan Allah, dan anggaplah mereka seperti benda-benda mati dalam hal tidak mampu mendatangkan ketentraman dan penderitaan supaya kamu terlepas dari berbuat riya’ pada mereka. Selama kau masih menganggap mereka memiliki kekuasaan dan kehendak, maka sifat riya’ tidak akan jauh darimu

أَيُّهَا الْوَلَدُ، وَالْبَاقِيْ مَنْ مَسَائِلِكَ بَعْضُهَا مَسْطُوْرٌ فِيْ مُصَنَّفَاتِيْ فَاطْلُبْهُ ثَمَّةً، وَكِتَابَةُ بَعْضِهَا حَرَامٌ. اِعْمَلْ أَنْتَ بِمَا تَعْلَمُ لِيَنْكَشِفَ لَكَ مَا لَمْ تَعْلَمْ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَّثَهُ اللهُ عِلْمَ مَا لَمْ يَعْلَمْ)

Wahai anakku, kelanjutan dari permasalahan-permasalahmu sebagiannya tertulis dalam kitab-kitab karanganku untuk itu carilah disana, dan menuliskan jawaban dari sebagian dari permasalahanmu yang lain itu haram (tidak diperkenankan). Amalkanlah apa yang telah kau ketahui supaya apa yang belum kau ketahui bisa tersingkap. Rasulullah Saw bersabda : “Barang siapa yang mengamalkan sesuatu yang telah ia ketahui maka Allah akan memberikan ilmu yang belum ia ketahui”

📌 Dengan Sabar akan Terbukalah banyak Hakikat.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، بَعْدَ الْيَوْمِ لَا تَسْأَلْنِيْ مَا أُشْكِلَ عَلَيْكَ إِلَّا بِلِسَانِ الْجِنَانِ، قَالَ تَعَالَى: (وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوْا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ)

Wahai anakku, setelah hari ini janganlah kau tanyakan kepadaku permasalahanmu (lagi) kecuali dengan ucapan hati, Allah Swt berfirman : “Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau (Muhammad) keluar untuk menemui mereka, tentu hal itu lebih baik dari mereka”

وَاقْبَلْ نَصِيْحَةَ الْخِضِر عَلَيْهِ السَّلَامُ حِيْنَ قَالَ: (فَلَا تَسْأَلْنِيْ عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا)، وَلَا تَسْتَعْجِلْ حَتَّى تَبْلُغَ أَوَانَهُ يُكْشَفْ لَكَ وَتَرَهُ (سَأُورِيْكُمْ آيَاتِيْ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْنَ)

Dan terimalah nasihat Nabi Khidir As ketika beliau berkata : “Janganlah engkau bertanya kepadaku mengenai apapun, sampai aku ceritakan padamu sebagai penjelasannya”, dan janganlah tergesa-gesa hingga kau telah sampai atau hal tersebut telah tersingkap darimu dan kau telah melihatnya (kelak akan Aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda kebesaran-Ku, maka janganlah kamu meminta menyegerakannya)

فَلَا تَسْأَلْنِيْ قَبْلَ الْوَقْتِ وَتَيَقَّنْ أَنَّكَ لَا تَصِلُ إِلَّا بِالسِّيْرِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: (أَوَلَمْ يَسِيْرُوْا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوْا

Janganlah kau tanyakan kepadaku sebelum waktunya dan yakinlah bahwa kau tidak akan mencapainya kecuali dengan menjalaninya sebagaimana firman AllahTa’ala : “Dan tidakkah mereka bepergian di bumi maka mereka akan melihat (mengetahui)”

أَيُّهَا الْوَلَدُ، بِاللهِ إِنْ تَسِرْ تَرَ الْعَجَائِبَ فِيْ كُلِّ مَنْزِلٍ، وَابْذُلْ رُوْحَكَ فَإِنَّ رَأْسَ هَذَا الْأَمْرِ بَذْلُ الرُّوْحِ، كَمَا قَالَ ذُو النُّوْنِ الْمِصْرِيُّ رَحِمَهُ اللهُ لِأَحَدٍ مِنْ تَلَامِذَتِهِ : إِنْ قَدَرْتَ عَلَى بَذْلِ الرُّوْحِ فَتَعَالَ، وَإِلَّا فَلَا تَشْتَغِلْ بِالتُّرَّهَاتِ الصُّوْفِيَّةِ

Wahai anakku, demi Allah apabila kau telah menjalani maka kau akan melihat kejadian yang mengagumkan di setiap tempat, dan serahkanlah jiwamu karena pokok urusan ini adalah menyerahkan (segenap) jiwa, seperti halnya perkataan Dzunnun al-Mishry semoga Allah merahmatinya pada salah satu murid-muridnya : “Apabila kau mampu menyerahkan (segenap) jiwamu maka kemarilah, jika tidak mampu janganlah kau sibuk dengan jalan orang-orang tasawuf”

📌 Apa Yang Kau Lakukan & Apa Yang Kau Tinggalkan.

أَيُّهَا الْوَلَدُ : إِنِّيْ أَنْصَحُكَ بِثَمَانِيَةِ أَشْيَاءَ، اِقْبَلْهَا مِنِّيْ لِئَلَّا يَكُوْنَ عِلْمُكَ خَصْمَكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. تَعْمَلُ مِنْهَا أَرْبَعَةً وَتَدَعُ مِنْهَا أَرْبَعَةً

Wahai anakku, aku akan memberimu nasihat 8 perkara, terimalah supaya ilmumu tidak menjadi musuhmu pada hari Kiamat. Dari 8 nasehat itu, lakukanlah yang 4 dan tinggalkanlah yang 4

أَمَّا اللَّوَاتِيْ تَدَعُ، فَأَحَدُهَا: أَنْ لَا تُنَاظِرَ أَحَدًا فِيْ مَسْأَلَةِ مَا اسْتَطَعْتَ لِأَنَّ فِيْهَا آفَاتٍ كَثِيْرَةً، فَإِثْمُهَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهَا، إِذْ هِيَ مَنْبَعُ كُلِّ خُلُقٍ ذَمِيْمٍ كَالرِّيَاءِ وَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ وَالْحِقْدِ وَالْعَدَاوَةِ وَالْمُبَاهَاةِ وَغَيْرِهَا

Adapun perkara yang kau tinggalkan, yakni Janganlah mendebat seseorang dalam masalah yang tidak kamu kuasai karena dalam hal ini terdapat kerugian yang banyak, dosanya lebih besar dari pada kemanfaataannya, karena hal terebut merupakan sumber semua akhlak tercela seperti riya’ (pamer), dengki, sombong, dendam, permusuhan, saling mengunggulkan (kemampuannya) dan lain sebagainya

نَعَمْ لَوْ وَقَعَ مَسْأَلَةٌ بَيْنَكَ وَبَيْنَ شَخْصٍ أَوْ قَوْمٍ وَكَانَتْ إِرَادَتُكَ فِيْهَا أَنْ تُظْهِرَ الْحَقَّ وَلَا يَضِيْعُ، جَازَ الْبَحْثُ، لَكِنْ لِتِلْكَ الْإِرَادَةِ عَلَامَتَانِ:

Memang benar jika terjadi suatu masalah di antara kamu dan orang lain atau masyarakat dan kamu menginginkan menampakkan kebenaran dan tidak menyia-nyiakannya, maka membahas/mengkajinya diperbolehkan, namun, keinginan yang seperti itu ada dua tanda:

إِحْدَاهُمَا: أَلَّا تُفَرِّقَ بَيْنَ أَنْ يَنْكَشِفَ الْحَقُّ عَلَى لِسَانِكَ أَوْ عَلَى لِسَانِ غَيْرِكَ

Yang pertama : Kau tidak membeda-bedakan antara kebenaran itu terungkap melalui lisanmu atau lisan orang lain

وَالثَّانِيَةُ: أَنْ يَكُوْنَ الْبَحْثُ فِي الْخَلَاءِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ فِي الْمَلَإِ

Yang kedua : Pembahasan di tempat sepi lebih kau sukai daripada pemahasan di tempat yang ramai

وَاسْمَعْ إِنِّيْ أَذْكُرُ لَكَ هَهُنَا فَائِدَةً

Dengarlah, aku menuturkan padamu sebuah faedah di sini.

وَاعْلَمْ أَنَّ السُّؤَالَ عَنِ الْمُشْكِلَاتِ عَرْضُ مَرَضِ الْقَلْبِ إِلَى الطَّبِيْبِ، وَالْجَوَابُ لَهُ سَعْيٌ لِإِصْلَاحِ مَرَضِهِ. وَاعْلَمْ أَنَّ الْجَاهِلِيْنَ الْمَرْضَى قُلُوْبُهُمْ وَالْعُلَمَاءُ الأَطِبَّاءُ

Ketahuilah bahwa bertanya mengenai permasalahan-permasalah itu seperti mengonsultasikan penyakit jantung kepada dokter, dan jawaban bagi penanya seperti usaha untuk penyembuhkan penyakitnya. Ketahiulah, bahwa orang-orang bodoh itu orang yang hatinya sakit, sementara para ulama ibarat pada dokter

وَالْعَالِمُ النَّاقِصُ لَا يُحْسِنُ الْمُعَالَجَةَ، وَالْعَالِمُ الْكَامِلُ لَا يُعَالِجُ كُلَّ مَرِيْضٍ، بَلْ يُعَالِجُ مَنْ يَرْجُوْ فِيْهِ قَبُوْلَ الْمُعَالَجَةِ وَالصَّلَاحِ. فَإِذَا كَانَتِ الْعِلَّةُ مُزْمِنَةً أَوْ عَقِيْمًا، لَا تَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَحَذَاقَةُ الطَّبِيْبِ فِيْهِ أَنْ يَقُوْلَ: هَذَا لَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَلَا يَشْغَلْ فِيْهِ بِمُدَاوَاتِهِ لِأَنَّ فِيْهِ تَضْيِيْعَ الْعُمُرِ

Orang alim yang kurang sempurna itu tidak bisa mengobati dengan baik, dan orang alim yang sempurna itu tidak bisa menyembuhkan semua orang sakit, tetapi dia hanya mampu orang yang mau menerima pengobatan dan terapi. Ketika penyakitnya itu kronis atau mandul, tentu tidak bisa diobati, maka dokter yang cerdas dalam hal ini akan berkata: “Penyakit ini tidak bisa disembuhkan, maka kau jangan bersusah payah mengobatinya karena ini hanya merupakan penyia-nyiaan umur”

ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ مَرَضَ الْجَهْلِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْوَاعٍ

Kemudian ketahuilah bahwa penyakit bodoh itu ada empat macam

أَحَدُهَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ وَالْبَاقِيْ لَا يَقْبَلُ. أَمَّا الَّذِيْ لَا يَقْبَلُ فَأَحَدُهَا مَنْ كَانَ سُؤَالُهُ وَاعْتِرَاضُهُ عَنْ حَسَدٍ وَبُغْضٍ، فَكُلَّمَا تُجِيْبُهُ بِأَحْسَنِ الْجَوَابِ وَأَفْصَحِهِ وَأَوْضَحِهِ فَلَا يَزِيْدُ لَهُ ذَلِكَ إِلَّا بُغْضًا وَعَدَاوَةً وَحَسَدًا، فَالطَّرِيْقُ أَلَّا لَا تَشْتَغِلَ بِجَوَابِهِ

Salah satunya adalah orang yang mau menerima penyembuhan sedangkan yang lainnya tidak menginginkan sembuh. Adapun orang yang tidak mau diobati yaitu : Pertama, orang yang pertanyaan dan sanggahannya didasari kedengkian dan kebencian, ketika kamu menjawab dengan jawaban sangat baik, jelas dan gamblang, maka jawaban tersebut hanya akan menambah kebencian, permusuhan dan kedengkiannya, maka cara untuk menghadapinya adalah kau jangan meladeni terus-menerus untuk memberinya jawaban

فَقَدْ قِيْلَ:

Telah disebutkan (dalam sebuah syair):

كُلُّ الْعَدَوَاةِ قَدْ تُرْجِيْ إِزَالَتُهَا # إِلَّا عَدَاوَةَ مَنْ عَادَاكَ عَنْ حَسَدِ

Semua permusuhan terkadang bisa diharapkan hilang # kecuali permusuhan dari orang yang didasari dengan kedengkian

فَيَنْبَغِيْ أَنْ تُعْرِضَ عَنْهُ وَتَتْرُكَهُ مَعَ مَرَضِهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: (فَأَعْرِضْ عَنْ مَّنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ)

Maka sebaiknya kau menjauh dan meninggalkannya bersama penyakit bodohnya. Allah Ta’ala berfirman: “Maka tinggalkanlah (Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami dan ia hanya menginginkan kehidupan dunia”

وَالْحَسُوْدُ بِكُلِّ مَا يَقُوْلُ وَيَفْعَلُ يُوْقِدُ النَّارَ فِيْ زَرْعِ عِلْمِهِ: (اَلْحَسَدُ يِأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ)

Kedengkian dalam setiap perkataan dan perbuatan itu seperti halnya sedang menyalakan api pada amal perbuatan yang diibaratkan seperti tanaman: (Dengki itu melahap kebaikan-kebaikan seperti halnya api yang melumat kayu bakar)

وَالثَّانِي: أَنْ تَكُوْنَ عِلَّتُهُ مِنَ الْحَمَاقَةِ وَهُوَ أَيْضًا لَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ كَمَا قَالَ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: إِنِّيْ مَا عَجَزْتُ عَنْ إِحْيَاءِ الْمَوْتَى وَقَدْ عَجَزْتُ مِنْ مُعَالَجَةِ الْأَحْمَقِ

Penyakit bodoh yang kedua yaitu sebab kebodohan dari adalah kedunguannya sendiri. Yang kedua ini juga tidak mau untuk disembuhkan. Seperti perkataan Nabi Isa a.s : "Sesungguhnya aku tidak kesulitan untuk menghidupkan orang-orang mati. Namun aku tidak mampu mengobati orang yang pandir".

وَذَلِكَ رَجُلٌ يَشْتَغِلُ بِطَلَبِ الْعِلْمِ زَمَنًا قَلِيْلًا وَيَتَعَلَّمُ شَيْئًا مِنَ عُلُوْمِ الْعَقْلِ وَالشَّرْعِ، فَيَسْأَلُ وَيَعْتَرِضُ مِنْ حَمَاقَتِهِ عَلَى الْعَالمِ الْكَبِيْرِ الَّذِيْ أَمْضَى عُمْرَهُ فِي الْعُلُوْمِ الْعَقْلِيِّ وَالشَّرْعِيِّ

Yang termasuk kelompok ini adalah seseorang yang sibuk mencari ilmu dalam waktu yang singkat dan sedikit mempelajari ilmu ‘aqli (bersifat logika) dan syari'at, kemudian ia bertanya dan karena kebodohannya ia melawan ulama besar yang telah menghabiskan umurnya mempelajari ilmu ‘aqli dan syari'at

وَهَذَا الْأَحْمَقُ لَا يَعْلَمُ، وَيَظُنُّ أَنَّ مَا أَشْكَلَ عَلَيْهِ هُوَ أَيْضًا مُشْكِلٌ لِلْعَالِمِ الْكَبِيْرِ، فَإِذَا لَمْ يَعْلَمْ هَذَا الْقَدْرَ يَكُوْنُ سُؤَالُهُ مِنَ الْحَمَاقَةِ، فَيَنبَغِيْ أَلَّا يَشْتَغِلَ بِجَوَابِهِ

Kebodohan ini tidak ia sadari, bahkan ia mengira apa yang ia persoalkan juga merupakan persoalan yang dihadapi oleh ulama besar, apabila ia tidak mengetahui taraf ini maka jelas pertanyaan yang ia ajukan adalah bagian dari kebodohan, maka sebaiknya kau tidak sibuk untuk menjawabnya

وَالثَّالِثُ: أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَرْشِدًا، وَكُلُّ مَا لَا يُفْهَمُ مِنْ كَلَامِ الْأَكَابِرِ يُحْمَلُ عَلَى قُصُوْرِ فَهْمِهِ، وَكَانَ سُؤَالُهُ لِلْاِسْتِفَادَةِ، لَكِنْ لِكَوْنِهِ بَلِيْدًا لَا يُدْرِكُ الْحَقَائِقَ، فَلَا يَنْبَغِيْ الْاِشْتِغَالُ بِجَوَابِهِ أَيْضًا، كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَحْنُ مَعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا أَنْ نُكَلِّمَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ

Penyakit bodoh yang ketiga adalah orang yang meminta petunjuk. Dan semua hal yang tidak ia pahami dari perkataan para pakar keilmuan itu dimungkinkan kedangkalan pemahamannya, pertanyaannya itu memang untuk meminta faedah, akan tetapi dia adalah orang bodoh yang tidak mampu menjangkau yang menjadi intisarinya, maka tidak perlu sibuk memberi jawaban lagi, sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Kami golongan para Nabi diperintahkan untuk berbicara (menyampaikan) pada manusia sesuai dengan kemampuan nalarnya”

وَأَمَّا الْمَرَضُ الَّذِيْ يَقْبَلُ الْعِلَاجَ فَهُوَ أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَرْشِدًا عَاقِلًا فَهِمًا، لَا يَكُوْنُ مَغْلُوْبَ الْحَسَدِ، وَالْغَضَبِ، وَحُبِّ الشَّهْوَةِ، وَالْجَاهِ، وَالْمَالِ، وَيَكُوْنُ طَالِبَ طَرِيْقِ الْمُسْتَقِيْمِ، وَلَمْ يَكُنْ سُؤَالُهُ وَاعْتِرَاضُهُ عَنْ حَسَدٍ، وَتَعَنُّتٍ، وَامْتِحَانٍ. وَهَذَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، فَيَجُوْزُ أَنْ يَشْتَغِلَ بِجَوَابِ سُؤَالِهِ، بَلْ يَجِبُ عَلَيْكَ إِجَابَتُهُ

Adapun orang sakit (bodoh) yang mau disembuhkan yaitu orang yang meminta petunjuk yang sempurna akal pemahamannya, tidak dipengaruhi kedengkian, marah, cinta syahwat, jabatan, dan harta, ia adalah orang yang mencari jalan yang lurus, persoalan dan sanggahannya tidak berasal dari rasa dengki, keras kepala, dan sekedar menguji. Yang termasuk kelompok ini merupakan orang yang mau untuk disembuhkan, maka kamu boleh sibuk untuk menjawab pertanyaannya, bahkan wajib bagimu untuk menjawabnya

وَالثَّانِي مِمَّا تَدَعُ هُوَ أَنْ تَحْذَرَ وَتَحْتَرِزَ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ وَاعِظًا وَمُذَكِّرًا، لِأَنَّ آفَتُهُ كَثِيْرَةٌ إِلَّا أَنْ تَعْمَلَ بِمَا تَقُوْلُ أَوَّلًا، ثُمَّ تَعِظَ بِهِ النَّاسَ. فَتَفَكَّرْ فِيْمَا قِيْلَ لِعِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا ابْنَ مَرْيَمَ عِظْ نَفْسَكَ، فَإِنَّ اتَّعَظَتْ فَعِظِ النَّاسَ، وَإِلَّا فَاسْتَحْيِ مِنْ رَبِّكَ

Yang kedua dari nasihat yang harus ditinggalkan yaitu kamu hendaknya waspada jika kamu menjadi pemberi nasihat dan orang yang memberi peringatan, karena dalam hal tersebut terdapat bahaya yang besar kecuali kamu melaksanakan terlebih dahulu apa yang akan kamu sampaikan, barulah kamu menasehati sesama. Maka, renungkanlah apa yang telah disampaikan kepada Nabi Isa As : “Wahai Putra Maryam, nasihatilah dirimu sendiri, apabila kau bisa menerima nasihatmu sendiri maka maka baru kau menasehati para manusia, apabila kau belum bisa menerima nasehatmu sendiri maka merasa malulah kepada Tuhanmu”

وَإِنِ ابْتُلِيَتْ بِهَذَا الْعَمَلِ، فَاحْتَرِزْ عَنْ خَصْلَتَيْنِ:

Jika kau diuji dengan kondisi ini, maka berhati-hatilah pada dua perkara:

اَلْأُولَى: عَنِ اَلتَّكَلُّفُ فِي الْكَلَامِ بِالْعِبَارَاتِ وَالْإِشَارَاتِ وَالطَّامَّاتِ وَالْأَبْيَاتِ وَالْأَشْعَارِ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يُبْغِضُ الْمُتَكَلِّفِيْنَ. وَالْمُتَكَلِّفُ الْمُتَجَاوِزُ عَنِ الْحَدِّ يَدُلُّ عَلَى خَرَابِ الْبَاطِنِ وَغَفْلَةِ الْقَلْبِ

Yang Pertama, berhati-hatilah dari takalluf dalam ucapan baik itu dengan istilah-istilah asing, isyarat-isyarat, keanehan-keanehan, bait-bait, dan syair-syair, karena sesungguhnya Allah Ta’ala membenci mutakallif (orang-orang yang mempersulit). Adapun mutakallif yang melewati batas itu menunjukkan kerusakan batin dan kelalaian pada hatinya

وَمَعْنَى التَّذْكِيْرِ: أَنْ يَذْكُرَ الْعَبْدُ نَارَ الْآخِرَةِ، وَتَقْصِيْرَ نَفْسِهِ فِيْ خِدْمَةِ الْخَالِقِ، وَيَتَفَكَّرَ فِيْ عُمُرِهِ الْمَاضِي الَّذِيْ أَفْنَاهُ فِيْمَا لَا يَعْنِيْهِ، وَيَتَفَكَّرَ فِيْمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْعَقَبَاتِ مِنْ عَدَمِ سَلَامَةِ الْإِيْمَانِ فِيْ الْخَاتِمَةِ، وَكَيْفِيَّةِ حَالِهِ فِيْ قَبْضِ مَلَكِ الْمَوْتِ، وَهَلْ يَقْدِرُ عَلَى جَوَابِ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ؟ وَيَهْتَمُّ بِحَالِهِ فِي الْقِيَامَةِ وَمَوَاقِفِهَا، وَهَلْ يَعْبُرُ عَنِ الصِّرَاطِ سَالِمًا أَمْ يَقَعُ فِي الْهَاوِيَةِ؟

Makna tadzkir adalah mengingatkan hamba pada neraka akhirat, mengingatkan kecerobohan diri dalam hal pengabdian seorang makhluk kepada Sang Khaliq, mengingatkanpada umurnya yang telah berlalu yang telah dihabiskan untuk perkara yang tidak berguna, mengingatkan rintangan-rintangan yang akan dihadapi yakni keimanannya yang tidak selamat di akhir hidupnya, mengingatkanbagaimana keadaannya saat (nyawanya) dicabut oleh malaikat maut, mengingatkanapakah ia mampu menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir ? mengingatkan kegelisahannya di hari kiamat dan permberhentian pemberhentiannya, dan mengingatkan apakah dia bisa menyeberangi Jembatan (Shirathal Mustaqim) dengan selamat atau dia akan jatuh ke neraka Hawiyah?

وَيَسْتَمِرُّ ذِكْرُ هَذِهِ الأَشْيَاءِ فِيْ قَلْبِهِ فَيُزْعِجُهُ عَنْ قَرَارِهِ فَغَلَيَانُ هَذِهِ النِّيْرَانِ وَنَوْحَةُ هَذِهِ الْمَصَائِبِ يُسَمَّى تَذْكِيْرًا

Menyebutkan hal ini ke dalam hatinya yakni panasnya api neraka dan jeritan-jeritan penderitaan ini disebut dengan tadzkir (mengingatkan).

وَإِعْلَامُ الْخَلْقِ وَاطِّلَاعُهُمْ عَلَى هَذِهِ الْأَشْيَاءِ، وَتَنْبِيْهُهُمْ عَلَى تَقْصِيْرِهِمْ وَتَفْرِيْطِهِمْ، وَتَبْصِيْرُهُمْ بِعُيُوْبِ أَنْفُسِهِمْ، لِتَمَسَّ حَرَارَةُ هَذِهِ النِّيْرَانِ أَهْلَ الْمَجْلِسِ وَتُجْزِعَهُمْ تِلْكَ الْمَصَائِبُ، لِيَتَدَارَكُوْا الْعُمُرَ الْمَاضِي بِقَدْرِ الطَّاقَةِ وَيَتَحَسَّرُوْا عَلَى الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ فِيْ غَيْرِ طَاعَةِ اللهِ

Menyiarkan pada makhluk dan memberitahu mereka tentang masalah-masalah tersebut, memperingatkan atas kecerobohan dan kelalaiannya, memperlihatkan kesalahan-kesalahan mereka, karena hal tersebut pastilah panasnya api-api neraka ini akan mengenai para pelakunya dan malapetaka itu akan datang mengejutkan kalian. (Ilustrasi-ilustrasi tadi disampaikan) supaya mereka memperbaiki umurnya yang telah lewat dengan sekuat tenaga dan supaya mereka menyesali hari-hari yang telah kosong dari perbuatan dosa kepada Allah

كَمَا لَوْ رَأَيْتَ أَنَّ السَّيْلَ قَدْ هَجَمَ عَلَى دَارِ أَحَدٍ وَكَانَ هُوَ وَأَهْلُهُ فِيْهَا

Seperti halnya apabila kau melihat banjir tiba-tiba datang menuju rumah seseorang yang mana ia dan keluarganya berada di dalam

فَتَقُوْلُ: اَلْحَذَرَ اَلْحَذَرَ فِرُّوْا مِنَ السَّيْلِ. وَهَلْ يَشْتَهِيْ قَلْبُكَ فِيْ هَذِهِ الْحَالَةِ أَنْ تُخْبِرَ صَاحِبَ الدَّارِ خَبَرَكَ بِتَكَلُّفِ الْعِبَارَاتِ وَالنُّكَتِ وَالْإِشَارَاتِ؟ فَلَا يَشْتَهِيْ الْبَتَّةَ، فَكَذَلِكَ حَالُ الْوَاعِظِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يَجْتَنِبَ عَنْهَا

Maka kamu akan berkata : “Bahaya! Bahaya! Larilah kalian dari banjir!” Apakah dalam situasi seperti ini hatimu ingin memberi tahu pada pemilik rumah dengan ungkapan-ungkapan yang sulit dan dibuat-buat? Dengan makna-makna yang tersembunyi? Dan dengan isyarat-isyarat? Sudah pasti tidak. Begitu juga perilaku wa’idz (pemberi nasehat) sebaiknya menjauhi hal-hal tersebut

وَالْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ: أَلَّا تَكُوْنَ هِمَّتُكَ فِيْ وَعْظِكَ أَنْ يَنْفِرَ الْخَلْقُ فِيْ مَجْلِسِكَ وَيُظْهِرُوْا الْوَجْدَ وَيَشُقُّوا الثِّيَابَ، لِيُقَالَ: نِعْمَ الْمَجْلِسُ هَذَا، لِأَنَّ كُلَّهُ مَيْلٌ إِلَى الدُّنْيَا وَهُوَ يَتَوَلَّدُ مِنَ الْغَفْلَةِ

Yang kedua, jangan sampai tujuanmu memberi nasehat adalah membuat orang-orang menangis dalam majlismu atau mereka memperlihatkan rasa suka ataupun marahnya dan mereka sampai merobek-robek pakaiannya, supaya dikatakan : “Majlis yang paling baik ya majelis ini”, karena semua tujuan itu condong kepada dunia dan hal tersebut timbul karena kelalaian

بَلْ يَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ عَزْمُكَ وَهِمَّتُكَ أَنْ تَدْعُوَ النَّاسَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَى الْآخِرَةِ، وَمِنَ الْمَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ، وَمِنَ الْحِرْصِ إِلَى الزُّهْدِ، وَمِنَ الْبُخْلِ إِلَى السَّخَاءِ، وَمِنَ الْغُرُوْرِ إِلَى التَّقْوَى

Akan tetapi sebaiknya maksud dan tujuanmu untuk mengajak manusia dari (kecenderungan) dunia menuju akhirat, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari senang kepada dunia menuju zuhud, dari kikir menjadi dermawan, dan dari kondisi terbujuk menuju ketakwaan

وَتُحَبِّبَ إِلَيْهِمُ الْآخِرَةَ وَتُبَغِّض إِلَيْهِمُ الدُّنْيَا، وَتُعَلِّمَهُمْ عِلْمَ الْعِبَادَةِ وَالزُّهْدِ لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى طِبَاعِهِمُ الزَّيْغُ عَنْ نَهْجِ الشَّرْعِ، وَالسَّعْيُ فِيْمَا لَا يَرْضَى اللهُ تَعَالَى بِهِ، وَالْاِشْتِغَالُ بِالْأَخْلَاقِ الرَّدِيَّةِ.

Buatlah mereka mencintai akhirat dan membenci dunia, ajarilah mereka beribadah dan zuhud karena secara umum tabiat mereka itu menyimpang dari jalan syari’at, berusaha melakukan sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah Ta’ala, berperilaku dengan budi pekerti yang buruk.

فَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ، وَرَوِّعْهُمْ، وَحَذِّرْهُمْ عَمَّا يَسْتَقْبِلُوْنَ مِنَ الْمَخَاوِفِ، لَعَلَّ صِفَاتِ بَاطِنِهِمْ تَتَغَيَّرُ، وَمُعَامَلَةَ ظَاهِرِهِمْ تَتَبَدَّلُ، وَيُظْهِرُوْا الْحِرْصَ وَالرَّغْبَةَ فِي الطَّاعَةِ، وَالرُّجُوْعِ عَنِ الْمَعْصِيَةِ. وَهَذَا طَرِيْقُ الْوَعْظِ وَالنَّصِيْحَةِ

Maka, tanamkanlah dalam hati mereka rasa takut, takutilah mereka, dan berilah peringatan hal-hal mengerikan yang akan mereka hadapi, semoga sifat-sifat batin mereka menjadi berubah, interaksi pergaulan sisi luarnya telah berganti, menampakkan kepeduliannya dan rasa senangnya dalam ketaatan, dan kembali dari perbuatan maksiat. Inilah cara memberi nasihat dan menasehati

وَكُلُّ وَعْظٍ لَا يَكُوْنُ هَكَذَا فَهُوَ وَبَالٌ عَلَى مَنْ قَالَ وَيَسْمَعُ. بَلْ قِيْلَ: إِنَّهُ غُوْلٌ وَشَيْطَانٌ يَذْهَبُ بِالْخَلْقِ عَنِ الطَّرِيْقِ وَيُهْلِكُهُمْ

Dan semua bentuk nasehat yang tidak seperti cara yang telah disebutkan adalah bencana bagi orang yang berbicara dan orang yang mendengarkan. Bahkan dikatakan : Sesungguhnya dia adalah ghaul dan setan yang membawa orang-orang menjauh dari jalan agama dan menghancurkannya

فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَفِرُّوْا مِنْهُ لِأَنَّ مَا يُفْسِدُ هَذَا الْقَائِلَ مِنْ دِيْنِهِمْ لَا يَسْتَطِيْعُ بِمِثْلِهِ الشَّيْطَانُ

Maka wajib bagi mereka untuk menjauhinya karena agama mereka yang dirusak oleh muballigh ini, setan pun tidak akan mampu menyamainya

وَمَنْ كَانَ لَهُ يَدٌ وَقُدْرَةٌ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْزِلَهُ عَنْ مَنَابِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَيَمْنَعَهُ عَمَّا بَاشَرَهُ، فَإِنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ

Barang siapa yang memiliki kemampuan dan kekuasaan maka wajib baginya untuk menurunkan muballigh tadi dari atas mimbar-mimbar ceramah dan menghalaunya dari yang dikerjakan, karena hal tersebut termasuk dari menyuruh melakukan kebaikan dan melarang kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar)

وَالثَّالِثُ مِمَّا تَدَعُ أَنَّهُ لَا تُخَالِطِ الْأُمَرَاءَ وَالسَّلَاطِيْنَ وَلَا تَرَهُمْ، لِأَنَّ رُؤْيَتَهُمْ وَمُجَالَسَتَهُمْ وَمُخَالَطَتَهُمْ آفَةٌ عَظِيْمَةٌ، وَلَوِ ابْتُلِيْتَ بِهَا، دَعْ عَنْكَ مَدْحَهُمْ وَثَنَاءَهُمْ، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَغْضَبُ إِذَا مُدِحَ الْفَاسِقُ وَالظَّالِمُ. وَمَنْ دَعَا لِطُوْلِ بَقَائِهِمْ، فَقَدْ أَحَبَّ أَنْ يُعْصَى اللهُ فِيْ أَرْضِهِ

Yang ketiga dari sebagian perkara yang harus kau tinggalkan adalahjangan bergaul dengan para pejabat dan para penguasa dan janganlah memandang mereka, karena melihatnya, bergabung dan bergaul dengan mereka merupakan bencana yang besar. Apabila kau mendapatkan cobaan itu, maka janganlah memuji dan menyanjung mereka, karena Allah Ta’ala marah apabila orang fasiq dan zalim itu dipuji. Barang siapa yang berdoa untuk lamanya kekuasaan mereka, maka sesungguhnya ia senang apabila Allah dilanggar di bumi-Nya

وَالرَّابِعُ مِمَّا تَدَعُ أَلَّا تَقْبَلُ شَيْئًا مِنْ عَطَاءِ الْأُمَرَاءِ وَهَدَايَاهُمْ وَإِنْ عَلِمْتَ أَنَّهَا مِنَ الْحَلَالِ، لِأَنَّ الطَّمَعَ مِنْهُمْ يُفْسِدُ الدِّيْنَ، لِأَنَّهُ يَتَوَلَّدُ مِنْهُ الْمُدَاهَنَةُ وَمُرَاعَاةُ جَانِبِهِمْ وَالْمُوَافَقَةُ فِيْ ظُلْمِهِمْ. وَهَذَا كُلُّهُ فَسَادٌ فِي الدِّيْنِ، وَأَقَلُّ مَضَرَّتِهِ أَنَّكَ إِذَا قَبِلْتَ عَطَايَاهُمْ وَانْتَفَعْتَ مِنْ دُنْيَاهُمْ أَحْبَبْتَهُمْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَحَدًا يُحِبُّ طُوْلَ عُمْرِهِ وَبَقَاءَهُ بِالضَّرُوْرَةِ

Yang keempat dari perkara yang harus kau tinggalkan adalah jangan kau terima apapun dari pemberian para pejabat dan hadiah-hadiah dari mereka walaupun kau mengetahui bahwa pemberian tersebut adalah halal, karena thama’ dari mereka itu bisa merusak agama, karena thama’ dapat menimbulkan perbuatan cari muka, menjilat, membela pihak mereka dan menyetujui perbuatan kedzaliman mereka. Semua itu adalah kerusakan dalam agama, dan kerusakan yang paling kecil adalah ketika kau menerima pemberian mereka dan mengambil manfaat dari harta dan kekuasaannya maka kau akan menyukai mereka, dan barang siapa yang menyukai seseorang maka secara pasti ia akan menyukainya seumur hidupnya dan langgeng dengannya

وَفِيْ مَحَبَّةِ بَقَاءِ الظَّالِمِ إِرَادَةٌ فِي الظُّلْمِ عَلَى عِبَادِ اللهِ تَعَالَى وَإِرَادَةُ خَرَابِ الْعَالَمِ، فَأَيُّ شَيْءٍ أَضَرَّ مِنْ هَذَا عَلَى الدِّيْنِ وَالْعَاقِبَةِ

Di dalam rasa senang pada keberlangsungan kekuasaan orang dzalim itu terdapat keinginan menganiaya hamba-hamba Allah Ta’ala dan juga menghendaki kerusakan dunia. Hal mana lagi yang lebih berbahaya dari keinginan ini bagi agama dan akhirat?

إِيّاَك وَإِيَّاكَ أَنْ تَخْدَعَ بِاسْتِهْوَاءِ الشَّيَاطِيْنِ أَوْ قَوْلَ بَعْضِ النَّاسِ لَكَ بِأَنَّ الْأَفْضَلَ وَالْأَوْلَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُم الدِّيْنَارَ وَالدِّرْهَمَ وَتُفَرِّقَهَا بَيْنَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ، فَإِنَّهُمْ يُنْفِقُوْنَ فِي الْفِسْقِ وَالْمَعْصِيَةِ، وَإِنْفَاقُكَ عَلَى ضُعَفَاءِ النَّاسِ خَيْرٌ مِنْ إِنْفَاقِهِمْ. فَإِنَّ اللَّعِيْنَ قَدْ قَطَعَ أَعْنَاقُ كَثِيْر مِنَ النَّاسِ بِهَذِهِ الْوَسْوَسَةِ وَآفَتِهِ كَثِيْرَة ذَكَرْنَاهَا فِيْ "إِحْيَاءِ الْعُلُوْمِ" فَاطْلُبْهُ ثَمة

Waspadalah! Berhati-hatilah pada keinginan setan akan membujukmu atau ucapan sebagian orang padamu bahwa yang lebih utama dan paling unggul adalah kau mau mengambil dinar dan dirham dari pejabat dan penguasa kemudian engkau membagikanya pada para fakir dan orang-orang miskin, karena sesungguhnya mereka (para penguasa) membelanjakan uang-uang tersebut pada kefasikan dan kemaksiatan, sementara pemberianmu pada orang-orang lemah itu lebih baik dari pemberian mereka. Sesungguhnya setan yang terlaknat benar-benar telah memenggal leher banyak manusia sebab godaan ini dan masalah ini telah aku sebutkan di dalam kitab ihya’ ulumuddin untuk itu carilah di sana

وَإِمَّا الْأَرْبَعَةُ الَّتِيْ يَنْبَغِيْ لَكَ أَنْ تَفْعَلَهَا، اَلْأَوَّلُ: أَنْ تَجْعَلَ مُعَامَلَتَكَ مَعَ اللهِ تَعَالَى بِحَيْثُ لَوْ عَامَلَ مَعَكَ بِهَا عَبْدُكَ تَرْضَى بِهَا مِنْهُ وَلَا يَضِيْقُ خَاطِرُكَ عَلَيْهِ وَلَا تَغْضَبُ، وَالَّذِيْ لَا تَرْضَى لِنَفْسِكَ مِنْ عَبْدِكَ الْمَجَازِيِّ فَلَا تَرْضَى أَيْضًا للهِ تَعَالَى وَهُوَ سَيِّدُكَ الْحَقِيْقِيُّ

Adapun empat perkara yang sebaiknya kau lakukan adalah, yang pertama : Menjadikan semua pekerjaanmu karena Allah Ta’ala sekiranya jikalau bawahanmu bekerja bersamamu kau merasa rela dan puas dengan kerjanya dan hatimu tidak merasa kecewa dan marah, dan sesuatu yang tidak membuatmu ridha dari yang dilakukan bawahanmu yang majazi maka kau juga tidak membuatridha Allah Ta’ala, sementara Dia adalah tuanmu yang sebenarnya

وَالثَّانِي: كُلَّمَا عَمِلْتَ بِالنَّاسِ اِجْعَلْ كَمَا تَرْضَى لِنَفْسِكَ مِنْهُمْ، لِأَنَّهُ لَا يَكْمُلُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يُحِبَّ لِسَائِرِ النَّاسِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Kedua : Saat kau bekerja bersama orang lain maka jadikanlah mereka seperti halnya kau merasa ridha karena pekerjaan mereka, karena tidak sempurna iman seorang hamba sehingga ia mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri

وَالثَّالِثُ: إِذَا قَرَأْتَ الْعِلْمَ أَوْ طَالَعْتَهُ، يَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ عِلْمُكَ (عِلْمًا) يُصْلِحُ قَلْبَكَ وَيُزَكِّيْ نَفْسَكَ كَمَا لَوْ عَلِمْتَ أَنَّ عُمُرَكَ مَا يَبْقَى غَيْرَ أُسْبُوْعٍ فَبِالضَّرُوْرَةِ لَا تَشْتَغِلُ فِيْهَا بِعِلْمِ الْفِقْهِ وَالْخِلَافِ وَالْأُصُوْلِ وَالْكَلَامِ وَأَمْثَالِهَا، لِأَنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذِهِ الْعُلُوْمَ لَا تُغْنِيْكَ، بَلْ تَشْتَغِلُ بِمُرَاقَبَةِ الْقَلْبِ وَمَعْرِفَةِ صِفَاتِ النَّفْسِ، وَالْإِعْرَاضِ عَنْ عَلَائِقِ الدُّنْيَا، وَتُزَكِّيْ نَفْسَكَ عَنِ الْأَخْلَاقِ الذَّمِيْمَةِ، وَتَشْتَغِلُ بِمَحَبَّةِ اللهِ تَعَالَى وَعِبَادَتِهِ، وَالْاِتِّصَافِ بِالْأَوْصَافِ الْحَسَنَةِ، وَلَا يَمُرُّ عَلَى عَبْدٍ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ إِلَّا وَيُمْكِنُ أَنْ يَكُوْنَ مَوْتُهُ فِيْهِ

Ketiga : Ketika kau membaca ilmu pengetahuan dan mempelajarinya kembali, sebaiknya ilmumu itu bisa memperbaiki hatimu dan membersihkan jiwamu seperti halnya apabila kau telah mengetahui bahwa umurmu yang tersisa kurang satu minggu, pastilah kau tidak akan tersibukkan dengan ilmu fiqih, ilmu akhlaq, ilmu usul, ilmu kalam, dan ilmu-ilmu lainya, karena kau sudah mengetahui bahwa ilmu-ilmu tadi tidak akan mencukupimu, tetapi sebaiknya kau sibuk dengan mengoreksi hati, mengetahui sifat-sifat (kecenderungan) jiwa, memalingkan diri dari hubungan keduniawian, membersihkan jiwamu dari akhlak-akhlak tercela, menyibukkan diri dengan mencintai Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya, memperbaiki diri dengan sifat-sifat yang baik, dan waktu sehari semalam tidak akan berlalu begitu saja bagi seseorang kecuali bisa saja kematiannya terjadi pada waktu tersebut

أَيُّهَا الْوَلَدُ، اِسْمَعْ مِنِّيْ كَلَامًا آخَرَ وَتَفَكَّرْ فِيْهِ حَتَّى تَجِدَ فِيْهِ خَلَاصًا، لَوْ أَنَّكَ أُخْبِرْتَ أَنَّ السُّلْطَانَ بَعْدَ أُسْبُوْعٍ يَجِيْئُكَ زَائِرًا، أَعْلَمُ أَنَّكَ فِيْ تِلْكَ الْمُدَّةِ لَا تَشْتَغِلُ إِلَّا بِإِصْلَاحِ مَا عَلِمْتَ أَنَّ نَظَرَ السُّلْطَانَ سَيَقَعُ عَلَيْهِ مِنَ الثِّيَابِ وَالْبَدَنِ وَالدَّارِ وَالْفُرُشِ وَغَيْرِهَا

Wahai anakku, dengarkanlah perkataanku yang lain dan pikirkanlah sampai kamu menemukan kesimpulan, apabila kau diberi kabar bahwa minggu depan penguasa akan datang mengunjungimu, maka aku yakin bahwa dalam waktu tersebut kau tidak akan sibuk kecuali dengan memperbagus apa yang kau yakini akan dilihat oleh Si Penguasa seperti pakaian, badan, kamar, tempat tidur dan lain sebagainya

وَالْآنَ تَفَكَّرْ إِلَى مَا أَشَرْتُ بِهِ فَإِنَّكَ فَهِمٌ، وَالْكَلَامُ الْفَرْدُ يَكْفِي الْكَيِّسَ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَعْمَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَنِيَّاتِكُمْ)

Sekarang, pikirkanlah pada perkara yang aku isyaratkan karena kau orang yang pintar, dan satu ucapan itu cukup bagi orang yang cerdas. Rasullulah Saw bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk kalian dan amal-amal kalian, akan tetapi Allah akan melihat hati dan niat-niat kalian”

وَإِنْ أَرَدْتَ عِلْمَ أَحْوَالِ الْقَلْبِ، فَانْظُرْ إِلَى "الْإِحْيَاءِ" وَغَيْرِهِ مِنْ مُصَنَّفَاتِيْ. وَهَذَا الْعِلْمُ فَرْضُ عَيْنٍ وَغَيْرُهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ، إِلَّا بِمِقْدَارِ مَا يُؤَدَّى بِهِ فَرَائِضُ اللهِ تَعَالَى، وَاللهُ يُوَفِّقُكَ حَتَّى تُحَصِّلَهُ

Jika kau ingin mengetahui gerak-gerik hati, maka lihatlah kitab ihya dan karangan-karanganku yang lain. Ilmu ini (hukumnya) fardhu ‘ain dan yang selainnya (hukumnya) fardhu kifayah, kecuali sekedar mampu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah Ta’ala, semoga Allah menolongmu sampai kau mendapatkannya

وَالرَّابِعُ: أَلَّا تَجْمَعَ مِنَ الدُّنْيَا أَكْثَرَ مِنْ كِفَايَةِ سَنَةٍ، كَمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُعِدُّ لِبَعْضِ حُجُرَاتِهِ وَقَالَ )اَللَّهُمَّ اجْعَلْ قُوْتَ آلِ مُحَمَّدٍ كَفَافًا(، وَلَمْ يَكُنْ يُعِدُّ ذَلِكَ لِجَمِيْعِ حُجُرَاتِهِ، بَلْ كَانَ يُعِدُّهُ ذَلِكَ لِمَنْ عَلِمَ أَنَّ فِيْ قَلْبِهَا ضَعْفًا. وَأَمَّا مَنْ كَانَتْ صَاحِبَةَ يَقِيْنٍ فَمَا كَانَ يُعِدُّ لَهَا أَكْثَرَ مِنْ قُوْتِ يَوْمٍ أَوْ نِصْفٍ

Keempat : Janganlah mengumpulkan harta dunia melebihi kecukupan satu tahun, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw yang menyediakan kebutuhan (dunia) bagi sebagian istri-istrinya, dan beliau berdoa : “Ya Allah jadikanlah kebutuhan makanan pokok keluarga Muhammadtercukupi”. Rasulullah tidak menyediakan hal tersebut pada masing-masing isterinya, tetapi Rasulullah menyediakannya bagi yang telah diketahui bahwa di dalam hatinya terdepat kelemahan. Adapun isteri yang telah yakin maka Rasulullah tidak menyediakan baginya kebutuhan dunia melebihi kebutuhan satu atau setengah hari

📌 DOA

أَيُّهَا الْوَلَدُ، إِنِّيْ كَتَبْتُ فِيْ هَذَا الْفَصْلِ مُلْتَمَسَاتِكَ، فَيَنْبَغِيْ لَكَ أَنْ تَعْمَلَ بِهَا وَلَا تَنْسَانِيْ فِيْهِ مِنْ أَنْ تَذْكُرَنِيْ فِيْ صَالِحِ دُعَائِكَ. وَأَمَّا الدُّعَاءُ الَّذِيْ سَأَلْتَ مِنِّيْ، فَاطْلُبْهُ مِنْ دَعَوَاتِ الصِّحَاحِ، وَاقْرَأْ هَذَا الدُّعَاءَ فِيْ أَوْقَاتِكَ خُصُوْصًا فِيْ أَعْقَابِ صَلَوَاتِكَ:

Wahai anakku, sesungguhnya aku telah menulis beberapa permintaanmu pada pasal ini, sebaiknya kau mengamalkannya dan janganlah kau lupakan dalam menyebutku dalam doamu yang baik. Adapun doa yang kau minta dariku, maka carilah di dalam doa-doa yang shahih, dan bacalah doa ini dalam setiap waktumu terlebih setelah shalatmu selesai :

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنَ النِّعْمَةِ تَمَامَهَا، وَمِنَ الْعِصْمَةِ دَوَامَهَا، وَمِنَ الرَّحْمَةِ شُمُوْلَهَا، وَمِنَ الْعَافِيَةِ حُصُوْلَهَا، وَمِنَ الْعِيْشِ أَرْغَدَهُ، وَمِنَ الْعُمُرِ أَسْعَدَهُ، وَمِنَ الْإِحْسَانِ أَتَمَّهُ، وَمِنَ الْإِنْعَامِ أَعَمَّهُ، وَمِنَ الْفَضْلِ أَعْذَبَهُ، وَمِنَ اللُّطْفِ أَقْرَبَهُ. اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَا تَكُنْ عَلَيْنَا

“Ya Allah aku memohon kepada-Mu nikmat yang sempurna, penjagaan selamanya, rahmat yang menyeluruh, memperoleh kesehatan, kemakmuran penghidupan, umur yang membahagiakan, kesempurnaan melakukan kebaikan, luasnya kenikmatan, paling nikmatnya keutamaan, dan aku meminta kebaikan hati yang paling bermanfaat. Ya Allah jadikanlah apapun bermanfaat dan jangan jadikan apapun membahayakan atas kami”

اَللَّهُمَّ اخْتِمْ بِالسَّعَادَةِ آجَالَنَا، وَحَقِّقْ بِالزِّيَادَةِ آمَالَنَا، وَاقْرِنْ بِالْعَافِيَةِ غُدُوَّنَا وَآصَالَنَا، وَاجْعَلْ إِلَى رَحْمَتِكَ مَصِيْرَنَا وَمَآلَنَا، وَصْبُبْ سِجَالَ عَفْوِكَ عَلَى ذُنُوْبِنَا، وَمُنَّ عَلَيْنَا بِإِصْلَاحِ عُيُوْبِنَا، وَاجْعَلِ التَّقْوَى زَادَنَا، وَفِيْ دِيْنِكَ اِجْتِهَادَنَا، وَعَلَيْكَ تَوَكُّلُنَا وَاعْتِمَادُنَا

“Ya Allah akhirilah ajal kami dengan kebahagiaan, wujudkanlah cita-cita kami dengan berlimpah, sertakanlah kesempurnaan kesehatan pada waktu pagi dan sore kami, jadikanlah rahmat-Mu sebagai tempat kami kembali, tuangkanlah bertimba-timba ampunan-Mu pada dosa-dosa kami, anugerahilah kami dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan kami, jadikanlah takwa sebagai bekal kami, dan dalam agama-Mu sebagai perjuangan kami, dan hanya kepada-Mu kami berserah diri dan bersandar”

اَللَّهُمَّ ثَبِّتْنَا عَلَى نَهْجِ الْاِسْتِقَامَةِ، وَأَعِذْنَا فِي الدُّنْيَا مِنْ مُوْجِبَاتِ النَّدَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَخَفِّفْ عَنَّا ثِقْلَ الْأَوْزَارِ، وَارْزُقْنَا عِيْشَةَ الْأَبْرَارِ، وَاكْفِنَا وَاصْرِفْ عَنَّا شَرَّ الْأَشْرَارِ، وَاعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ آبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَمَشَايِخِنَا مِنَ النَّارِ بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ يَا كَرِيْمُ، يَا سَتَّارُ، يَا حَلِيْمُ، يَا جَبَّارُ، يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ ، يَا رَحِيْمُ يَا رَحِيْمُ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَيَا أَوَّلَ الْأَوَّلِيْنَ، وَيَا آخِرَ الْآخِرِيْنَ، وَيَا ذَا الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ، وَيَا رَاحِمَ الْمَسَاكِيْنِ، وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Ya Allah kokohkanlah kami tetap pada jalan lurus, jagalah kami di dunia dari hal-hal yang menjadikan penyesalan di hari kiamat, ringankanlah beban berat dosa-dosa kami, berikanlah kami rizki penghidupan orang-orang yang baik, jauhkanlah kami dari keburukan orang-orang yang jahat, merdekakanlah diri kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu kami saudara lelaki dan perempuan kami dari api neraka dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Perkasa, Wahai Dzat Yang Maha Pengampun, Wahai Dzat Yang Maha Mulia, Wahai Dzat Yang Menutupi kesalahan hambanya, Wahai Dzat Yang Maha Penyantun, Wahai Dzat Yang Maha Kuat, Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah, Wahai Dzat Yang Maha Penyayang, Wahai Dzat Yang Maha Penyayang, Wahai Dzat Yang Paling Awal, Wahai Dzat Yang Paling Akhir, Wahai Dzat Yang memiliki kekuatan yang Maha Kuat, Wahai Dzat Yang menyayangi orang-orang miskin, Wahai Dzat Yang Maha Menyayangi, Tiada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang menganiaya. Semoga Allah mencurahkan shalawatkepada Sayyid kita Nabi Muhammad Saw, seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya. Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam”.

Wallahu A'lam Bish Showab Min Kulli' Aalimiin ... Semoga bermanfaat 🙏

4 komentar:

  1. terimakasih sangat membantu sekali....

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, Terima kasih jazaakumullah khairan

    BalasHapus
  3. Jazakumullah ahsanal jazaa

    BalasHapus
  4. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّمْ

    BalasHapus

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati