Pada Judul artikel tentang Sufi dan Zuhud , kita memahami zuhud sebagai perilaku meninggalkan kehidupan dunia yang bersifat materi dan menekuni hal-hal yang bersifat rohani. Tidak jauh dari pengertian tersebut, dalam Ensiklopedi Tasawuf terbitan Angkasa, Bandung (2008), dari segi bahasa, zuhud berarti meninggalkan, tidak menyukai atau mengambil sedikit. Adapun dari segi istilah berarti mengosongkan hati dari sesuatu yang bersifat duniawi atau meninggalkan hidup kematerian. Orang zuhud (zahid) adalah orang yang meninggalkan dunia untuk mendapatkan apa yang ada pada Allah.
Dalam perjalanan sejarahnya, tarekat mengalami perkembangan dari masa ke masa. Menurut J. Spencer Trimingham yang dikutip Tim Penulis Eksiklopedi Tasawuf (2008), sejarah perkembangan tarekat secara garis besar melalui tiga tahap yaitu : tahap khanqah, tahap tariqah, dan tahap ta’ifah.
Tahap khanqah terjadi sekitar abad VIII M. Dapat digambarkan bahwa pada tahap ini tarekat berarti jalan atau metode yang ditempuh seorang sufi untuk sampai kepada Allah secara individual (fardiyyah).
Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual. Kedua tahap tariqah, tahap ini terjadi sekitar abad X M, dan pada masa ini sudah terbentuk ajaran-ajaran, peraturan dan metode tasawuf, muncul pula pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf dengan silsilahnya masing-masing.
Berkembanglah metode-metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada Tuhan dan di sini pula tasawuf telah mengambil bentuk kelas menengah. Tahap ketiga, ta’ifah, terjadi sekitar abad XV M, dan pada masa ini terjadi transisi misi ajaran dan peraturan dari guru tarekat yang disebut syaikh atau mursyid kepada para pengikut atau murid-muridnya.
Pada masa ini muncul organisasi tasawuf yang mempunyai cabang di tempat lain . Pada tahap ta’ifah inilah tarekat sebagai organisasi sufi yang melesatrikan ajaran syaikh-syaikh tertentu. Maka muncullah nama-nama tarekat seperti Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Syadziliyah.
Munculnya banyak tarekat dalam Islam pada garis besarnya sama dengan latar belakang munculnya banyak mazhab dalam fikih dan banyak firqah dalam ilmu kalam. Di dalam kalam berkembang mazhab- mazhab yang disebut dengan firqah, seperti Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, dan lain-lain. Di sini istilah yang digunakan bukan mazhab tetapi firqah, di dalam fikih juga berkembang banyak firqah yang disebut dengan mazhab, seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, Syafi’i, Zhahiri, Syi’i dan lain-lain.
Di dalam tasawuf juga berkembang banyak mazhab yang disebut dengan tariqah. Tarekat dalam tasawuf jumlahnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan perkembangan mazhab dan firqah dalam fikih maupun kalam. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tarekat juga memiliki kedudukan atau posisi sebagaimana mazhab dan firqah-firqah tersebut di dalam syariat Islam.Ajaran-ajaran dalam tarekat dapat dibedakan menjadi dua; yaitu ajaran khusus dan ajaran umum. Ajaran yang bersifat khusus adalah amalan yang benar-benar harus dilaksanakan pengikut sebuah tarekat, dan tidak boleh diamalkan oleh orang di luar tarekat atau pengikut tarekat lain.
Amalan khusus ini bisa dilaksanakan secara individual (fardiyyah) maupun secara kolektif (jama’ah). Sedangkan ajaran yang bersifat umum, yaitu amalan-amalan yang ada dan menjadi tradisi dalam tarekat, tetapi amalan ini juga bisa dilakukan oleh masyarakat Islam di luar pengikut tarekat.
Amalan ini bisa dilaksanakan secara individual (fardiyyah) maupun secara kolektif (jama’ah). Namun, untuk membedakan bahwa suatu amalan itu masuk pada ajaran khusus atau ajaran umum, sangatlah sulit karena semua ajaran yang ada pada tarekat bersumber pada Al qur’an dan Hadis.
Sehingga umat Islam boleh dan bahkan harus mengamalkan ajaran-ajaran yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadis tanpa kecuali.Sesuatu yang dapat membedakan bahwa ajaran ini bersifat khusus atau bersifat umum adalah pada proses bai’at atau talqin. Apabila seseorang telah mengikuti prosesi tersebut pada suatu tarekat, maka ia akan diberikan amalan-amalan yang memiliki ciri-ciri khusus dalam tarekat tersebut, walaupun umat Islam lain yang bukan pengikut suatu tarekat juga mengamalkan ajaran-ajaran tersebut.
Misalnya, setiap tarekat mengajarkan istighfar, salawat, dan zikir nafi itsbat, tetapi biasanya memiliki ciri khusus tarekat tertentu. Walaupun umat Islam pada umumnya mengamalkan zikir itu, tetapi belum tentu secara khusus mereka telah mengikuti prosesi bai’at kepada seorang mursyid tarekat.
(Sumber buku "Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyyah Pimpinan Prof. Dr. H.Saidi Syekh Kadirun Yahya", USU Press, Cetakan ke-3 2004 & ENSIKLOPEDI TASAWUF, Pemimpin Redaksi: Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Penerbit: Angkasa, Bandung, 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar