Pemadu Ilmu Kasbi dan Laduni , Imam Abdul Wahab al-Sya’roni ra.

‘Abdul Wahab al-Sya’roni (wafat 973H) . Pengarang kitab al-Mizan al-Kubro ini berasal dari salah satu keluarga besar Bani Alawiyyah (keturunan Nabi J). Tetapi, di saat terjadi ketegangan antara keturunan Bani ‘Alawiyah dengan Bani Umawiyah, keluarga besar Bani

‘Alawiyah yang merupakan keluarga besar Imam al-Sya’roni, berpindah ke Maghrib
(Maroko); yang pada akhirnya Bani ‘Alawiyah mampu mendirikan sebuah kerajaan di sana. Dengan demikian, Imam al-Sya’roni mempunyai silsilah keturunan dari Muhammad bin al-Hanafiah bin ‘Ali bin Abi Tholib . Menurut riwayat yang shahih, tokoh kita ini dilahirkan pada tanggal 27 Ramadhan tahun 898 H, di sebuah pedesaan yang bernama Qalqasyandah (daerah selatan Mesir). Desa tersebut merupakan pedesaan datuknya dari jalur ibu. Tapi, setelah empat puluh hari dari hari kelahiranya, al-Sya’roni dibawa oleh sang ibu untuk pindah dari desa kelahiranya, menuju desa asal ayahandanya yaitu desa Abu Sya'roh di propinsi Manufiyyah, yang lambat laun dari desa tersebut Imam Sya’roni mendapatkan sebuah gelar; yaitu al- Sya’roni.



Imam Sya'roni dan dunia ibadah


Pada usia yang masih sangat belia, al-Sya’roni telah ditinggal mati oleh ayahnya. Setelah itu Sya'roni kecil dirawat oleh seorang paman yang shalih dan ahli ibadah.
Sang paman yang shalih selalu membimbing kemenakannya untuk selalu hidup dalam keshalihan dan ketaatan kepada Tuhan. Dari hasil didikan seorang paman yang taat ini, bukan sesuatu yang mengherankan jika Imam Sya’roni semenjak kecilnya, merupakan seorang anak yang terkenal akan ibadah dan pengabdianya kepada Allah
. Semenjak usia delapan tahun, dia telah terbiasa melakukan shalat malam, dengan menenggelamkan diri dalam dzikir-dzikir yang mengagumkan. Keyatiman yang ia alami, tidak menjadikan dirinya berkembang sebagai anak yang hidup dalam keputus- asaan dengan tanpa harapan. Semenjak kecil, ia telah menyakini dalam hatinya yang paling dalam, bahwa Allah telah menjaganya dari sifat keberagamaan yang lemah, sebagaimana Allah selalu menjaga dirinya dari perbuatan yang tercela dan hina. Bahkan dalam hatinya, dia juga percaya bahwa Allah telah memberikan kepada dirinya kecerdasan yang bisa dijadikan pisau dalam memahami semua keilmuan dengan benar, yang sekaligus mampu memahami semua kerumitan- kerumitan yang ada.

Imam Sya'roni dan dunia kelimuan

Dalam sejarah hidupnya, kecintaan Imam Sya’roni terhadap ilmu-ilmu agama, telah menjadikan dirinya melakukan perjalananan dari desa asalnya menuju Kairo. Ketika berada di Kairo, dia yang semenjak kecil dididik dengan keshalihan dan ketaatan, selalu menghabiskan waktu-waktu yang ia miliki dengan beribadah dan menelaah semua keilmuan. Dia telah menjadi semakin alim dan bertakwa. Waktu-waktunya hanya ia habiskan untuk beribadah dan belajar, di dalam sebuah masjid. Semenjak berada di Kairo, dia telah berhasil bertemu dengan para ulama-ulama besar; seperti Jalaluddin al-Syuyuthi, Zakaria al-Anshori, Nashirudin al-Laqoni dan al-Romli , yang guru-gurunya ini selalu ia kenang dalam beberapa tulisan kitabnya. Di Kairo, Imam agung ini mempelajari semua keilmuan yang ada pada zamanya. Dia selalu mempelajari semua keilmuan dengan semangat belajar yang luar biasa. Dia merupakan simbol dari seorang murid yang teladan dan rajin pada zamanya. Dia selalu mencari sebuah kebenaran di manapun ia berada. Dalam pandangannya, semua imam adalah contoh yang telah mendapatkan sebuah petunjuk dari Allah . Dia tidak melakukan sikap fanatisme yang berlebihan terhadap salah satu mazhab, dan tidak tergesa-gesa dalam menilai sebuah ijtihad dari salah satu mazhab tertentu, kecuali setelah melakukan pengkajian yang matang dan mendetail. Dan, setelah ia menguasai beberapa disiplin ilmu yang ada pada zamanya, dia tidak berubah menjadi seorang yang sombong dan angkuh, tapi tetap menjadi seorang yang tawadhu’ dan rendah hati. As-Sya'roni sebagaimana ahli sufi lainnya, selalu menghindari perdebatan yang tidak ada gunanya di saat menuntut ilmu. Dia memahami betul bahwa berdebat hanya akan menjauhkan dirinya dari cahaya Tuhan.


As-Syaroni dan ‘Ali al-Khowwas

Pertemuan antara al-Sya’roni dan al Khowwas, merupakan salah satu bukti betapa pentingnya seorang Syeikh dalam dunia para sufi. Al-Khowwas adalah seorang laki-laki yang telah diberikan Allah sebuah mauhibah dan keistimewaan, dalam menjalani badai kehidupan. Dia merupakan salah satu anugerah, yang pernah diberikan Allah kepada umat manusia dalam menuju sebuah hakikat. Al-Khowwas merupakan simbol kebenaran atas keberadaan ilmu Laduni dalam dunia sufi. Semenjak kecil Dia adalah seorang yang ummi (buta huruf), yang dalam setiap perkataannya selalu diwarnai dengan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. Dia mampu mengambil sebuah istimbat dari dalil-dalil tersebut, dengan sangat menakjubkan dan mengherankan. Pertemuannya dengan al-Sya’roni , merupakan sebuah bukti dari keistimewaan seorang wali dengan ilmu laduninya, dengan seorang ‘alim yang belum mencapai derajat tersebut. Al-Khowwas adalah seorang ummi, sedang al-Sya’roni adalah seorang yang ‘alim. Tapi, itu semua hanya dalam penampakan lahir belaka. Pada hakikatnya al-Khowwas adalah seorang ‘alim sedang al-Sya’roni adalah seorang ummi. Ilmu al-Khowwas adalah ilmu mauhibah yang langsung diterima dari Allah , sedang ilmu al-Sya’roni adalah ilmu yang bersumber dari kitab-kitab bacaan yang hakikat ilmu tersebut menurut orang sufi bukan merupakan ilmu yang dimiliki secara hakiki, melainkan ilmu yang didapat melalui bacaan terhadap kitab. Al-Khowwas adalah seorang yang telah mengantarkan al-Sya’roni menuju dunia sufi yang sesunggungya. Dia telah mengantarkan al-Sya’roni mencapai derajat kewalian, dan mengajarkan tata cara mencapai sebuah ilmu laduni. Dalam beberapa kesempatan Al-Sya’roni mengisahkan bagaimana al-Khowwas telah memberikan pengajaran kepada dirinya dalam mencapai derajat tersebut. Yang pertama ia lakukan adalah menjual semua kitab yang ia miliki, dan menghabiskan semua hasil penjualan kepada fakir miskin. Pada awalnya, al-Sya’roni merasa berat menjalankan perintah sang guru, bahkan setelah melakukan semua perintah tersebut, al-Sya’roni merasa tidak enak hati dan terus memikirkan kitab-kitab yang telah ia jual. Ia merasa telah kehilangan semua ilmu yang selama ini ia tekuni. Tetapi, ketika al-Khowwas mengetahui hal tersebut, beliau memerintahkan kepada al-Sya’roni untuk memperbanyak dzikir kepada Allah
. Setelah mampu menanggulangi cobaan pertama ini, al-Khowwas menyuruhnya menghindari keramaian manusia (uzlah), hingga pada akhirnya al-Sya’roni merasa dirinya paling baik dibandingkan dengan yang lainya. Al-Khowwas kemudian menganjurkan kepada al-Sya’roni untuk terus melakukan mujahadah hingga ia akan merasakan bahwa dirinya lebih hina dari pada orang yang paling hina sekalipun. Setelah masa-masa tersebut, al-Khowas menyuruh al-Sya’roni untuk berbaur kembali dengan masyarakat ramai, dengan bersabar atas apa yang mereka lakukan terhadap dirinya. Al-Sya’roni ketika menjalankan hal tersebut merasakan bahwa dirinya merupakan orang yang paling tinggai derajatnya jika dibandingkan dengan orang lainya. Tetapi, seperti biasanya, al-Khowwas kemudian memerintahkan kepada dirinya untuk menghilangkan perasaan-perasaan tersebut. Al-Khowwas menyuruh al- Sya’roni untuk memperbanyak dzikir kepada Allah dalam semua waktu- waktunya. Ia tidak boleh memikirkan hal lain selain sang pencipta. Sehingga ia harus menjalani masa-masa itu selama berbulan-bulan. Dan bukan hanya itu saja, al- Khowwas kemudian menyuruh dirinya untuk menghindar dari nafsu makan. Makan hanya dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup belaka, sehingga al-Sya’roni ketika itu merasakan dirinya telah terbang ke atas. Mujahadah yang telah diajarkan al-Khowwas kepada al-Sya’roni telah menjadikan dirinya memiliki keilmuan yang tidak ia duga sebelumnya. Ia merasakan, bahwa ilmu yang telah ia miliki, mendapatkan pesaing dari ilmu mauhibah yang baru ia dapat. Ilmu yang baru ia dapat telah memberi penyempurnaan terhadap ilmu yang selama ini ia miliki. Hati al- Sya’roni telah dibuka oleh Allah , dan diberikan pengetahuan-pengetahuan yang hanya dimiliki oleh seorang sufi saja. Tetapi, walaupun al-Sya’roni telah mendapatkan ilmu laduni dari Allah , al-Khowwas yang dalam hal ini berperanan sebagai guru al-Sya’roni , membimbing kepada dirinya untuk terus melakukan berbagai macam mujahadah dalam rangka membersihkan hatinya dari belenggu duniawi. Sehingga pada akhirnya al-Sya’roni mampu mendapatkan berbagai macam ilham dan karomah yang telah diberikan langsung oleh Allah kepada dirinya.


Karomah Imam Sya'roni

Suatu ketika antara Syeikh Abd al-Wahhab ( dengan Syekh Nasiruddin al-Laqqani (, terjadi kesalah kefahaman karena ada aduan dari sebagian orang yang hasud pada Syeikh Abd al-Wahhab (. Dia mengadu pada Syeikh Nasir ( bahwa Syeikh Sya'roni ( dalam majlis pengajiannya mencampur santri laki-laki dengan santri perempuan. Ketika Syeikh Sya'roni ( mengetahui bahwa Syeikh Nasir ( terkena tipuan orang ini, maka beliau sowan ke Syeikh Nasir ( untuk meminjam kitab "Al-Mudawwanah". Syeikh Nasir ( dalam kesempatan itu mengatakan : "Aku harap engkau tidak melakukan pelanggaran lagi, dan engkau kembali pada Syariat yang benar ! ". Syeikh Sya'roni menjawab : "Insya-Allah itu akan terjadi". Setelah itu, Syeikh Nasir menyuruh pembantunya untuk mengeluarkan kitab "Al-Mudawwanah" dari almari, dan menyuruhnya mengantarkannya ke rumah Syekh Sya'roni . Beberapa saat setelah sampai di rumah Syeikh Sya'roni , pembantu itu mohon diri untuk pulang. Namun Syeikh Sya'roni menahan dan meminta agar ia mahu menginap barang satu malam. Keduanya mengisi malam itu dengan bercengkerama sampai larut malam. Ketika malam telah melampaui sepertiganya, Syeikh Sya'roni masuk ke kamar kholwatnya. Kira-kira seperempat jam, beliau keluar untuk membangunkan pembantu itu agar sholat tahajjud. Lalu dia bangun, berwudlu dan sholat bersama Syeikh Sya'roni sampai menjelang subuh. Selesai solat Subuh mereka berdua membaca Al-Qur'an bersama, lalu mengamalkan wirid masing masing sampai matahari terbit. Menginjak matahari setinggi tombak Syeikh Sya'roni mengajaknya untuk ke kamar dan makan pagi bersama. "Tolong kembalikan kitab al-Mudawwanah ini pada Syeikh Nasir dan sampaikan rasa terima kasih saya" ucap Syekh Sya'roni setelah acara makan pagi selesai. Khodim Syeikh Nasir ini hairan dan bertanya-tanya dalam hatinya : "Apa maksud Syeikh Sya'roni ini, meminjam kitab hanya satu malam saja? Apa yang telah dilakukannya dengan kitab ini? ". Ketika dia sampai pada gurunya dan mengembalikan kitab tersebut Syeikh Nasir tambah marah pada Syekh Sya'roni . Di tengah rasa marah ini Syeikh Nasir ditanya tentang suatu masalah yang mengharuskannya untuk membaca kitab Al-Mudawwanah. Ketika membukanya ia kaget karena di situ ada catatan-catatan tangan Syeikh Sya'roni . Demikian lembar demi lembar selalu ada catatan tangan Syeikh Sya'roni . Karena hairan dengan kenyataan ini Syeikh Nasir bertanya pada muridnya tadi : "Apa yang dilakukan Syeikh Sya'roni dengan kitab ini?". Diapun menjawab: " Demi Allah… dia tidak berpisah dariku kecuali hanya dua puluh minit, beliau tidak meninggalkan wiridan dan tahajjudnya ". Demi mendengar keterang muridnya ini, Syeikh Nasir lalu pergi menghadap Syeikh Sya'roni dengan tanpa memakai alas kaki dan tutup kepala. Ketika sampai di hadapan Syeikh Sya'roni Syeikh Nasir berkata : "Sekarang aku bertaubat. Aku tidak akan berani lancang pada golongan ahli Tasawwuf". Syeikh Sya'roni lalu berkata : "Mahukah tuan aku tunjukkan kitab ringkasan kitab Al-Mudawwanah, yang aku lakukan malam itu ? kalau memang ada yang menerimanya itu semata-mata anugerah Allah , dan barokah Izin Nabi J. Kalau tidak ada yang menerimanya maka aku akan menghapusnya dengan air". Lalu Syeikh Nasir memberikan kata pengantar, dan memuji kitab Syeikh Sya'roni ini. Di antara karomah Imam Sya'roni adalah suatu ketika ia tidur di rumah kawannya di sebuah ruang terpencil yang banyak jinnya. Pada petang harinya kawannya ini menyalakan lampu di ruangan itu, menutup pintu lalu meninggalkan Syeikh Sya'roni sendirian. Lalu datanglah sekelompok jin. Mereka mematikan lampu dan mengitari Syeikh kita ini hendak mengganggunya. Tahu akan apa yang terjadi Syeikh Sya'roni berkata : " Demi keagungan Allah…. Kalau saja aku mahu menangkap salah satu di antara mereka, nescaya tidak akan ada satupun yang mampu melepaskannya". Lalu Imam Sya'roni tertidur dengan tenang seperti tidak ada apa- apa. Di antara karomahnya adalah, suatu ketika Imam Sya'roni berkata : "Aku diberi anugerah oleh Allah berupa pengetahuan apakah seorang wali sedang berada dalam kuburnya atau tidak. Karena memang para wali dalam kuburnya mempunyai aktifitas tersendiri. Mereka selalu datang dan pergi. Keistimewaan ini juga di miliki oleh Syeikh
‘Ali al-Khowwas guru Syeikh Sya'roni . Sang guru ini kalau melihat seseorang mahu ziaroh ke makam seorang wali kadang-kadang mengatakan : "Cepatlah pergi kesana, karena sebentar lagi sang wali mahu pergi untuk keperluan! ". Suatu ketika Syeikh Sya'roni ziarah ke makam Syeikh Umar Ibn al-Faridl , tapi tidak menjumpainya dalam kuburannya. Setelah itu, Syeikh Umar datang kepadanya, sambil berkata :

"Maafkan saya, karena tadi aku ada keperluan".


Wafat

Imam Sya'roni wafat pada tahun 973 H 1565 M.

Habib Abdurrahman As-Seggaf, Mengungguli Ulama dan Auliya Di Zamannya

Habib Abdurrahman As-Seggaf, Mengungguli Ulama dan Auliya Di Zamannya
Habib Abdurrahman Assegaf adalah salah seorang tokoh para wali dan ulama dari Ahlil Bait Al-Ba'alawi yang kembali kepadanya sebahagian nasab keluarga Ba'alawi di Hadramaut.
Beliau dilahirkan di Tarim pada tahun 739H. Nama sebenarnya ialah Habib Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Al-Faqih Al-Muqoddam. Dijuluki Assegaf karena ilmunya mengugguli ulama dan auliya di zamannya. Beliau adalah kakek dari Alaydrus, bin Syihabuddin, bin Syeikh Abubakar, Alatas, Al-Hadi, Ba-Aqil, Al-Baiti dan lain-lain.

Sebahagian dari karamah beliau diriwayatkan bahawasanya hampir setiap tahunnya banyak orang melihat beliau sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ketika ditanyakan oleh sebahagian murid beliau: "Apakah anda pernah berhaji?" Jawab beliau: "Jika secara zahir tidak pernah".Diriwayatkan oleh salah seorang murid beliau yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail: "Pada suatu hari aku pernah di masjid Sayid Abdurrahman As-Seggaf. Waktu itu aku merasa lapar sekali, tapi aku malu untuk mengadukan pada beliau tentang keadaanku. Rupanya beliau tahu akan keadaanku yang sebenarnya. Beliau memanggilku ke atas loteng masjid. Anehnya kudapatkan di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lazat. Waktu kutanya dari manakah mendapatkan makanan itu?" Beliau hanya menjawab: "Hidangan ini kudapati dari seorang wanita". Padahal kutahu tidak seorangpun yang masuk dalam masjid".
Seorang murid beliau yang bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib berkata: "Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Sayid Abdurrahman, beliau berkata: "Kami tidak akan solat Maghrib kecuali di Fartir Rabi'". Kami sangat hairan sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi' matahari muali terbenam. Sehingga kami yakin bahawa dengan kekaramahan beliau sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya. Kata sebahagian murid beliau: "Kejadian itu sama seperti yang pernah terjadi pada diri Syeikh Ismail Al-Hadrami".
Diriwayatkan pula bahawasanya pada suatu hari beliau sedang duduk di depan murid-murid beliau. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka: "Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini". Apa yang diucapkan oleh beliauitu terjadi seperti yang dikatakan.
Waktu Sayid Abdurrahman As-Seggaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, beliau mengatakan pada isterinya yang sedang hamil: "Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini". Kemudian beliau memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.
Diriwayatkan pula ada sebuah perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam. Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dngan menyebut nama Sayid Abdurrahma As-Seggaf. Orang yang menyebutkan nama Sayid Abdurrahman As-Seggaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang yang kebetulan tidak percaya pada Sayid Abdurraman As-Seggaf. Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Sayid Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan Sayid Abdurrahman As-Seggaf yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Sayid Abdurrahman As-Seggaf. Belum selesaimenyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air. Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.
Pernah diriwayatkan bahawa salah seorang pelayan Sayid Abdurrahman As-Seggaf ketika di tengah perjalanan kenderaannya dan perbekalannya dirampas oleh seorang dari keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah menyebut nama Sayid Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika orang yang merampas kenderaan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan menjamah kenderaan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritikal itu si perampas berkata pada pelayan yang dirampas kenderaan dan perbekalannya: "Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi. Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Sayid Abdurrahman As-Seggaf, beliau berkata: "Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, kerana kami juga mendengar suara perlahan".
Sebenarnya karamah beliau sangat banyak sehingga sukar untuk disebutkan semua. Beliau wafat di kota Tarim pada tahun 819H dan dimakamkan di perkuburan Zanbal. Makam beliau banyak dikunjungi orang.

Perbedaan tingkat pendidikan Muridin ( calon Wali Allah )

Menurut daftar pengajaran Sufi murid-murid itu dibagi atas tiga golongan, sebagaimana kitab-kitab Sufi pun dibagi atas tiga golongan bagi masing-masing mereka. Pembagian golongan itu adalah pertama mubtadi, orang-orang yang baru mempelajari ilmu Syari'at, yang belum suci sama sekali hatinya dari pada ma'siat, ria, ujub, takabur dan ma'siat lahir yang lain,
kedua mutawasith, orang-orang yang dianggap menengah, berada di tengah dalam mempelajari thariqat, tetapi hatinya belum suci semua daripada maksiat bathin, dan ketiga muntahi, orang-orang yang telah sangat lanjut, yang telah suci roh dan hatinya daripada ma'siat lahir dan bathin, dan telah suci pula ingatannya daripada selain Allah, yang biasanya dinamakan orang-orang arifin, telah sampai kepada ma'rifat.
Singkatnya, Perbedaan tingkat pendidikan mereka adalah :
Bagi tingkatan mubtadi, biasanya pendidikannya berupa pengantar menuju hakikat. Bagi tingkatan mutawasith, biasanya pendidikan mereka adalah pendalaman hakikat dan pengantar bagi ilmu laduni
Bagi tingkatan muntahi, biasanya pada tingkatan ini, mereka tidak lagi membutuhkan kitab. Mereka yang menulis kitab, karena mereka sudah berkecimpung dalam ilmu laduni.
Untuk golongan mubtadi dianjurkan membaca karangan-karangan Ghazali, seperti kitab "Bidayatul Hidayah", kitab "Minhajul Abidin" kitab "Arba'in fi Usuliddin", kitab "Sirus Salikin", yang merupakan keringkasan dari kitab Ihya karangan Ghazali, kitab "Ihya Ulumuddin", semuanya adalah karangan Imam Ghazali. Banyak lagi kitab-kitab Ghazali yang dianjurkan, baik dalam bentuk keringkasan maupun dalam bentuk perluasannya, mukhta- sar atau syarh dan hasyiah, karena kitab-kitab Ghazali itu banyak mendapat pujian dari ulama-ulama Sufi. Kata Syeikh Husen Faqih : "Kitab-kitab Imam Ghazali itu adalah laksana obat menghilangkan racun-racun yang ada pada orang jahil dan orang mubtadi terselip dalam jiwanya, selain daripada itu juga bermanfa'at untuk menjaga serta mengawasi ulama-ulama yang mengaji ilmu zahir (ilmu fiqh atau syari'at), begitu juga dapat menuntun orang-orang yang menjalankan ilmu tharekat, tidak kurang berfaedah bagi orang-orang yang muntahi, yang arifin, yang muqarrabin, yang mencari jalan kepada Tuhan, walaupun kepada golongan terakhir ini sangat dianjurkan memakai kitab-kitab Syaziliyah, karena lebih banyak mengandung ilmu rahasia yang pelik-pelik mengenai hati, atau kitab-kitab Ibn Arabi, karena di dalamnya banyak terdapat perkara-perkara yang bersangkutan dengan zauq, wujdan manazilah, maqamat dan ihwal.
Untuk tingkat pertama itu dianjurkan juga memakai kitab "Qutul Qulub", karangan Abu Thalib Al-Makki, kitab "Risalah Al-Qusyairi", karangan Abul Qasim Al-Qusyairi, lebih baik yang telah dikomentari oleh Zakaria Al-Ansari, begitu juga kitab "Al-Ghaniyah", karangan Abdul Qadir Al-Jilani, kitab "Awariful Ma'arif", oleh Umar Suhrawardi, Adabul Muridin" oleh Muhammad bin Habib Suhrawardi, "Mafatihul Fallah" oleh Ibn Atha'illah, "Futuhatul Ilahiyah" oleh Zakaria Al-Ansari, dan banyak lagi kitab-kitab lain karangan Sya'rani, Mabtuli, Qasim Al-Halabi, Ibn Umar, Al-Marsafi, Al-Qusyasyi, Al-Kurani, Al-Idrus, An-Naqsyabandi, Al-Haddad, Al-Bakri, mengenai thariqat, As-Samman Al- Madani, Abdur Rauf bin Ali Al-Jawi Al-Fansuri, yang bermacam- macam namanya dan bermacam-macam pula isinya, ada yang mengenai kejiwaan, ada yang mengenai akhlak, ada yang mengenai thariqat, ada yang mengenai khalawat, pelajaran dan mauizah dan sebagainya.
Di antara kitab-kitab yang dianjurkan dipelajari oleh golongan Sufi tingkat kedua mutawassith kebanyakan mengenai ilmu thariqgat, mengenai suluk, mengenai zikir dan wirid, mengenai roh dan kehidupan wali-wali, mengenai zauq dan maqam ma'rifat, mengenai tahqiq dan lain-lain yang leb.h pelik dan lebih sukar dari kitab-kitab untuk tingkat pertama. Misalnya "Kitab Hikam", karangan Ibn Atha'illah As-Sakandari Asy-Syazili, yang dikomentari oleh Ibn Ibad, begitu juga komentar atas kitab itu yang diperbuat oleh Ahmad Al-Marzuku dan komentar karangan An-Nagsyabandi dan Ahmad Al-Qusyasyi serta banyak komentar-komentar lain yang tebal-tebal dan sulit-sulit, selanjutnya juga dipergunakan karangan Ibn Atha'illah itu, yang bernama "At-Tanwir fi Isgatid Tadbir" dan karangannya, yang bernama "Latha'iful Minan", dengan segala syarah dan hasyiyahnya. Begitu juga dianjurkan mempergunakan kitab-kitab Hikam karangan Abi Madiyah, yang dikomentari oleh Ibn Allan, karangan Ibn Ruslan dengan komentar dari Syeikh Islam Zakaria Al-Ansari, yang bernama "Fathurrahman" dan dengan komentar Ahmad Ibn Allan, begitu juga dengan komentar An-Nablusi, selanjutnya kitab "Futuhul Ghaib", karangan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, kitab "Al-Kibrit" karangan Qutub Al-Idrus, kitab "AI-Masabir", karangan Suhrawardi, begitu juga kitab "Al-Jawahir wal Bawasit", karangan Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya'rani, "Risalah Qawaninul Ahkam wal Asyrat ilas Sufiyah", karangan Abul Mawahib Asy-Syazili, komentar "Qasidah", karangan Ibn Allah, kitab "Mi'rajul Arwah", karangan As-Saqqaf, kitab "Jawahirul Khams", karangan Al-Ghaus, dengan syarah-syarahnya, kitab "Fusulut Tahiyah", karangan Bafadhil, kitab "MiftahulMu'iyah fit Tharikah Nigsyabandiyah", karangan Abdul Ghani An-Nablusi dengan beberapa komentar dan silsilah, ki- tab "Dhiya'us Syamsi alal Fathil Qudsi", karangan Mustafa AI- Bakri, kitab "Asrarrul Ibadat", karangan Syeikh Muhammad Samman, dan kitab-kitab yang lain karangan ulama Sufi ini dengan bermacam-macam syarahnya.
Golongan yang ketiga, yang dinamakan golongan muntahi, golongan yang dianggap tingkat pengajarannya sudah sampai kepada ilmu hakikat, yang acap kali digelarkan dengan nama arifin, dianjurkan membaca kitab-kitab yang berisi ilmu laduni, ilmu ma'rifat terhadap Tuhan, ilmu yang sudah mencapai tingkat ainul ya- kin dan hakkul yakin, seperti kitab-kitab karangan Syeikh Muhyidin Ibn Arabi, seperti kitab "Fusulul Hikam", dengan syarah An-Nablusi, dan dengan syarah Syeikh Ali Al-Muhayimi, selanjutnya kitab Ibn Arabi, yang bernama "Mawaqi'un Nujum" dan Fatuhatul Makkiyah" dengan komentar yang aneka warnanya. Begitu juga dianjurkan membaca kitab-kitab "Insanul Kamil", karangan Syeikh Abdul Karim Al-Jairi, kitab "Sirrul Masun", karangan Imam Ghazali, begitu juga kitabnya yang bernama "Misykatul Anwar" dan "AI-Maqsadul Aqsha", dan kitab-kitab yang lain karangan Imam Ghazali mengenai masalah-masalah ilmu hakikat, sabar dan syukur, mahabban, mengenai tauhid, mengenai tawakkul dan lain-lainnya, yang meskipun sudah dibicarakan dalam kitab Ihya, tetapi diperluas dan diperdalam pembicaraannya dalam karangan-karangan yang tersendiri.
Di antara kitab-kitab yang dianjurkan juga untuk golongan ini ialah kitab "Tuhfatul Mursalan", yang membicarakan martabat tujuh, karangan Fadhullah Al-Hindi, dengan Syarah-syarahnya oleh Al-Kurdi, Al-Madani, yang membuat komentar bernama "Tahyatul Mas'alah", begitu juga kitab yang bernama "Idhahul Maqsud", mengenai ma'na wihdatul wujud, dan banyak lagi kitab kitab yang lain mengenai masalah cahaya suci karangan Sya'rani, mengenai kasyful hijab dan asrar, pembukaan hijab dan rahasia, mengenai masalah jin, mengenai cermin hakikat oleh Al-Qusyasyi, mengenai ruhul qudus oleh bermacam-macam wali, begitu juga kitab yang sangat dianjurkan, bernama "Jawahirul Haqa'iq, karangan Syeikh Syamsuddin bin Abdullah As-Samathrani, "Sumatra Aceh", mengenai masalah wihdatul wujud, di antara kitab yang bernama "Idhahul Bayan fi tahqiqi masa'ilil A'yan", karangan Abdur Rauf Al-Fansuri (dari Singkil Aceh, Sumatra), dan kitab-kitab lain yang sekian banyaknya mengenai ilmu hakikat, thariqat dan ma'rifat, yang tidak kita sebutkan di sini karena sangat memanjang pembicaraan.
Ditegaskan, bahwa mempelajari segala ilmu hakikat itu yaitu ilmu yang bersangkut-paut dengan zat, sifat dan af'al Tuhan dalam segala alamnya, dalam alam roh, dalam alam misal, dan dalam alam ajsam dengan masalah yang pelik-pelik dan sukar itu, ialah sesudah murid-murid itu mempunyai pengetahuan tentang Syari', yang zahir, seperti ilmu tauhid dan usuluddin, ilmu fiqh dan lain-lain, dan mempunyai ilmu syari'at seperti ilmu tasawuf dan akhlak. Orang Sufi menghukumkan haram mempelajari ilmu hakikat ini, sebelum seseorang mengetahui ilmu syari'at zahir dan bathin itu. Maka oleh karena itu banyak guru melarang murid-muridnya membaca kitab-kitab mengenai hakikat, sebelum datan pada waktunya.
Tetapi sesudah dianggap datang masanya, maka sangat dianjurkan membaca kitab-kitab itu, seperti yang pernah dikemukakan oleh Al-Jili, bahwa banyak sekali pada masanya orang-orang Arab, Persi, Hindi, dan Turki membaca kitab-kitab mengenai ilmu hakikat itu, dan jika pembacaannya itu akan membawa kepada amalnya, dan menggiatkan ia berbuat ibadat serta melawan hawa nafsunya, maka sampailah ia kepada tujuannya menjadi orang-orang tingkat arifin dan mursyid yang kamil. Apakah kitab-kitab itu harus dipelajari memakai guru? Pertanyaan ini dijawab oleh Syeikl Mustafa Al-Bakri dalam kitabnya "AI-Ka'sur Raqiq", bahwa ha yang demikian itu tidak perlu, mereka tidak perlu memakai guru, karena dalam tingkat muntahi ini orang-orang itu dianggap sudah layak membaca sendiri, karena mereka sudah merupakan orang salih, orang yang sudah mencapai martabat yang tinggi sebagaimana pernah diterangkan oleh Ibn Arabi dalam kitabnya "Mawaqi'in Nujum".
Orang Sufi menganggap suatu fadhilat, suatu amal yang tinggi nilainya mempelajari ilmu-ilmu Sufi itu, karena ketinggian nilai ilmu-ilmu itu kitab-kitabnya.

Syekh Saman Al-Madani Al-Hasani (pendiri Tarekat Sammaniyah)

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Hasani ai-Madani al-Qadiri al-Quraisyi. Ia adalah seorang fakih, ahli hadis, dan sejarawan pada masanya. Dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 1132 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1718 Masehi. Keluarganya berasal dari suku Quraisy.
Semula, ia belajar Tarekat Khalwatiyyah di Damaskus. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik zikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah SWT yang akhirnya disebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.
Demi memperoleh ilmu pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negeri yang pernah ia singgahi untuk menimba ilmu di antaranya adalah Iran, Syam, Hijaz, dan Transoxiana (wilayah Asia Tengah saat ini). Karyanya yang paling terkenal adalah kitab Allnsab. Ia juga mengarang buku-buku lain, seperti Mujamu al-Masyayikh, Tazyilul Tarikh Baghdad, dan Tarikh Marv.
Kemuliaan
Syekh Muhammad Samman dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik kitab Manaqib Syaikh al-Waliy al-Syahir Muhammad Saman maupun Hikayat Syekh Muhammad Saman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman.
Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan, dan kekeramatannya. Konon, ia memiliki karamah yang sangat luar biasa. "Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus," kata Abdullah al-Basri. Padahal, kata seorang muridnya, ketika itu Syekh Samman berada di kediamannya sendiri.
Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib. diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir Jailani.
Suatu ketika, Syekh Muhammad Samman berkhalwat (menyendiri) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu. datang Syekh Abdul Qadir Jailani yang membawakan pakaian jubah putih. "Ini pakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya. Konon, Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW untuk menyebarkannya kepada penduduk Kota Madinah.
Wa Allahu A lam.

Sheikh Al-Habib Yusuf Al-Hasani

Siapakah Beliau ?
Sheikh As-Syarif al Imam Yusuf Muhyiddin Riq El-Bakhur Al-Hasani. Beliau berketurunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein r.a., kedua-dua cucu kesayangan Rasulullah s.a.w.

KELAHIRAN DAN KEHIDUPAN BELIAU:
Beliau dilahirkan di Aka, Lubnan. Kini, beliau tinggal di Lubnan dan Kanada.

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BELIAU:
Pada awalnya, beliau menuntut di Lubnan. Seterusnya, beliau melanjutkan pengajiannya di Institut Fiqh (Islamic Study) pada tahun 1974 dalam bidang Ijazah Sarjana Muda. Beliau juga turut mengambil pengajian Sarjana Muda di Al-Azhar dan tamat pada tahun yang sama, dalam bidang Al-Syariah wa Al-Qonun. Beliau melanjutkan Ijazah Sarjana di Al-Azhar dalam bidang Al-Syariah wa Al-Qonun dan tamat pada tahun 1989. Seterusnya, beliau dianugerahkan ijazah Kedoktoran (Ph.D) Kerhormat daripada Universiti Islam Lubnan pada tahun 1991.

ANTARA GURU-GURU BELIAU:
Beliau mengambil tarbiah sufiyah secara khusus dari As-Sheikh Al-Mursyid Sidi Abdul Qadir Isa r.a. yang merupakan mursyid bagi Tarikat As-Syazuliyah Ad-Darqowiyah. Setelah dilihat kelayakan Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani, dalam memikul tugas sebagai mursyid, maka Sidi Sheikh Abdul Qadir Isa r.a. memberi izin wirid 'am dan khas tarikat As-Syazuliyah dan izin irsyad dan tarbiah kepada beliau. Sheikh Yusuf merupakan khalifah Sheikh Abdul Qadir Isa r.a. yang termuda dari kalangan keempat-empat khalifah beliau. Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani pernah dibawa oleh Sheikh Abdul Qadir Isa r.a. untuk bertemu dengan guru beliau sendiri iaitu Sheikh Muhammad Al-Hasyimi. Sheikh Muhammad Al-Hasyimi turut memberi izin wirid am dan khas tarikat As-Syazuliyah kepada Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani r.a.. Sheikhuna Yusuf Al-Hasani bersahabat dengan Sheikh Abdul Qadir Isa sehinggalah ke hujung hayat Sheikh Abdul Qadir Isa r.a.. Setelah kewafatan Sheikh Abdul Qadir Isa r.a., Sheikhuna Yusuf juga turut mencari mursyid lain sebagai tabarruk dan merasakan diri masih lagi memerlukan tarbiah dari seorang mursyid, walaupun pada ketika itu, beliau sudahpun mendapat izin sebagai seorang mursyid. Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani mengambil bai'ah tabarruk dari Sheikh Sa'duddin Murod, yang merupakan khalifah utama Sheikh Abdul Qadir Isa r.a.. Sheikh Sa'duddin Murod turut memberikan kepada Shiekh Yusuf Al-Hasani izin tarbiah khalwah dan izin wirid am dan khas tarikat As-Syazuliyah. Bukan sekadar itu sahaja, malah Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani turut menemui Sheikh Al-Habib Abdul Qadir As-Saggaf untuk mengambil bai'ah tarikat daripada beliau seterusnya menjadi murid beliau. Sheikh Abdul Qadir As-Saggaf lantas memberi kepada Sheikhuna Yusuf Al-Hasani, izin irsyad tarikat As-Syazuliyah, kerana melihat keahlian yang dimiliki oleh Sheikhuna Yusuf. Di samping itu juga, Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani mengambil bai'ah tarikat daripada beberapa mursyid tarikat berlainan lantaran itu, turut menerima izin irsyad dari mursyid-mursyid tarikat tersebut. Antara mursyid-mursyd tersebut adalah:

1. Sheikh Soleh Farfur ( thariqat As-Syadziliyah juga )
2. Sheikh Sayyid Muhammad bin Sayyid 'Alawi Al-Maliki ( thariqat Alawiyah )
3. Sheikh Uthman Sirajuddin An-Naqsyabandi ( thariqat An-Naqsyabandiyah )
4. Sheikh Muhammad Na'im Al-Jailani Al-Asyarafi ( thariqat Al-Qadiriyah )
5. Sheikh Muhammad Zaki Ad-Din Ibrahim (thariqat Asyirah Muhammadyah)
6. Sheikhuna Sidi Yusuf Al-Hasani juga meriwayatkan hadis-hadis musalsal dan sanad-sanad hadis dan ilmu agama secara umum dari Sheikh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki r.a. dan Sheikh Muhammad Zaki Ibrahim.

AKTIVITI-AKTIVITI BELIAU:
*Pengarah Yayasan Islam Kanada, di Hamilton, Kanada pada tahun 1981 sehingga hari ini.
*Pensyarah di Universiti Islam Lubnan.
*Ahli Jawatan Kuasa Majlis Fatwa Lubnan.
*Anggota Majlis Ulama' di Syria.
*Seorang pendakwah peringkat antara bangsa (Syam, Kanada, Mesir, Jepun dan AsiaTenggara).
*Mursyid atau Sheikh Tarikat Al-Asyirah Al-Muhammadiyah di Hamiton, Kanada.
*Murobbi Tasauf khususnya dalam Tarikat Syadziliyah, Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Darqowiyah, Alawiyah dan sebagainya.
*Pengasas Dar El-Hasani Center, iaitu tempat perhimpunan anak-anak murid beliau di Mesir.
*Penasihat Kehormat Institut Pengajian Ar-Razi, Pulau Pinang, Malaysia

Kewargaan: Libanon
T. Tgl Lahir: Libanon pada Tahun 1948.

Pendidikan:
*Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Atas di Libanon 1967 M
*Menyelesaikan Pendidikan pada Institut Hukum Islam di Fakulti Syariah Islam di Universiti Islam Syria 1974 M
*Menyelesaikan Pendidikan Hukum Islam dan Hukum Sivil internasional pada Fakulti Syari'ah Islam dan Hukum Universiti Al-Azhar 1989 M

Jabatan :*Terpilih sebagai Guru Besar sekaligus wakil Mufti pada Lembaga Fatwa di Libanon 1975 - 1982 M
*Imam Masjid di Hamilton Canada Amerika Utara 1982 -1986 M
*Pembimbing Spiritual (Murobi) pada 2 Masjid Bosnia & Hamilton di Toronto, di samping pada berbagai Komuniti Muslim di Amerika Utara 1992 M

Jabatan lainnya :*Terpilih sebagai da'i kehormatan dan Penasihat umum dalam bidang hukum agama dan moral Islam di seluruh komuniti muslim di Amerika Utara.
*Diangkat sebagai khotib Besar di Masjid Agung di Beirut Libanon.
*Pensyarah Fikih Ushul Fikih di Universiti Al-Azhar.
*Penasihat dan Pembimbing spiritual Tasawwuf dan Studi Islam di Universiti Al Razi Malaysia.
*Da'i kehormatan negara-negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapore, Brunei, Japan dan lain-lain.
*Pimpinan Umum Persatuan Da'i Tasawuf internasional.

Lain-lain:
*Pakar bidang studi perbandingan antara fikih Hanafiah dan madzhab-mdzhab lain, serta pemikiran Islam.



Antara mutiara kata beliau:
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "مَن استَسلم في البداية, أكرمه الله في النهاية".

Sesiapa yang menyerahkan urusannya kepada Allah s.w.t. (tawakkal) pada permulaan suluknya, maka Allah s.w.t. akan memuliakannya di penghujung suluknya.
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "من كانت بدايته مخرقة, كانت نهايته مشرقة".
Sesiapa yang mana permulaannya membakar-bakar atau menyala-nyala, maka penghujungnya akan terang benderang.
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله :"البدايات تدل على النهايات".

Permulaan menunjukkan penghujungnya.
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "الصدق مع الله أقرب الطريق الى الله".

Kejujuran kepada Allah s.w.t. merupakan jalan yang paling hampir untuk menuju Allah s.w.t..
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "الغفلة باب كل خطيئة والنفس باب كل ذلة".

Kelalaian itu pintu bagi segala kesalahan dan nafsu itu pintu bagi segala kehinaan.
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "المريد ليس من انتسب الى شيخه ولكن المريد من انتسب شيخه اليه".

Seseorang murid yang hakiki itu bukanlah yang menisbahkan kepada gurunya, tetapi murid yang hakiki itu ialah, orang yang dinisbahkan akan gurunya kepadanya.
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "لأن أموت صادقا خير من أن أعيش كاذبا".

ٍSesungguhnya, kalau saya mati dalam keadaan jujur (kerana mempertahankan kebenaran) itu lebih baik daripada saya hidup dalam keadaan penuh tipu daya.
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "لا تتعلق بالعبادة لأن التعلق لا يكون إلا بالله".

Janganlah bergantung kepada ibadah, kerana ketergantungan tidak boleh kecuali hanya kepada Allah s.w.t..
قال شيخنا سيدي يوسف الحسني - حفظه الله : "كم من منة أورثتك الندامة وكم من بكاء أورثتك السرور".

Berapa banyak kenikmatan yang membawa kepada penyesalan dan berapa banyak pula tangisan yang membawa kepada kegembiraan di penghujungnya.
Semoga Allah s.w.t. terus menjaga, menaungi dan membantu dakwah Sheikhna Yusuf Al-Hasani dan semoga Allah s.w.t. membalas jasa Sheikhna Yusuf di atas pengorbanan, jasa dan tarbiah beliau
Aaaaaamiiiin.

Manaqib Al-Quthbil Mutasyarrif Syeikh Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf (Abil Yusfiah) QS.




Jama’ah diRahmati oleh Allah. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, didalam Kitab Nashoihul Ibad karangan Syeikh Imam Nawawi Al-Banteni disebutkan : Bahwa menyebut nyebut dan mengingat atau bahkan membaca kisah orang sholeh yang menjadi kekasih Allah merupakan salah satu penyebab akan turunnya Rahmat Allah ketika itu. Dengan ini pula kita berharap semoga dengan berkumpulnya kita saat ini, menjadi sebab akan terlimpahnya Rahmat Allah kepada kita sekalian, diampuni segala dosa kita dan berakhir dengan keridhoan Allah SWT. Aamiin Allahumma Aamiin.

Berkat Rosululloh, Berkat Wali Wali Allah, Berkat Syeikh Sayyid Abil Qurthuby Alkaf, Berkat Syeikh Sayyid Muhammad bin Umar Al Aydrus, Berkat Syekh Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf  ... Alfaatihah.

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم . اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . اَللّٰهُمَّ صَلّ عَلٰي سَيّدِنَا وَ نَبِيّنَا وَ حَبِيْبِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰي اٰلِهِ وَ صَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ

 

Dengan Nama Allah … Memuji lah Daku kepada-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya  kepadaku dalam Menyusun sebuah Manaqib singkat Syeikh Sayyid Abil Yusfiah Alkaf ini. Sholawat serta Salam pun senantiasa ku panjatkan pula kepada Nabi Pembawa Risalah Ketuhanan yang merupakan Imam sekalian Para Nabi & Rosul-Nya. Nabi yang sama sama kita harapkan Syafa’atnya dunia sampai akhirat kelak, beliau ialah Baginda Nabi Besar Muhammad saw. Semoga Kesejahteraan tersebut terlimpah pula kepada Keluarga, Sahabat serta kepada Umat-Nya. Aamiin …

 

Kelahiran sang Syeikh.

Ketika Allah SWT telah menyatukan 2 sari pati dari 2 insan yang taat kepada-Nya, maka terbentuklah saat itu janin yang suci yang terus menerus berkembang menjadi cahaya yang siap untuk keluarkan ke alam dunia. Tepat di Tahun 1934 M atau 1352 H lahirkan Sayyid Muhammad Yusuf bin Ali bin Mudatsir bin Husein bin Abdurrahman bin Ahmad Alkaf. Nama dan Darahnya mengalir darah seseorang yang Allah cinta dan Allah Masyhurkan di 4 Kitab terdahulu yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW, melalui darah itulah maka terjalinlah sebuah simpul Rahasia yang Indah. Sungguh alangkah Agungnya nasab itu laksana untaian permata & bintang gemintang yang selalu gemerlap cahayanya.

Tak banyak diketahui kehidupan selanjutnya, namun semua tak jauh dari Hal Ihwal anak anak pada umumnya, yang senantiasa bermain dengan penuh kebahagian, namun ditengah keceriaan-nya itu, ayahnya tak lupa pula dan selalu menempa dirinya dalam berbagai Ilmu Agama. Sayyid Muhammad Yusuf sangat menghormati kedua orang tuanya bahkan menjadikan mereka laksana keramat hidup.

Beranjak dewasa Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf sudah menunjukan kegemarannya dalam bidang Tasawwuf, dari sinilah dimulainya perjalanan ruhaniyah beliau. Berkat Inayah dan Hidayah Allah, Sayyid Muhammad Yusuf bertemu serta ber-Bay’at kepada Seorang Wali Mastur yang Gelarnya Al-Quthub Syekh Sayyid Muhammad bin Umar Al-Aydrus. dengan perlahan sang guru pun mem-Bay’at denga kalimat :

Aku Ridho Allah sebagai Tuhan-ku

Islam sebagai Agama-ku

Muhammad SAW sebagai Nabi-ku

 

Dilantik menjadi Seorang Mursyid.

Dan setelah beberapa tahun menemani sang Guru, Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf mulai menunjukan kualitas Bathiniyah nya kepada sang Guru tersebut. Setelah dilihat oleh sang Guru, maka Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf di Talqin serta di Lantik menjadi seorang Mursyid yang kelak akan menggantikan sang Guru, dan sejak saat itu banyaklah orang yang datang untuk ber-Bay’at kepadanya. Namun dalam proses yang cukup panjang murid –murid angkatan pertama sangat membuat Bathin Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf  sedih dikarenakan tidak adanya kemajuan yang nampak pada semua murid murid nya.

Ketika larut dalam kesedihan, Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf pun ber-Tawajjuh kepada Allah Azza Wa Jalla.

“ Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang timbul dari diri-ku, dan dari kejahatan makhluk yang Engkau pegang ubun-ubunnya.

“Ya Allah, Yang selalu mengurus makhluk-nya

Dengan Rahmat-Mu perbaikilah semua urusanku, dan janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri atau kepada seseorang dari makhluk-Mu sekejap mata pun.

Ya Allah, Engkau Dzat Pemilik segala Kuasa, diatas segala Kelemahan Hamba-Nya.

Dzat Pemilik segala Kehendak, diatas segala tiada daya upaya.

Dzat Pemilik segala Pengetahuan, diatas segala kejahilan.

Dzat Pemilik segala Kehidupan, diatas segala Kematian.

Dzat Pemilik segala Pendengaran, diatas segala Ketulian.

Dzat Pemilik segala Penglihatan, diatas segala Kebutaan.

Dzat Pemilik segala Kalam, diatas segala Kebisuan.

Ya Allah, dengan Ridho-Mu aku terpatri dalam Hadhroh Muhammad Rosululloh yang ke hijau hijuan, dengan Ketetapan-Mu aku Engkau sembunyikan dalam perbendaharaan-Mu dengan ucapan Bismillah Lillah Wa Billah aku Engkau kunci dengan kalimat La Ilaha Illalloh Muhammad Rosululloh.

Setelah selesai dalam Do’a nya, tiba tiba datanglah dua cahaya yang menghampirinya, sejenak kedua cahaya tersebut menjadi dua sosok yang tak lain adalah Gurunya Sayid Muhammad Al-Aydrus yang datang membawa Rosululloh SAW. Dan dialog pun terjadi :

“Assalamu’alaikum Wa Rohmatullohi Wa Barokatuh” ucap kedua sosok tesebut,

“Wa’alaikum salam” jawab Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf.

“Wahai anak-ku … tangis mu bagai duri yang menusuk-ku, jangan kau sesali yang Allah lakukan, sesungguhnya hal tersebut merupakan salah satu Tarbiyah dari Allah kepadamu, dan semua yang Allah lakukan tentunya baik untukmu” Ridho lah apa yang Allah Ridhoi akan dirimu. ucap Rosululloh saw …

Setelah mendengar pernyataan itu, maka hilanglah kesedihan yang menimpa dirinya, dan diiringi dengan jawaban : “terima kasih Ya Rosululloh, atas Nasehat serta kedatangan-mu padaku”

Tak lama perlahan dua sosok itupun hilang dalam hiasan cahaya yang cukup menawan.

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63).

Setelah mengalami isyarat tersebut, mulai lah Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf mengumpulkan semua anak anaknya serta mengajarkan mereka suatu Amaliyah Tharekat kepada semua anaknya itu. Dan ternyata membuahkan hasil yang sangat membanggakan. Para Jama’ah Ahli Wilayyah menyebut dan memberikan gelar kepada anak anak Muhammad Yusuf Al-kaf, yaitu dengan gelar “Permata Bani Yusfiyah”.

“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya :”Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezholiman yang besar. (QS. Lukman :13)

Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf menikah dengan salah satu Dzurriyat Syekh Arsyad Al-Banjari yang bergelar Lubabah Muta’abbidah (wanita yang ahli ibadah) seorang wanita sholehah yang luar biasa perangainya, lembut tutur katanya, indah menawan parasnya, Wanita yang memilik Kesabaran yang ekstra, yang tidak pernah durhaka kepada suami serta memiliki kasih sayang kepada siapapun.

Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash RA. Rosululloh SAW pernah bersabda : ‘’Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik baik perhiasan adalah wanita sholehah”

Tak banyak para wali yang melahirkan seorang wali pula, namun tidak bagi Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf dengan bimbingan serta kesabaran-nya pula maka dari sekian banyak anak anaknya Satu yang menjadi Unggulan Para Nabi & Wali di Zaman ini, yang termasyhur dilangit dan tersembunyi di bumi, beliau adalah SULTHONUL AWLIYA  SYEIKH SAYYID ABIL QURTHUBY ALKAF.

“warisan bagi Allah SWT dari hamba-Nya yang beriman adalah puteranya yang beribadah kepada Allah sesudahnya’’ (HR. Ath-thahawi)

 

Karomah Syekh Sayid Abil Yusfiah Al-kaf

Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf adalah seorang yang Mukasyaf. Diceritakan datanglah seseorang dengan permintaan untuk Sholat Hadiah untuk salah satu keluarga nya, singkatnya setelah terlaksana sholat hadiah tesebut, maka Syekh Sayid Abil Yusfiah Al-kaf mengajukan pertanyaan kepada seseorang tersebut yang tidak beliau kenal sebelumnya,

‘’Apakah almarhum mati tenggelam ?” Tanya Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf, Mendengar pernyataan itu, seseorang tersebut bingung dan kaget bagaimana Syekh ini mengetahui hal itu,

Pernah salah satu Muhibbin bermimpi beliau, dalam mimpinya ia melihat dan menyaksikan Syekh Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf hendak melakukan Sholat, tatkala mengangkat Takbirotul Ihrom nampak oleh seorang wali itu Syekh Sayid Abil Yusfiah Al-kaf “Hilang” dan Karam pada cahaya Hijau.

 

Wafatnya Syekh Sayyid Muhammad Yusuf Alkaf.

Tepat pada bulan Ramadhan Syekh Sayid Muhammad Yusuf Al-kaf telah kembali yang sebenar benarnya kembali, para jama’ah ahli wilayyah mengatakan sehari sebelum wafatnya beliau, jama’ah ahli wilayyah telah menjemput beliau sebelum Malaikat Izrail AS. Sebagian lagi ada yang menyebutkan wafatnya beliau tepat pada turunya Malam Lailatul Qodr. 

 

Wasiat Syekh Sayid Abil Yusfiah Al-kaf

1.    1.  Jangan durhaka kepada Allah & Rosul-Nya.

2.      2. Jangan durhaka pula kepada kedua orangtua.

3.      3. Jadikan Sabar dan Ridho sebagai pakaian sehari hari.

4.     4. Prasangka baik akan melapangkan hati & menguatkan keyaqinan kepada Allah.

5.      5. Upayakan melengkapi ibadah sunnah setelah yang fardhu.

6.      6. Perbanyak Istigfar serta Sholawat agar hidup berkah dunia akhirat.

7.      7. Perbanyak diam dan mengingat kematian.

Demikianlah Manaqib singkat Syekh Sayid Muhammad Yusuf Al-kaf QS .... Mudah mudahan ada manfaat dan penyebab turun nya Rahmat Allah bagi kita sekalian. Mohon maaf jika ada kesalahan dan ketidak sempurnaan dalam Manaqib ini. Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk diantara hamba-hamba Nya yang istimewa, selamat dunia akhirat dipenuhi akan berkah dan Ridho Allah. Semoga Allah meridhoi mereka dan berkat mereka semoga Allah juga meridhoi kita semua. Aamiin.



Mengenal Diri

‘Barangsiapa mengenal diri (sejati)nya, akan mengenal Tuhannya’. Man ‘Arafa Nafsahu, Faqad ‘Arafa Rabbahu. Konon itu kata-kata Baginda Rasulullah SAW (walaupun masih ada banyak perdebatan mengenai siapa sebenarnya yang mengucapkan kata-kata tersebut, tapi di kalangan pejalan ruhani yang pernah mimpi bertemu dengan Baginda Rasul SAW, konon Beliau membenarkan bahwa kata-kata tersebut adalah kata-katanya —red.).

Tapi seberapa susahnya sebenarnya mengenal diri itu? Sebegitu pentingnya kah hal itu sehingga bisa mengantarkan seseorang pada suatu pengenalan yang sungguh agung, sesuatu yang dicita-citakan oleh siapa saja yang percaya, pengenalan akan Tuhan? Bukankah yang disebut “saya” ini ya saya, ya yang ini? Tidakkah kita semua tahu dan kenal diri kita sendiri?

Not so fast, fella. Mari kita resapi kisah berikut ini.

: : : : : : :

waiting at the door

Dalam keadaan sakratul maut, seseorang tiba-tiba merasa berada di depan sebuah gerbang. “Tok, tok, tok,” pintu diketuk.

“Siapa di situ?” ada suara dari dalam.

Lalu dia seru saja, “Saya, Tuan.”

“Siapa kamu?”

“Watung, Tuan.”

“Apakah itu namamu?”

“Benar, Tuan.”

“Aku tidak bertanya namamu. Aku bertanya siapa kamu.”

“Eh, saya anak lurah, Tuan.” Wajahnya mulai plonga-plongo.

“Aku tidak bertanya kamu anak siapa. Aku bertanya siapa kamu.”

“Saya seorang insinyur, Tuan.”

“Aku tidak menanyakan pekerjaanmu. Aku bertanya: siapa kamu?”

Sambil masih plonga-plongo karena nggak tahu mau menjawab apa, akhirnya ditemukanlah jawaban yang rada agamis sedikit.

“Saya seorang Muslim, pengikut Rasulullah SAW.”

“Aku tidak menanyakan agamamu. Aku bertanya siapa kamu.”

“Saya ini manusia, Tuan. Saya setiap Jumat pergi jumatan ke masjid dan saya pernah kasih sedekah. Setiap lebaran, saya juga puasa dan bayar zakat.”

“Aku tidak menanyakan jenismu, atau perbuatanmu. Aku bertanya siapa kamu.”

Akhirnya orang ini pergi melengos keluar, dengan wajah yang masih plonga-plongo.

Dia gagal di pintu pertama, terjegal justru oleh sebuah pertanyaan yang sungguh sederhana: siapa dirinya yang sebenarnya.

: : : : : : :

Nggak mudah, tho? Coba pikir, kita nggak paham siapa kita, maka kita punya tradisi besar mengasosiasikan sesuatu terhadap diri kita: nama, profesi, titel, jenis kelamin, warna kulit dan rambut, foto wajah (seperti yang di KTP, our identification!). Kita melabeli diri kita dengan sesuatu itu, kita pun nyaman dengan label itu, lalu merasa bahwa label itulah diri kita. Think again: apakah ‘aku’ sama dengan ‘tubuhku’?

Ah, Watung, itu cuma permainan kata!

Mungkin saja. Tapi perhatikanlah kalimat orang-orang agung itu: “Barangsiapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya.”

Knowing others is wisdom
Knowing the self is enlightenment.
Mastering others requires force
Mastering the self requires strength.

- Tao Te Ching

Does it make you wonder, my dear?

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati