1 Tamparan yang menjawab 3 Pertanyaan

Seorang santri bertanya kepada kiainya, “Ada tiga pertanyaan yang mengganjal di pikiranku, dan menurutku ini adalah petanyaan yang cukup sulit,” ungkapnya.
“Silakan tanya saja, Insya Allah, saya coba membantu.”
“Baiklah. Pertama, jika Allah I itu memang ada, tolong tunjukkan wujudnya. Kedua, apakah takdir itu? Dan ketiga, kalau setan diciptakan dari api, mengapa Allah I menyiksa setan dengan memasukkannya ke dalam neraka yang juga terbuat dari api?”
Sampai di situ, sang kiai langsung menampar pipi si santri dengan keras.
“Itulah jawaban dari semua pertanyaan kamu,” katanya.
“Maksud kiai?”
“Bagaimana tamparan saya? Sakit?”
“Tentu saja,” jawab santrinya.
“Jadi kamu percaya dengan adanya sakit?”
“Itukan biasa.”
“Sekarang tunjukkan wujud sakit itu.”
Si santri pun terdiam.
“Itulah jawaban atas pertanyaan kamu yang pertama. Allah itu ada. Bukti-buktinya terasa. Hanya kita tidak mampu melihatnya. Sebelumnya, apakah kamu bermimpi atau setidaknya memperkirakan bahwa hari ini kamu kena tampar?”
Si satri menggeleng.
“Itulah takdir. Selanjutnya pipi kamu dilapisi apa?” Tanya kiai lagi.
“Kulit,” jawab santrinya.
“Tangan ini?”
“Kulit juga.”
“Itulah jawaban pertanyaan kamu yang ketiga,” kiai mengakhiri jawabannya dengan lugas.

(Dikutip dari dari tulisan Muhammad Zaha al-Farisi dalam bukunya “Like Father Like Son”).

GELAR

Timur Lenk mulai mempercayai Nasrudin, dan kadang mengajaknya berbincang soal kekuasaannya.
“Nasrudin,” katanya suatu hari, “Setiap khalifah di sini selalu memiliki gelar dengan nama Allah. Misalnya: Al-Muwaffiq Billah, Al-Mutawakkil ‘Alallah, Al-Mu’tashim Billah, Al-Watsiq Billah, dan lain-lain. Menurutmu, apakah gelar yang pantas untukku ?”
Cukup sulit, mengingat Timur Lenk adalah penguasa yang bengis. Tapi tak lama, Nasrudin menemukan jawabannya. “Saya kira, gelar yang paling pantas untuk Anda adalah Naudzu-Billah* saja.”
* “Aku berlindung kepada Allah (darinya)”

Masail Waliyulloh

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Q.s. Yunus: 62).

Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda:
Allah Swt berfirman, ‘Barangsiapa yang menyakiti seorang wali, berarti telah memaklumkan perang terhadap-Ku melawan dia. Seorang hamba bisa mendekatkan diri kepada Ku dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Kuperintahkan kepadanya. Dia senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku mencintainya. Tak pernah Aku merasa ragu-ragu melakukan sesuatu seperti keraguanku mencabut nyawa seorang hamba-Ku yang beriman, karena dia tidak menyukai kematian dan Aku tak suka menyakiti hatinya; tetapi maut itu adalah sesuatu yang tak bisa dihindari.“(Hr. Ahmad, Hakim dan Tirmidzi).

Kata wali mempunyai dua makna. Yang pertama berasal dari bentuk fa’iil (subyek) dalam pengertian maf’ul (obyek). Artinya orang yang diambil alih kekuasaannya oleh Allah swt. Sebagaimana telah difirmankan oleh-Nya, “... dan Dia mengambil alih urusan (yatawalia) orang-orang saleh.” (Q.s. AI-A’raf 196). Sejenakpun si wali tidak mengurusi dirinya.

Arti yang kedua berasal dari bentuk fa’iil dalam pengertian penekanan (mubalaghah) dari faa’il. Yaitu orang yang secara aktif melaksanakan ibadat kepada Allah dan mematuhi-Nya secara terus menerus tanpa diselingi kemaksiatan.

Kedua arti ini mesti ada pada seorangwali untuk bisa dianggap sebagai wali yang sebenarnya, dengan menegakkan hak-hakAllah swt. atas dirinya sepenuhnya, disamping perlindungan Allah swt. padanya, di saat senang maupun susah.

Salah satu persyaratan seorang wali adalah bahwa Allah melindunginya dari mengulangi dosa-dosa (mahfudz), seperti halnya salah satu persyaratan seorang Nabi adalah bahwa dia terjaga dari segala dosa (ma’shum). Siapa pun yang berbuat dengan cara yang menyimpang dari syariat Allah swt. berarti telah tertipu.

Suatu ketika Abu Yazid al-Bisthamy berangkat untuk mencari seseorang yang oleh orang-orang lain digambarkan sebagai seorang wali. Ketika sampai ke masjid orang tersebut, dia lalu duduk dan menunggu orang tersebut keluar. Orang itu pun keluar setelah meludah di dalam masjid. Abu Yazid pun pergi begitu saja tanpa memberi salam kepadanya, dan berkata, `Inilah orang yang tak bisa dipercaya untuk melaksanakan adab yang benar seperti dinyatakan dalam hukum Allah. Bagaimana mungkin dia bisa diandalkan untuk menjaga rahasia-rahasia Allah swt ?”

Terdapat ketidaksepakatan di kalangan kaum Sufi mengenai apakah diperbolehkan bagi seseorang untuk menyadari bahwa dirinya adalah seorang wali atau bukan. Sebagian mereka mengatakan, “Hal itu tidak diperbolehkan. Sang wali harus selalu introspeksi dirinya dengan pandangan penuh hina. Jika suatu karomah terjadi melalui dirinya, dia merasa takut jika karomah tersebut merupakan godaan dan dia senantiasa merasa takut jika keadaan akhirnya berlawanan dengan keadaannya sekarang.” Para Sufi yang berpendapat seperti ini menjadikan syarat kewalian, harus selaras dengan keteguhannya hingga akhir hayat.

Akan tetapi, sebagian Sufi mengatakan, “Boleh saja seorangwali mengetahui bahwa dirinya adalah wali, dan kesetiaan pada kewalian sampai akhir hayat sang wali bukanlah persyaratan untuk mencapai derajat kewalian di saat ini.”

Jika kesetiaan seperti itu merupakan prasyarat untuk mencapai derajat kewalian, bahwa seorangwali akan dianugerahi suatu karamah tertentu yang dengannya Allah memberitahukan kepadanya mengenai kepastian keadaan akhirnya. Sebab, kepercayaan terhadap karomah seorang wali adalah wajib. Yakni, walaupun ia dipisahkan rasa takut akan keadaan akhirnya, namun sikapnya mengagungkan dan me-Mahabesarkan bisa meningkatkan kondisi batin secara lebih efektif daripada banyaknya rasa takut itu sendiri.

Ketika Nabi saw bersabda, “Sepuluh orang sahabatku akan berada di surga,” maka sepuluh orang itu sangat percaya kepada sabda Rasulullah saw dan mengetahui kepastian nasib mereka. Hal ini tidaklah membuat cacat keadaan mereka. Sebab di antara syarat sahnya memahami`secara benar mengenai kenabian menuntut pemahaman mengenai definisi mukjizat, disamping itu juga pengetahuan tentang hakikat karomah. Karena itu tidaklah mungkin bagi seorang wali, manakala dia menyaksikan suatu karomah terjadi di depan matanya, tidak mungkin ia tidak membedakan antara karomah dan lainnya. Jika menyaksikan hal seperti itu, sang wali mengetahui bahwa dia berada di jalan yang benar.

Sang wali juga diperkenankan mengetahui realita yang akan datang dengan tetap konsisten pada kekinian perilakunya. Dianugerahi pengetahuan ini sendiri adalah suatu karomah. Ajaran tentang - karomah wali adalah benar, sebagaimana dipersaksikan oleh banyak riwayat Sufi. Di antara syeikh yang menyepakati hal ini dan pernah saya jumpai adalah Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq.


- Syaikh Abul Qosim al-Qusyairy -

Kalam Habib Abdullah Al-Haddad (Masalah Mimpi)



Mimpi adalah bagian dari kenabian1 dan memiliki alam tersendiri. Alam mimpi merupakan dinding pemisah antara kasyf yang bersifat bathin dengan kesadaran (yaqdhoh) yang bersifat dhohir.

Kewalian biasanya diawali dengan mimpi sebagaimana yang dialami Rasulullah saw pada awal kenabian. Namun tidak setiap mimpi yang dialami oleh seseorang merupakan bagian dari kenabian. Bagi orang yang suka mencampuraduk-kan yang haq dengan yang b thil, kecil kemungkinannya untuk bermimpi benar (sidq). Syarat untuk dapat bermimpi benar adalah bersikap jujur dan menjauhkan diri dari khayalan- khayalan buruk. Adakalanya orang yang suka mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil mendapatkan mimpi yang benar. Namun setan menambahkan hal-hal buruk ke dalamnya sehingga tabir mimpi itu menjadi kabur.

Terhadap orang yang dalam keadaan jaga, mendengar dan berpikir, setan mampu menguasainya, apalagi sewaktu ia tidur, saat kesadarannya hilang, setan tentu lebih mampu menguasainya. Jika batin seseorang sehat, maka kelemahan tubuh tidak akan mempengaruhi mimpinya. Seseorang yang sakit keras atau mengalami gangguan cairan tubuh, khususnya: lendir dan cairan empedu hitam, kadang kala mengalami halusinasi2. Sakit keras dan gangguan pada cairan tubuh ini dapat mengacaukan mimpi. Imam Al-Ghazali rhm menyebutkan bahwa orang yang suka berbicara sendiri tentang hal-hal yang tidak masuk akal, menyibukkan lisannya dengan pembicaraan yang sia-sia, begitu pula orang yang berdusta tentang mimpinya, maka sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan mimpi yang benar. Pahamilah dan renungkanlah, karena pengetahuan ini sangat berharga. Hanya dari Allah-lah taufik itu dan hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan ber-inabah.



1)Abu Hurairah ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Tiada yang tertinggal dari kenabian kecuali kabar-kabar gembira (Al-Mubassyirit)." Mereka bertanya, "Apa itu kabar gembira?" Beliau menjawab, "Impian yang baik." (HR Bukhari, Malik dan Abu Daud).

Abu Hurairah ra berkata, "Apabila telah mendekati hari kiamat, maka mimpi orang mukmin hampir tidak pernah dusta. Dan mimpi seorang mukmin adalah 1/46 bagian dari kenabian." 
(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)

2).Hippocrates berpendapat bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang didukung oleh keadaan konstitusional yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang itu, yaitu:

1.sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
2.sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),

3.sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir), dan
4.sifat panas terdapat dalam sanguis (darah).
Keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dalam proporsi tertentu. Apabila cairan-cairan tersebut adanya dalam tubuh dalam proporsi selaras (normal) orangnya normal (sehat), apabila keselarasan proporsi tersebut terganggu maka orangnya menyimpang dari keadaan normal (sakit). (Sumadi Suryabrata, Psikologi kepribadian, PT Raja Grafindo Persada, Mei 1993, hal. 12)

Bay'at Jarak Jauh Via Internet Kepada Mawlana Syaikh Nazim


Bay'at Jarak Jauh via Internet kepada Mawlana Syaikh Nazim Adil

Bismillah hir Rohman nirRohim
Assalaamu'alaykum wr wb...

Bagi yang belum berkesempatan mengambil bay'at dari Sulthanul Awliya Mawlana
Syaikh Nazim Adilal-Haqqani an Naqsybandi, maka dimanapun tempat tinggal kalian
maka di zaman internet ini, bay'at bisa via internet.

Mawlana Syaikh Nazim telah memberi otorisasi pada website berikut
click : http://www.sheiknazim.com/portal-bin/content/view/291/138/

Caranya sangat mudah:
Tinggal pandangi foto Mawlana Syaikh Nazim (diatas)kemudian, angkat tangan kanan dan
baca " Assalamu'alaykum ya Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazim al Haqqani -
aku letakkan tanganku pada tangan Anda untuk meminta bay'at agar menjadi murid
Anda dalam Thariqat Naqsyabandi Haqqani Aliyah. "

Kemudian Baca : Allahuu, Allahuu, Allahuu Haqq" - 3 kali
Kemudian baca Fatihah untuk : Nabi Muhammad (saw), Shah Bahaudin Naqshaband ,
Sultan ul Awliya Grandsyaikh Abdullah Faiz Dagistani dan pada Mawlana Syaikh
Nazim al Haqqani.

Bukankah semua amalan tergantung niatnya ? Dan niat itu berasal dari alam ruh,
maka tunggu apa lagi ... BERIBADAHLAH WALAUPUN SEMUA ORANG MENGANGGAPMU
GILA...BERBAYATLAH WALAU ENGKAU HARUS MERANGKAK MENDATANGINYA.

wa min Allah at tawfiq !

Mahabbah (cinta)


Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzily

Beliau r.a. menceritakan dari gurunya: Tekunilah bersuci dari kesyirikan; setiap kali berhadas, maka kamu bersuci; jangan sekutukan Allah dengan sesuatu pun. Dan dari noda cinta dunia; setiap kali condong kepada suatu syahwat, kamu meluruskan

dengan tobat apa yang telah atau hampir dirusak oleh hawa nafsu.

Kamu harus mencintai Allah Swt. dalam pengagungan dan kesucian. Biasakanlah minum dengan gelas-Nya (sekaligus) bersama kemabukan dan kesegaran: Setiap kali tersadar atau terbangun, teruslah minum sehingga jadilah mabukmu dan segarmu dengan-Nya. Hingga kamu lenyap dengan keindahan-Nya dari cinta dan dari minuman, kemuliaan, dan gelas, dengan apa yang tampak bagimu dari cahaya keindahan-Nya dan kegungan-Nya yang suci dan sempurna.

Barangkali aku berbicara kepada orang yang tidak mengenal cinta dan minuman, minum, gelas, kemabukan, maupun kesegaran. Seseorang berkata kepadanya, “Benar. Berapa banyak orang yang tenggelam dalam sesuatu, tetapi ia tidak mengetahui ketenggelamannya. Karena itu, kenalkanlah kepadaku dan ingatkan aku terhadap apa yang tidak aku ketahui atau terhadap apa yang telah Dia anugerahkan kepadaku sedangkan aku lalai.”

Aku berkata kepadanya, “Baiklah. Cinta adalah pikatan dari Allah terhadap hati hamba yang mencinta dengan apa yang Dia singkapkan untuknya dari keindahan-Nya, kesucian kesempurnaan keagungan-Nya, cahaya-cahaya dengan cahaya-cahaya, nama-nama dengan nama-nama, sifat-sifat dengan sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan dengan perbuatan-perbuatan (af’al). Dan menjadi luas pandangan padanya bagi orang yang Allah kehendaki.

Minum adalah penuangan hati, sendi-sendi, dan nadi-nadi dari minuman ini hingga memabukkan. Dan minum itu adalah dengan pelatihan demi pelatihan dan pembersihan (pendidikan). Karena itu, masing-masing dituangkan sesuai dengan kadarnya, Sebagian mereka dituangkan tanpa media atau perantara, Allah Swt. yang menangani hal ini untuknya. Sebagian lagi dituangkan dari sudut media-media dengan perantara-perantara seperti malaikat, para ulama, tokoh-tokoh besar dari kalangan muqarrabin (dekat kepada Allah). Dan, sebagian lagi bahkan mabuk dengan menyaksikan gelas sebelum mencicipinya sedikit pun. Bagaimana adanya menurutmu setelah mencicipi, setelah minum, setelah puas, setelah mabuk dengan minuman? Kemudian, kesegaran setelah itu di atas ukuran-ukuran yang berbeda sebagaimana kemabukan demikian juga halnya.

Gelas adalah makrifat kepada al-Haqq. Dia mengerjakan minuman yang suci murni lagi jernih itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-Nya yang diberikan kekhususan di antara para makhluk-Nya. Maka, kadang-kadang peminum menyaksikan gelas itu secara bentuk lahir, kadang-kadang menyaksikan nya secara maknawi, dan kadang-kadang menyaksikan nya secara ilmiah. Bentuk adalah jatah fisik badan dan nafsu, maknawi adalah jatah akal dan hati, dan ilmiah adalah jatah bagian roh dan sir (matabatin). Oh duhai minuman, betapa lezatnya.

Sungguh beruntung orang yang meminum darinya, senantiasa terus-menerus, dan tidak diputus darinya. Maka, kita memohon kepada Allah semoga mendapatkan karunia-Nya. Itu adalah karunia Allah, Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan, Allah memiliki karunia yang sangat besar.

Kadang-kadang jemaah para pencinta berkumpul lalu minum dituangkan kepada mereka dari satu gelas. Kadang-kadang dituangkan kepada mereka dari gelas-gelas yang banyak. Kadang-kadang dituangkan kepada seorang saja dengan satu gelas dan beberapa gelas. Kadang-kadang minuman berbeda sesuai dengan jumlah gelas. Dan kadang-kadang juga berbeda minumnya padahal dari satu gelas, meskipun banyak orang yang telah minum darinya.
Beliau juga ditanya tentang cinta. Beliau menjawab, “Cinta adalah pikatan dari Allah untuk hati hamba-Nya dari setiap sesuatu selain-Nya. Sehingga kamu melihat ego condong kembali ketaatan terhadap-Nya, akal berbenteng dengan maghfirah-Nya, roh terpikat di dalam hadirat-Nya, dan matabatin tercurah dalam musyahadah kepada-Nya. Dan hamba selalu minta tambah, lantas ditambahkan dan meminta dibukakan dengan apa yang lebih manis dari kelezatan munajat-munajat kepada-Nya, lantas dia dibusanai perhiasan-perhiasan pendekatan diatas permadani kedekatan. ltulah yang dinamakan pikiran-pikiran hakikat dan kekokohan ilmu. Oleh karena itu, mereka mengatakan: ‘Para wall Allah itu pengantin-pengantin.’

Seseorang berkata kepadanya, “Sungguh aku telah mengetahui cinta. Lalu, apa minuman cinta, apa gelas cinta, siapa penuang, bagaimana rasanya, siapa peminum, apa kepuasan, apa kemabukan, dan apa kesegaran?” Beliau r.a. menjawab, “Minuman adalah cahaya yang bersinar tajam dari keindahan Kekasih. Gelas adalah kelembutan yang menyampaikan hal itu ke mulut-mulut hati. Penuang adalah Yang Menangani bagi orang istimewa paling agung, dan orang-orang saleh dari para hamba-Nya, Dialah Yang Maha Mengetahui segala ukuran dan kemaslahatan para kekasih-Nya.

Siapa yang disingkapkan untuknya keindahan itu dan menikmatinya dalam satu napas atau dua napas kemudian dibentangkan tirai atasnya, maka dialah pencicip yang merindu, Siapa yang berlangsung baginya hal tu selama satu jam atau dua jam, maka dia adalah peminum sejati. Dan, siapa yang berkelanjutan padanya perkara itu dan penuangan minuman berlangsung terus hingga tenggorokan penuh dan sendi-sendinya dari cahaya-cahaya Allah yang tersimpan, maka itulah kepuasan. Dan, karena ia kehilangan indra dan pikiran, sehingga dia tidak tahu apa yang dikatakan dan apa yang ia katakan, maka itulah kemabukan.

Dan kadang-kadang gelas-gelas beredar di seputar mereka, keadaan mereka pun berbeda-beda. Mereka dikembalikan kepada zikir, keadaan-keadaan, dan ketaatan-ketaatan, serta mereka tidak berhasil dalam menggapai sifat-sifat bersama berdesakannya takdir. Maka, ilmu lah waktu kesegaran mereka, keluasan pandangan mereka, dan bertambahnya amal mereka. Maka, dengan bintang-bintang ilmu dan purnama tauhid, mereka mendapat petunjuk di malam mereka. Dengan matahari-matahari makrifat mereka memperoleh cahaya. Mereka itulah partai Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itu golongan yang menang.

Sebagian Mutiara Munajat Syadzili


Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzily

Al-Syadzili r.a. berkata: Saya seringkali menekuni membaca Ayat Kursi dan ayat-ayat penutup Surah Al-Baqarah dari firman Allah: “Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.

(Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami, ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.“ (QS. Al-Baqarah [2]: 285—286)

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya, Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan, Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 255)
“Katakanlah: ‘Wahai Tuhan Yang Mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dan yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dan yang hidup. Dan, Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS, Ali ‘Imran [3]: 26—27)

Ya Allah, hamba memohon kepada-Mu dampingan ketakutan, penawar kerinduan, kekokohan ilmu, dan kesenantiasaan perenungan. Aku memohon kepada-Mu rahasia dari segala rahasia, yang merupakan penangkal kebengalan agar kami tidak terus-menerus berkutat dalam dosa dan cela. Pilih dan bimbinglah kami untuk mengamalkan kalimat-kalimat-Mu yang telah Engkau bentangkan di hadapan kami melalui lisan Rasul utusan-Mu dan yang Engkau ujikan kepada Ibrahim, kekasih pendamping-Mu, lalu dia herhasil menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 124)

Karenanya, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang baik dari keturunan Adam dan Nuh. Tuntunlah kami untuk menapak jalan para imam orang-orang yang bertakwa. Dan, Allah Maha Melihat para hamba. Tuhanku, hamba telah banyak menzalimi diri hamba dan tiada yang mengampuni dosa selain Engkau. Maka, ampunilah hamba, kasihilah hamba dan terimalah tobat hamba. Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya hamba termasuk orang-orang yang zalim.

Istigfar ini sangat bagus dan laksana cahaya yang mulia. Praktikkanlah, maka kamu akan melihat keajaiban.
Mutiara-mutiara Hakikat dan Hikmah al-Syadzili’

Kebutaan matahati itu pada tiga perkara: saat membiarkan anggota tubuh dalam maksiat kepada Allah, pamer dan riya’ dengan ketaatan kepada Allah, dan tamak terhadap makhluk Allah. Siapa yang mengklaim pandangan matahati bersama satu dari ini, maka hatinya adalah dorongan prasangka-prasangka diri dan bisikan setan.

Jika kamu ingin selamat dari kekaraman kehancuran, ikhlaskan amal kepada Allah dengan syarat ilmu dan jangan kamu senang terhadap dirimu sedikit pun.
Keimanan itu bahwa kamu menyaksikan kepermulaanmu dengan kepermulaan-Nya, keakhiranmu dengan keakhiran-Nya, kezahiranmu dengan kezahiran-Nya, dan ketersembunyianmu (batin) dengan ketersembunyian-Nya.

Orang mulia adalah orang yang kokoh dalam ilmu kewibawaan (Tuhan), bertindak dengan hukum kehendak bukan dengan hukum hawa nafsu, syahwat, dan tabiat.

Hakikat zuhud adalah kekosongan hati dari apa pun selain Tuhan Swt.

Hakikat shidq dan takwa adalah mendapatkan apa yang kamu inginkan bersama Tuhan. Allah Swt. berfirman, “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka.” (QS. Az-Zumar 39: 33-34)

Hakikat ilmu pengetahuan dengan kebaikan adalah menetap di dalamnya dan hakikat ilmu pengetahuan dengan keburukan adalah keluar darinya.

Hakikat niat itu adalah ketiadaan selain yang diniatkan ketika memasukinya. Kesempurnaannya adalah ketika menyertai (melakukannya) secara sempurna.

Hakikat sujud adalah ketundukan hati terhadap hukum-hukum Tuhan.

Hakikat kelenyapan hawa nafsu dari hati adalah mencintai pertemuan dengan Allah pada setiap nafas tanpa memilih keadaan di mana seseorang berada.

Hakikat hijrah (meninggalkan) adalah lupa terhadap yang ditinggalkan.

Hakikat mencinta adalah memandang yang dicinta terang-terangan. Kesempurnaannya adalah kesirnaan dirimu dalam setiap saat dan waktu.

Hakikat cita-cita adalah keterikatan hati dengan sesuatu yang dicita-citakan. Kesempurnaannya adalah hubungan hati kepada Allah dengan bercerai dengan segala sesuatu selain Nya.

Hakikat kedekatan adalah kesirnaan diri dengan kedekatan dari pendekatan yang Mahaagung serta Mahadekat.

Hakikat murid (orang yang menuju kepada Allah) adalah kelenyapan murid karena agungnya yang dituju.

Hakikat kuasa adalah bahwa kekuatannya dari orang yang mencintai lebih besar daripada kekuatannya dari orang yang membencinya.
Saya melihat Rasulullah Saw. lalu saya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah hakikat mengikuti?” Beliau menjawab, “Memandang yang diikuti di setiap sesuatu, bersama setiap sesuatu, dan pada setiap sesuatu.”

Syekh (tinggi derajat dan ilmunya-penj) adalah orang yang menunjukkan kepada ketenanganmu, bukan yang menunjukkan tentang keletihanmu.
Setiap Syekh yang tidak mendatangkan faedah-faedah dari balik tirai, maka dia bukan Syekh.
Bukanlah manusia sempurna orang yang lenyap rasa takut pada dirinya. Hanya saja manusia sempurna adalah orang yang lenyap dengannya rasa takut orang lain. Allah Swt. berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus [10]: 62). Dan bukanlah manusia sempurna orang yang malu pada dirinya. Hanya saja manusia sempurna adalah orang yang selainnya menjadi malu dengannya.

Tasawuf adalah pelatihan diri dalam kehambaan (ubudiyah) dan mengembalikannya kepada hukum-hukum rububiyah.
Sufi adalah orang yang tidak menoleh kepada makhluk dan tidak tenang karena ancaman-ancaman Tuhan al-Haqq .

Pada seorang sufi itu terdapat empat akhlak: berakhlak dengan sifat-sifat Allah Swt, bergandengan dengan perintah-perintah Allah, meninggalkan pemenangan terhadap diri karena malu kepada Allah, dan menetapi permadani bersama Allah dengan kejujuran.

Kaum sufi dari makhluk dalam lipatan matabatinnya seperti debu di udara; tidak ada dan tidak pula tiada, sesuai posisi mereka dalam ilmu Allah. Jadi, `awaridh (hal-hal tidak tetap) yang melintasi matabatin hanya untuk menentukan atau mengokohkan agar dengan itu dia mengetahui hakikat tauhid.

Bergaul dengan ulama besar itu dengan empat sifat:
1. Melepaskan diri dari lawan-lawan mereka, condong dan cinta, dan mengkhususkan bagi mereka.
2. Menaruh perhatian (mendengarkan) di depan mereka dan meninggalkan keinginanmu kepada keinginan mereka.
3. Mengutamakan perkataan dan perbuatan mereka, serta memelihara akidah-akidah mereka.
4. Bercita-cita dengan apa yang menjadi cita-cita mereka dengan syarat kesesuaian dengan perbuatan-perbuatan mereka.

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati