INTERMEZZO : BERSAMA MASTER SUFI MAWLANA SYEIKH NAZIM ADIL


Mawlana Syaikh Nazim Adil al HaqqaniMursyid 7 Tariqah Sufi : Naqshbandi, Qodiri, Rifai, Mevlevi, Syadzili, Tijani, Chisty

- Stress -Seorang businessman yang super sibuk bertanya pada syekh apa yang harus dilakukannya sehubungan dengan rutinitasnya yang tak pernah berhenti dan menimbulkan stress. "Berhenti saja." Jawab Mawlana

- Khalwat - Saat itu syekh Nazim bercerita tentang khalwat. Terjadi kesunyian beberapa saat…seorang murid mencoba memecah kesunyian itu dengan pertanyaan : " Oh! sheikh, apa yang anda lakukan saat ber khalwat?"Mawlana kemudian menatap murid itu dengan tersenyum sambil mengatakan : " Menari!"

- Pendidikan - Seorang pangeran yang mewakili sekelompok murid mengatakan pada Mawlana bahwa mereka berniat melanjutkan pendidikan. Mawlana menjawab dengan berteriak, " Buat apa ?! "
- Oh! Sheikh I Love You - Sebagai tanda cintanya, seorang murid memberi Mawlana sejumlah besar uang dari kantongnya. Oleh Mawlana uang itu diterima dengan senang hati. "Kamu masih butuh uang?" tanya Mawlana. "Oh Masih ya guru. " Jawab murid itu. "Aku terima hadiahmu. Sekarang …aku berikan uang ini padamu." Kata Mawlana dengan tersenyum.

- Bayi - "Oh! sheikh doakan agar aku punya seorang bayi," tanya seorang pria. "Kamu sudah menikah ? " tanya Mawlana. "Belum," Jawab pria itu.Mawlanapun tersenyum ... - Ragu-ragu
- Dialog antara seorang pria dengan Mawlana : "Ya! sheikh, dapatkah kita menggunakan parfum yang mengandung alkohol ?" "Itu alkohol atau parfum?" "Parfum" "Ya, gunakan saja""Tapi sheikh, ada alkoholnya!""Itu alkohol atau parfum?""Parfum""Pakai saja""Tapi sheikh, itu ada alkoholnya!""Berarti kamu ragu-ragu ... "

- Protokol - Suatu ketika Mawlana memberi sebuah suhbah, salah satu pendengarnya adalah seorang politikus yang amat berpengaruh. Politisi itu selalu melirik jam tangannya. "Apakah yang mulia sedang terburu-buruuntuk pergi ke acara lain ? " "Oh! tidak sheikh", jawab politikus itu sambil meminta maaf. Ketika acara telah usai, politikus itu terus menengok limousine-nya. Mawlana bertanya kembali," Apakah limo anda mau pergi sekarang ?" "Oh! tidak sheikh, cuma sopir saya sudah menyalakan mobil," "Anda kan seorang Menteri, mobil dan sopirtidak mungkin pergi meninggalkan anda," kata Mawlana.

- Merokok - Ketika seorang sultan bertanya pada Mawlana, " Oh! sheikh Nazim, apakah anda merokok ?" "Menolong setan?!" Mawlana bertanya kembali pada sultan.

- Kematian - Seorang pria menelpon Mawlana dengan nada putus asa," Oh! sheikh, apa yang harus kulakukan..apa yang mesti kulakukan ? ayahku baru saja meninggal dunia." "Kubur dia," jawab Mawlana kalem.

Sumber : Mevlanasufi.blogspot.com

Tentang Ahli Wilayyah



Tulisan ini saya tujukan kepada orang-orang yang ingin mencari dan bertemu dengan Kekasih Allah yang setiap zaman diturunkan oleh Allah SWT ke dunia untuk membimbing manusia agar tetap di jalan yang diridhai-Nya. Tulisan ini mudah-mudahan bisa membuka hijab orang-orang yang selama ini mengingkari adanya Wali Allah. Siapakah Wali Allah itu? Dan bagaimana kita bisa mengetahui kalau seseorang mempunyai derajat Wali? Berikut pendapat para Syekh tentang Wali Allah.

Abu Yazid al Busthami mengatakan: 
Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya. Mereka itu terkurung pada sisi-Nya di dalam hijab (dinding penutup) kegembiraan dan takkan dapat melihat kepada mereka seorangpun di dunia ini maupun diakhirat, yakni tiada dapat mengetahui rahasia mereka.

Al Quthub Abdul Abbas al Mursi, menegaskan dalam kitab yang ditulis oleh muridnya, Lathaiful Minan, karya Ibnu Athaillah as Sakandari, “Waliyullah itu diliput ilmu dan makrifat-makrifat, sedangkan wilayah hakekat senantiasa disaksikan oleh mata hatinya, sehingga ketika ia memberikan nasehat seakan-akan apa yang dikatakan seperti identik dengan idzin Allah. Dan harus dipahami, bagi siapa yang diidzinkan Allah untuk meraih ibarat yang diucapkan, pasti akan memberikan kebaikan kepada semua makhluk, sementara isyarat-isyaratnya menjadi riasan indah bagi jiwa-jiwa makhluk itu.” 

Di antara para wali terdapat wali-wali Allah yang pangkatnya sangat digandrungi oleh para Nabi dan para Syuhada’ pada hari kiamat seperti hadits Rasulullah Saw :
Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Pernah Rasulullah Saw ditanya tentang siapa para wali Allah itu? Beliau menjawab: “Mereka itulah pribadi-pribadi yang apabila dilihat orang, niscaya Allah Swt disebut bersama (nama)-Nya.” Mereka terbebas (terselamatkan) dari fitnah dan cobaan dan terhindar dari malapetaka. Nabi bersabda :

اِنَّ ِللهِ ضَنَائِنَ مِنْ عِبَادِهِ يُعْذِيْهِمْ فِى رَحْمَتِهِ وَيُحْيِيْهِمْ فِى عَافِيَتِهِ اِذَا تَوَافَّاهُمْ تَوَافاَّهُمْ اِلَى جَنَّتِهِ اُولَئِكَ الَّذِيْنَ تَمُرُّ عَلَيْهِمُ الْفِتَنُ كَقَطْعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ 
وَهُوَ مِنْهَا فِى عَافِيَةٍ

Sesungguhnya bagi Allah ada orang-orang yang baik (yang tidak pernah menonjolkan diri di antara para hamba-Nya yang dipelihara dalam kasih sayang dan dihidupkan di dalam afiat (sehat yang sempurna). Apabila mereka diwafatkan, niscaya dimasukkan kedalam surganya. Mereka terkena fitnah atau ujian, sehingga mereka seperti berjalan di sebagian malam yang gelap, sedang mereka selamat daripadanya.

Al-Imam al-Ghazaly RA berkata :
Bahwa aku yakin kaum sufiyah itulah yang benar-benar telah menempuh jalan yang dicontohkan oleh Nabi Saw yang dikehendaki oleh Allah. Dan bahwa mendekati Allah dan mengenal-Nya, hanya dapat dicapai dan menempuh satu jalan, yaitu Thariqat, jalan yang ditempuh oleh kaum soufi

Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani

 
Jami' Karamat al-Aulia'. Buku ini diterbitkan beberapa kali di Indonesia dalam beberapa judul, antara lain Kisah-kisah Karamah Wali Allah dan Mukjizat Para Wali Allah. Pengarangnya adalah Yusuf bin Ismail an-Nabhani

Yusuf al-Nabhani adalah ulama yang sangat alim, cerdas, wara', pemberi hujjah, takwa, dan ahli ibadah. Ia selalu menyenandungkan cinta dan pujian untuk Rasulullah Saw dalam bentuk tulisan, kutipan,riwayat, karangan, dan kumpulan syair. Nama lengkapnya adalah Nasiruddin Yusuf bin Isma`il al-Nabhani, keturunan Bani Nabhan, salah satu suku Arab Badui yang tinggal di Desa Ijzim, sebuah desa di bagian utaraPalestina, daerah hukum kota Haifa yang termasuk wilayah Aka, Beirut.


Al-Nabhani lahir pada 1265 H dan dibesarkan di Ijzim. Ia menghafal Al-Qur'an dengan berguru kepada ayahandanya sendiri, Isma'il bin Yusuf, seorang syaikh berusia 80 tahun. Pada usia lanjut, Isma`il bin Yusuf masih dikaruniai akal, pancaindra, kekuatan, dan hafalan yang sempuma, rajin beribadah, dan bacaan Al-Qur'an-nya sangat bagus. Setiap tiga hari sekali, Isma`il mengkhatamkan Al-Qur'an, hingga khatam tiga kali dalam seminggu. Keistimewaan dan kelebihan ini sangat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan pribadi Yusuf al-Nabhani, yang selalu dibekali hidayah dan ketakwaan dari ayahnya yang saleh di lingkungan yang bersih dan suci.

Selesai mengkhatamkan hafalan Al-Qur'an, Yusuf al-Nabhani disekolahkan orang tuanya ke Al-Azhar, dan mulai bergabung pada Sabtu awal Muharram 1283 H. Ia tekun belajar dan menggali ilmu dengan baik dari imam-imam besar dan ulama-ulama umat yang kritis dan ahli ilmu syariat dan bahasa Arab dari empat imam madzhab.

Ia sangat tekun berikhtiar dan meminta bimbingan kepada orangorang berilmu tinggi yang menguasai dalil aqli dan naqli, sehingga ia dapat mereguk samudra ilmu mereka dan mengikuti metode keilmuan mereka. Hal ini berlangsung sampai bulan Rajab 1289 H. Kemudian ia mulai berkelana meninggalkan Mesir untuk ikut serta menyebarkan ilmu dan mengabdi kepada Islam, agar bermanfaat bagi kaum muslimin dan meninggikan mercusuar agama.

Ketika namanya semakin terkenal, bintangnya semakin bersinar, dan banyak orang mendapatkan bimbingan dan petunjuk darinya, ia diangkat sebagai pejabat pengadilan di wilayah Syam, dan akhirnya menjadi ketua Pengadian Tinggi di Beirut. Pekerjaannya itu dijalaninya dengan penuh kesungguhan dan niat menolong serta dianggapnya sebagai ibadah disertai niat yang tulus ikhlas. Hatinya senantiasa berzikir dan membaca Al-Qur'an, banyak bershalawat untuk Rasulullah Saw., keluarga, dan sahabat-sahabat beliau. Yusuf al-Nabhani selalu mengisi waktu malam dan siangnya dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah tanpa henti, bosan, atau lupa. Tak terhitung banyaknya peristiwa luar biasa yang terjadi padanya, peristiwa-peristiwa yang hanya dikhususkan untuk para wali dan hamba Allah yang selalu dekat dengan-Nya.

Syekh Yusuf al-Nabhani mereguk samudra ilmu dan imam-imam ternama di Al-Azhar. Di antaranya adalah:
  • Syaikh Yusuf al-Barqawi al-Hanbali, syaikh pilihan dari mazhab Hanbali
  • Syaikh Abdul Qadir al-Rafi'i al-Hanafi al Tharabulusi, syaikh pilihan dari masyarakat Syawam
  • Syaikh Abdurrahman al-Syarbini al-Syafi`i
  • Syaikh Syamsuddin al-Ambabi al-Syafi'i, satu-satunya syaikh pada masanya yang mendapat julukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu. Dan gurunya ini, Yusuf al-Nabhani belajar Syarah Kitab al-Ghayah wa al-Tagrib fi Fighi al-Syafi`iyyah karya Ibnu Qasim dan Al-Khathib al-Syarbini, dan kitab-kitab lainnya dalam waktu 2 tahun.
  • Syaikh Abdul Hadi Naja al-Ibyari (wafat tahun 1305 H.)
  • Syaikh Hasan al-'Adwi al-Maliki (wafat tahun 1298 H.)
  • Syaikh Ahmad al-Ajhuri al-Dharir al-Syafi`i (wafat tahun 1293 H.)
  • Syaikh Ibrahim al-Zuru al-Khalili al-Syafi'i (wafat tahun 1287 H.)
  • Syaikh al-Mu'ammar Sayyid Muhammad Damanhuri al-Syafi`i (wafat tahun 1286 H.)
  • Syaikh Ibrahim al-Saga al-Syafi'i (wafat tahun 1298 H) Darinya, Yusuf al-Nabhani mempelajari kitab Syarab `al-Tahrir dan Manhaj karya Syaikh Zakaria al-Anshari al-Syafi`i, berikut catatan pinggir kedua kitab tersebut, selama tiga tahun, hingga Al-Nabhani dianugerahi ijazah sebagai pertanda atas kapasitas dan posisi keilmuannya.



Tawasul Sayidil Walid Al-Habib Abdurahman Assegaf


إِلَهِى بِجَاهِ اْلأَنْبِِيَاءْ وَاْلمَلاََئِكَة

Ya Allah dengan kebesaran para Nabi dan Malaikat

وَبِاْلأَوْلِيَاءِجُدْلَنَابِاْلإِجَابَةِ

Dan dengan karomah para Wali terimalah permohonan kami

إِلهَىِ تَوَسَّلْنَابِقُرْآنِكَ اْلكَرِيْم

Ya Allah dengan perantara Kitab-Mu Al-Qur’an yang mulia

تُنَوِّرْبَصِيْرَتِى وَسَمْعِى وَمُقْلَتِى

Aku mohon terangilah hatiku, pendengaranku dan mataku

وَتُلْهِمُنِى رُشْدِى وَتَرْزُقُنِى عِلْمَ اْﻟ

Dan Ilhamilah aku kebenaran dan berilah aku ilmu

يَقِيْنِ تُوَفِّقْنِى لِحُسْنىِ اْلعِبَادَةِ

Yakin serta taufiq agar aku dapat beribadah dengan sebaik-baiknya

بِأَسْمَآئِكَ اْلحُسْنىَ تَجُوْدُ بِتَوْبَةِ

Dengan Asmaul Husna-Mu Ya Allah berilah aku taubat
نَصُوْحٍ تَغْفِرُلِى ذُنُوْبِى وَزَلَّتِى

Yang sebenar-benarnya, yang dapat mengampuni semua dosa dan kesalahanku

وَتَنْظُرُنِى فِى كُلِّ حَالٍ وَلمَحَةٍ

Dan pandanglah aku dengan pandangan Rahmat-Mu setiap waktu dan kejapan mata

تُنَجِّى بِهَا مِنْ هَوْلِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ

Dengan Asma-Mu Ya Allah selamatkanlah aku dari huru-hara hari kiamat

وَبِالْمُصْطَفَى الرَّسُوْلِ تَشْرَحُ لِى صَدْرِى

Dan dengan kebesaran Nabi yang terpilih Nabi Muhammad Rosululloh lapangkanlah dadaku

تُيَسِّرُلِى أَمْرِى وَتَكْشِفُ كُرْبَتِى

Mudahkanlah urusanku dan lepaskanlah kesukaran dan kesulitanku

وَبِاْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمَلاَئِكَةِ اْلكِرَامْ

Dan dengan kebesaran para Nabi dan Malaikat yang Mulia

تُحَقِّقُ بِالتَّقْوَى وَإِدْرَاكِ غَايَتِى

Kuatkanlah aku untuk bertaqwa dan untuk mencapai tujuanku

بِهِمْ وَبِاْلأَوْلِيَاءِ تُلْحِقُنِى بِهِمْ

Dengan kebesaran mereka dan karomah para Wali pertemukanlah aku dengan mereka,

وَذُرِّيَّتِى وَشِيْعَتِى وَعَشِيْرَتِى

Dan juga keturunanku, para pengikutku dan keluargaku

وَتَصْرِفُ عَنِّى كُلِّ شَرٍّ بِحَقِّهِمْ

Dengan kemuliaan mereka, hindarkanlah aku dari segala kejahatan

وَشَرًّالِذِى شَرٍّ مِنِ انْسٍ وَجِنَّةِ

Dan kejahatan-kejahan, baik yang disengaja dari manusia maupun jin.

بِفَضْلِكَ بَشِّرْنِى بِحُسْنِ اْلخَوَاتِمِ

Dengan karuniaMu Ya Allah, gembirakanlah aku dengan mati Khusnul Khotimah,

وَبِالرَّحْمَةِ ادْخِلْنِى بِدَارِاْلإِقَامَةِ

Dan dengan rahmatMu, masukanlah aku kedalam surgaMu yang abadi

عَلَيْهِمْ مِنَ اْلمَوْلَى صَلاَةٌ وَتَسْلِيْمٌ

Semoga Allah memberikan Rahmat, salam sejahtera kepada mereka

وَرِضْوَانُ ِاسْتَجِبْ إِلَهِى مُنَاجَاتِى

Dan juga keridhoan-Nya terimalah do’aku ini Ya Allah…..

ABU SAID AL-KHARRAZ (SUFI YANG SENANTIASA TAKJUB)

 

Beliau adalah salah satu sufi paling terkenal di lingkaran Sufi di kawasan Baghdad pada pertengahan abad ke sembilan Masehi (abad ketiga Hijrah). Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupannya. Beberapa keterangan menyebutkan beliau pernah berkelana hingga keBasra, Yerusalem, Mekah, Mesir danTunisia.Adadugaan bahwa beliau meninggalkanBaghdad dan Mekah lantaran beliau menghadapi penentangan dari ulama-ulama lain, terutama ulama eksoteris. Al-Kharraz meninggal sekitar tahun 899M.

Meski detail kehidupannya tak banyak diketahui, namun beberapa aspek pemikirannya dapat diketahui karena beliau menulis beberapa risalah yang sebagian masih ada hingga saat ini. Misalnya, Kitab al-Sidq menguraikan maqamat di jalan Sufi. Syekh al-Kharraz memulai dengan menjelaskan hubungan kejujuran dengan ketulusan dan kesabaran; kemudian beliau membahas maqamat yang mesti dilalui para pencari Tuhan: tobat, ilmu tentang nafsu, pengetahuan tentang kejahatan (setan), kehati-hatian, pengetahuan tentang perintah dan larangan Allah; zuhud, iman, takut, malu, pengetahuan tentang anugerah dan berkah Tuhan, cinta, ridha, dan kedekatan. Jalan menuju Tuhan adalah zikir, dan ketika sang salik berhasil mendawamkan (melestarikan) zikir, maka mata hatinya akan segera bercahaya dan tercerahkan dan pikirannya akan jernih; dia akan didekatkan oleh Allah kepada diri-Nya, dan Allah akan “bertahta” di hatinya.  Maka dia akan berbicara dan diam sembari terus berzikir tiada putus. Jiwanya akan mampu melakukan percakapan intim (bermunajat) dengan Allah.

Dalam kitab lainnya, Kitab al-Diya (Kitab Cahaya) Syekh al-Kharraz menguraikan ciri-ciri salik yang berhasil “bertatap muka” dengan realitas Ilahi (ayn al-ayn) dan karenanya ia dikuasai oleh Yang Maha Absolut sehingga dia menjadi orang “yang kebingungan dan takjub.” Orang semacam ini oleh Syekh al-Kharraz dikelompokkan menjadi tujuh golongan. Pertama, ahl al-isyarat, orang-orang yang mencari Allah melalui “isyarat dan kiasan”; kedua, ahl al-ilm, orang-orang yang mencari Allah melalui “pengetahuan diskursif”; ketiga, ahl al-mujahada, yakni orang yang mencari Allah melalui praktik mujahadah atau perjuangan keruhanian; keempat, ahl al-khususiyya, orang khusus yang sampai ke Allah melalui Allah, yakni “ditarik” oleh-Nya; kelima, ahl al-tajrid, orang yang dipisahkan dari segala sesuatu kecuali Allah; keenam, ahl al-istila wa tamkin, yakni para “penguasa” maqam mereka, yang mencapai “keabadian” dalam keadaan tak memperhatikan dunia fana dan selalu hadir di dunia ghaib; dan ketujuh, ahl al-muhabat, orang “terhormat,” orang-orang khusus dari yang khusus. Mereka di bawah oleh Allah ke hadirat-Nya yang tanpa tempat. Manusia jenis ini kehilangan semua atribut kemanusiaannya dan senantiasa terserap dalam Keagungan Allah (Jalal)

Menurut al-Kharraz, Para Wali Allah memandang Tuhannya melalui “hijab” sebab tajalli Allah tanpa hijab akan berakibat destruktif, bahkan ketika Allah bertajalli langsung dalam bentuk yang bisa dicerap – seperti kisah Musa yang pingsan setelah “melihat” tajalli Allah. Hijab ini berbeda dengan hijab orang awam, yang berupa kekotoran dosa dan nafsu. Hijab yang dikenakan atas Wali Allah adalah demi melindungi mereka dari kehancuran total.

PENJELASAN HADITS TENTANG NIAT

فبتقصيرعلمي و قلة فهمي القي اليكم اول حديث في الاربعين النووية اروي ذالك بالاجازة عن سيدي سلطان العلماء سالم بن عبد الله بن عمر الشاطري عن شيخه العلامة الجليل كامل عبدالله صالح عن السيد العلامة عبدالله بن حامد الصافي عن السيد علي بن محمد البطاح عن السيد داود بن عبد الرحمن حجر عن القاضي محمد بن علي العمراني عن القاضي صفي الدين أحمد بن محمد فاطن عن عماد الدين السيد يحى عن عمر مقبول الاهدل عن عبدالله بن سالم البصري عن محمد بن علاء الدين البابلي عن نور الدين علي بن يحى الزيادي عن الجمال السيد يوسف بن عبدالله الارميوني عن الحافظ ابي الفضل جلال الدين عبدالرحمن السيوطي عن علم الدين صالح بن عمر بن رسلان البلقيني عن والده سراج الدين عمر بن رسلان البلقيني عن أبي الحجاج يوسف بن عبدالرحمن المزني عن الامام القطب محي الدين أبي زكريا يحى بن شرف النووي رحمه الله ورضي عنه : عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Dengan kekurangan ilmuku dan sedikitnya pemahamanku, aku tampilkan untuk kalian hadits pertama di dalam kitab Arba’in Nawawi yang saya riwayatkan dari sayyid Salim bin Abdullah bin Umar Asy-Syathiri, dari gurunya sayyid Al-‘Allamah al-Jalil Kamil Abdullah Sholih dari sayyid al-Allamah Abdullah bin Hamid Ash-Shofi dari sayyid Ali bin Muhammad Al-Baththoh, dari sayyid Dawud bin Abdurrahman bin Hjar, dari Qodhi Muhammad bin Ali Al-Imroni, dari Qodhi Shofiyuddin Ahmad bin Muhammad bin Fathin, dari Imaduddin sayyid Yahya bin Umar Maqbul Al-Ahdal, dari Abdullah bin Salim Al-Bashri dari Muhammad bin ‘Alauddin Al-Babili, dari Nuruddin Ali bin Yahya Az-Ziyadi, dari Al-Jamal sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Armiyuni, dari Al-Hafidz Abil Fadhl Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, dari Ilmuddin Sholih bin Umar bin Ruslan Al-Balqini dari ayahnya Srirojuddin Umar bin Ruslan Al-Balqini dari Abil Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Muzanni, dari imam Al-Quthub Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarof An-Nawawi Rahimahullah wa rodhiya ‘anhu :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “ Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niyatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan “.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).
Penjelasan :
Dari sisi Lughoh :
“إنما”: “إن” حرف توكيد ونصب و”ما” كافة ل”إن” عن العمل,
“الأعمال” : مبتدأ مرفوع وعلامة رفعه الضمة الظاهرة,
“بالنيات” جار ومجرور متعلقان بخبر محذوف تقديره كائنة أو مستقرة,
“وإنما”: الواو استئنافية و”إن” حرف توكيد ونصب و”ما” كافة ل”إن” عن العمل,
“لكل” جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر مقدم،
“امرئ” مضاف إليه مجرور بالكسرة الظاهرة،
“ما” اسم موصول بمعنى الذي مبني على السكون في محل رفع مبتدأ مؤخر،
“نوى” فعل ماض مبني على الفتح المقدر منع من ظهوره التعذر، والفاعل ضمير مستتر تقديره هو عائد على الاسم الموصول،
“فمن”: الفاء استئنافية ، “من” اسم شرط مبني على السكون في محل رفع مبتدأ وخبره جملتا فعل الشرط وجوابه
“كانت”: فعل ماض ناقص مبني على الفتح،
“هجرته”: اسم كان مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى الله”: جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر كان،
“ورسوله”: الواو حرف عطف، رسول: معطوف على لفظ الجلالة مجرور بالكسرة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الكسر في محل جر مضاف إليه،
“فهجرته”: الفاء واقعة في جواب الشرط، هجرته: مبتدأ مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى الله”: جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر كان،
“ورسوله”: الواو حرف عطف، رسول: معطوف على لفظ الجلالة مجرور بالكسرة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الكسر في محل جر مضاف إليه،
“ومن”: الواو استئنافية ،
“من” اسم شرط مبني على السكون في محل رفع مبتدأ وخبره جملتا فعل الشرط وجوابه.
“كانت”: فعل ماض ناقص مبني على الفتح،
“هجرته”: اسم كان مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى دنيا”: جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر كان،
“يصيبها”: فعل مضارع مرفوع وعلامة رفعه الضمة الظاهرة، والفاعل ضمير مستتر تقديره هو، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على السكون في محل نصب مفعول به، والجملة الفعلية صفة ل”دنيا”،
“أو امرأة”: أو حرف عطف ، امرأة : معطوف على “دنيا” مجرور بالكسرة الظاهرة،
“ينكحها”: فعل مضارع مرفوع وعلامة رفعه الضمة الظاهرة، والفاعل ضمير مستتر تقديره هو، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على السكون في محل نصب مفعول به، والجملة الفعلية صفة ل”امرأة”،
“فهجرته”: الفاء واقعة في جواب الشرط، هجرته: مبتدأ مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى”: حرف جر، “ما”: اسم موصول بمعنى الذي مبني على السكون في محل جر اسم مجرور،
“هاجر”: فعل ماض مبني على الفتح، الفاعل ضمير مستتر تقديره هو، “إليه”: جار ومجرور متعلقان ب”هاجر”.
Pendapat para ulama :
Imam Syafi’i berkata “ Hadits ini mencangkup sepertiga ilmu “.
Abu Ubaid berkata “ Tidak ada di antara hadits-hadits Nabi Saw yang lebih mencangkup sesuatu, lebih mencukupi dan lebih banyak faedahnya selain hadits ini “.
Kenapa bisa dikatakan sepertiga ilmu ? karena sesungguhnya perbuatan seorang hamba adakalanya dari hatinya, lisannya dan anggota tubuhnya, maka niat merupakan salah satu dari tiga bagian tsb dan lebih kuat karena niat terkadang menjadi ibadah yg tersendiri sedangkan selainnya butuh terhadap niat. Oleh karenanya ada hadits yg mengatakan “ Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya “.
Asbabul wurud Hadits :
Ketika Rasul Saw tiba di Madinah untuk hijrah, beliau berkhutbah dengan hadits tersebut, karena beliau mengetahui ada seorang sahabat yang melakukan hijrah untuk menikahi seorang wanita yang bernama Muhajir Ummu Qois, maka Nabi Saw mengingatkannya dan semua sahabatnya akan pentingnya niyat di dalam berhijrah.
Rasulullah Saw menghkhususkan hijrah adalah تنبيها على الكل بالبعض (sebagai peringatan untuk keseluruhan dengan menggunakan kata khusus) atau istilah ushul fiqihnya خاص معموم (khusus namun umum jangkauannya).
Fiqhul Hadits :
Ada banyak faedah dan hikmah yang bisa di ambil dalam hadits tsb, di antaranhya :
- Sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima kecuali berdasarkan niyat, misalnya tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niatnya masing-masing.
- Sesungguhnya manusia diberi pahala dan siksa menurut niyatnya, jika niyatnya baik, maka amalnya baik. Jika niyatnya buruk maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik.
- Segala perbuatan manusia terdiri dari tiga bagian yaitu; keta’atan, kema’shiatan dan perkara mubah.
Pertama:
Kema’shiatan ; Perbuatan maksyiat tidak bisa dirubah sama sekali dengan niyat baik. Seperti seseorang yang mencuri harta orang lain dengan niat untuk disedahkan ke faqir miskin, maka ini hukumnya tetap dosa dan haram. Atau membangun masjid dengan biaya dari hasil riba atau berangkat haji dengan biaya hasil korupsi, maka ini semua hukumnya haram dan berdosa karena itu perbuatan maksyiat dan tidak bisa dirubah dengan niat baik. Maka apa yg sering kita dengar dari saudara kita yang melakukan perbuatan maksyiat tapi dia berasalan “ Yang penting niatnya baik “, misalnya tidak memakai kerudung dengan niat beradaptasi dengan warga yg ada dilingkungannya yg tdk memakai kerudung, maka ini adalah suatu kesalahan. Atau duduk bersama teman-temannya yang sedang menggunjing orang lain dengan niatan idkhoolus surur (supaya menyenangkan hati teman), walaupun idkholus surur itu merupakan ibadah yg baik maka ia tetap berdosa karena ia telah salah meletakkan niat. Bahkan orang yang seperti ini mendapatkan dua dosa karena niatnya yang baik dengan perbuatan buruk merupakan satu keburukan lainnya. Dan jika ia sudah mengetahui hal ini, maka ia berarti sengaja menentang syare’at dan jika ia tidak mengetahui hal ini, maka ia berdosa sebab ketidaktahuannya. Karena menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setriap oran Islam. Dari sinilah pentingnya belajar ilmu karena segala bentuk kebaikan dan keburukan bisa diketahui dengan syare’at. Maka orang bodoh sudah pasti steiap waktunya condong menuju kesetan dan kehancuran.
Oleh karena itu Sahl At-Tusturi Rh berkata “ Tidak ada maksyiat kpd Allah yg lebih besar daripada kebodohan. Kemudian seseorg bertanya “ Wahai Abu Muhammad, apakah engkau mengetahui sesautu yang lebih berbahaya daripada kebodohan ? beliau menjawab “ Ya ada yaitu bodoh dengan kebodohannya “.
Nabi Saw bersabda “ Orang bodoh tidak ditoleran atas kebodohannya dan tidaklah halal orang bodoh berdiam atas kebodohannya dan tidaklah halal orang alim berdiam atas ilmunya “.
Kedua :
Keta’atan ; segala perbuatan ta’at berkaitan dengan niat di dalam kebsahan dan kelipatan pahalanya. Misalnya ia berbuat ta’at dengan niat karena Allah Swt bukan karena riya (pamer) untuk org lain maka keta’atannya diterima oleh Allah Swt dan sebaliknya jika niat riya maka keta’atannya akan berubah menjadi maksyiat.
Dan jika di dalm satu kebaikan atau keta’atan memungkinkan untuk mendapatkan pahala yang berlipat jika niat baiknya di perbanyak, misalnya duduk di masjid, dari duduk di masjid ini kita bisa memperoleh pahala yg banyak dan berlipat dengan niat :
1. Berkeyakinan masjid adalah rumah Allah, maka org yang masuk ke dalamnya adalah pengunjung atau tamu Allah. Maka dia berniat mengunjungi Allah Swt. Nabi Saw telah menjanjikan org yg niat bertamu ke rumah Allah dalam sabdanya “ Barangsiapa yg duduk di masjid maka ia berarti telah ziarah ke Allah Swt, maka berhak bagi yg diziarahi memuliakan tamunya “.
2. Menunggu sholat, maka duduknya di masjid ditulis sholat oleh Allah Swt.
3. Menghindari anggota tubuh dari perbuatan dosa
4. Memfokuskan pikiran untuk Allah dan bertafakkur tentang nikmat Allah.
5. Untuk berdzikir kpd Allah Swt atau untuk mendngarkan dzikir. Nabi Saw bersabda “ Barangsiapa yang berangkat ke masjid untuk berdzikir kpd Allah Swt atau untuk mendengarkan dzikir, maka ia seperti mujahid di jalan Allah “.
6. Niat mendapat faedah ilmu dgn amar makruf nahi munkar, karena di dalam masjid terkadang ada orang yang salah dalam sholatnya atau ada org yang melakukan kesalahan, maka dia member petunjuk kepdanya maka ia pun mendapat pahala yg berlipat, karena orang yg menunjukkan kebaikan pada orang lain seperti orang yg melakukannya.
7. Niat mencari teman untuk bersaudara kerena Allah
Dan seterusnya…
Ketiga :
Perkara Mubah ; bisa menjadi pahala atau qurbah (kedkatan kpd Allah) dengan niat yang baik atau bisa memperoleh pahala yg berlipat dengan niat baik yang banyak. Misalnya makan, ini adalah hal mubah dan bisa mndpat pahala dgnnya jika diniatkan dengan niat yang baik, misalnya melaksanakan perintah Allah dan supaya kuat dalam beribadah.
Masih banyak lagi yang saya ingin jabarkan berkenaan dengan hadits niat ini, namun saya rasa yg sedikit ini bisa menambah ilmu dan wawasan bagi diri saya pribadi khususnya dan bagi ihkwan fillah di group ini umumnya. Apa bila ada kesalahan di dalam penjelasannya, maka saya mohon dibenarkan. Wallahu a’lam bish showab..
(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)

RUANG KOSONG PADA ATOM


Untuk diketahui, bagian terbesar dari sebuah atom terdiri dari ruang kosong. Mungkin kita bertanya-tanya dalam hati: “Mengapa mesti ada ruang kosong ini?” Marilah kita merenung sejenak. Secara sederhana, atom terdiri atas sebuah inti yang dikelilingi oleh elektron-elektron. Antara inti dan orbit elektron ini tidak dijumpai partikel atau benda kecil apapun. Jarak mikroskopis (yang padanya tidak dijumpai partikel apapun) ini ternyata sangat besar jika dilihat dari skala atom. Kita dapat memisalkan skala ini sebagaimana berikut: jika sebutir kelereng berdiameter 1 cm mewakili elektron yang terdekat dengan inti atom, maka inti atom tersebut berada pada jarak 1 km dari kelereng ini. Di bawah ini sebuah kutipan yang memberikan gambaran yang lebih jelas kepada kita tentang dimensi ruang kosong pada atom:
Terdapat ruang kosong besar [yang mengisi ruang] antara partikel-partikel dasar [penyusun atom]. 

Jika saya umpamakan proton dari inti atom oksigen sebagai kepala jarum yang tergeletak di atas meja di depan saya, maka elektron yang berputar mengelilinginya akan membuat orbit lingkaran yang melalui negeri Belanda, Jerman dan Spanyol (disini bila mejanya adadi Perancis). Oleh karenanya, jika semua atom yang menyusun tubuh saya saling mendekatkan diri satu sama lain, hingga semua atom ini saling bersentuhan, maka anda tidak akan mampu melihat saya lagi. Anda benar-benar tidak akan pernah dapat melihat saya dengan mata telanjang. [Tubuh] saya akan [menjadi] sekecil partikel debu berukuran seper sekian ribu milimeter.


(Jean Guitton, Dieu et La Science: Vers Le Métaréalisme, Paris: Grasset, 1991, hal. 62)


Sampai di sini, kita telah memahami bahwa terdapat kemiripan antara ruang kosong pada sistem paling kecil seperti atom dengan ruang kosong pada sistem paling besar seperti alam semesta. Ketika kita arahkan penglihatan kita pada bintang-bintang, akan kita lihat ruang hampa sebagaimana ada pada atom. Terdapat ruang hampa berjarak milyaran kilometer di antara berbagai bintang dan di antara galaksi-galaksi. Namun, di kedua macam ruang hampa ini, terdapat sebuah keteraturan yang luar biasa yang sulit dipahami akal manusia.


Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. 
(QS. Al-Mulk, 67:3-4)


Wallaahu a’lam bisowab..
Selamat istirahat berselimut dzikrullah…
Yaa.. Allah.. Ajari aku akan Ilmu-Mu.. Rahmati disetiap Gerakku.. Khusukkan Ibadahku…

Qabilah (Dzuriyyat Rosululloh)



Hasan :

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati