RUANG KOSONG PADA ATOM


Untuk diketahui, bagian terbesar dari sebuah atom terdiri dari ruang kosong. Mungkin kita bertanya-tanya dalam hati: “Mengapa mesti ada ruang kosong ini?” Marilah kita merenung sejenak. Secara sederhana, atom terdiri atas sebuah inti yang dikelilingi oleh elektron-elektron. Antara inti dan orbit elektron ini tidak dijumpai partikel atau benda kecil apapun. Jarak mikroskopis (yang padanya tidak dijumpai partikel apapun) ini ternyata sangat besar jika dilihat dari skala atom. Kita dapat memisalkan skala ini sebagaimana berikut: jika sebutir kelereng berdiameter 1 cm mewakili elektron yang terdekat dengan inti atom, maka inti atom tersebut berada pada jarak 1 km dari kelereng ini. Di bawah ini sebuah kutipan yang memberikan gambaran yang lebih jelas kepada kita tentang dimensi ruang kosong pada atom:
Terdapat ruang kosong besar [yang mengisi ruang] antara partikel-partikel dasar [penyusun atom]. 

Jika saya umpamakan proton dari inti atom oksigen sebagai kepala jarum yang tergeletak di atas meja di depan saya, maka elektron yang berputar mengelilinginya akan membuat orbit lingkaran yang melalui negeri Belanda, Jerman dan Spanyol (disini bila mejanya adadi Perancis). Oleh karenanya, jika semua atom yang menyusun tubuh saya saling mendekatkan diri satu sama lain, hingga semua atom ini saling bersentuhan, maka anda tidak akan mampu melihat saya lagi. Anda benar-benar tidak akan pernah dapat melihat saya dengan mata telanjang. [Tubuh] saya akan [menjadi] sekecil partikel debu berukuran seper sekian ribu milimeter.


(Jean Guitton, Dieu et La Science: Vers Le Métaréalisme, Paris: Grasset, 1991, hal. 62)


Sampai di sini, kita telah memahami bahwa terdapat kemiripan antara ruang kosong pada sistem paling kecil seperti atom dengan ruang kosong pada sistem paling besar seperti alam semesta. Ketika kita arahkan penglihatan kita pada bintang-bintang, akan kita lihat ruang hampa sebagaimana ada pada atom. Terdapat ruang hampa berjarak milyaran kilometer di antara berbagai bintang dan di antara galaksi-galaksi. Namun, di kedua macam ruang hampa ini, terdapat sebuah keteraturan yang luar biasa yang sulit dipahami akal manusia.


Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. 
(QS. Al-Mulk, 67:3-4)


Wallaahu a’lam bisowab..
Selamat istirahat berselimut dzikrullah…
Yaa.. Allah.. Ajari aku akan Ilmu-Mu.. Rahmati disetiap Gerakku.. Khusukkan Ibadahku…

Qabilah (Dzuriyyat Rosululloh)



Hasan :

Dialog Rasulullah saw dengan Malaikat saat Isra Mi’raj


Diriwayatkan bahwa dalam peristiwa Mi’raj, terjadi dialog antara Nabi Muhammad saw dengan para Malaikat tentang penciptaan keluarga Rasulullah saw dan kecintaan para Malaikat kepada Rasulullah saw, sebagai berikut :

Nabi saw :
Wahai para malaikat Tuhanku, apakah engkau benar-benar mengenal kami (ahlu bait) ?
Malaikat :
Wahai Nabi Allah, bagaimana kami tidak mengenal kalian (ahlu bait) sedangkan engkau adalah makhluq pertama yang diciptakan Allah saw. Kalian telah dijadikan berupa cahaya yang berasal dari cahaya-Nya, cahaya kemuliaan-Nya, cahaya kebesaran-Nya. Dan dijadikan pula bagimu kedudukan di antara alam malakut dan Arsy-Nya sebelum terciptanya langit dan bumi.

Kemudian dijadikan langit dan bumi dalam enam hari, sesudah itu diangkatnya Arsy sampai langit ke tujuh, maka bersemayam di atas Arsy-Nya dan kalian berada di depan Arsy-Nya dalam keadaan disucikan dan diagungkan, kemudian dijadikan malaikat pertama dari nur yang telah terbagi-bagi. Dan kami adalah bagian dari kalian (ahlu bait) yang selalu bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, maka kami pun selalu bertasbih, bertahmid, bertahlil dan bertakbir dengan tasbih, yahmid, tahlil dan takbir kalian. Maka apa saja yang diturunkan dan ditambahkan oleh Allah kepada kalian, maka kami pasti mengenalnya.

Kemudian Nabi saw mi’raj ke langit ke tujuh dan ketika para malaikat melihat Nabi saw, terdengar suara para malaikat berkata : ‘Maha suci Allah yang benar janjinya’. Kemudian para malaikat menemui nabi dan memberi salam.

Nabi saw :
Wahai para malaikat Tuhanku, saya mendengar kalian berkata : ‘Maha suci Allah yang benar janjinya’, mengapa demikian ?
Malaikat :
Wahai Nabi Allah, sesungguhnya Allah swt ketika menciptakan cahaya dari cahaya kemuliaan-Nya dan kebesaran dari kebesaran-Nya, dan dijadikan bagimu kedudukan di alam malakut yang merupakan kekuasaan kalian atas kami, cahaya yang meneguhkan hati kami. Oleh sebab itu kami mengadu kepada Allah swt akan cinta kami kepadamu, maka Allah swt menepati janjinya dengan memperlihatkan engkau kepada kami di langit ini. Itulah sebabnya kami berkata demikian.

 Oleh: benmashoor

Gelar Imam, Syekh, Habib dan Sayid


Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum ‘Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah :


IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.

SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan fikih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat ‘Alawi. Sejak kecil ia menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits serta mendalami ilmu fiqih. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syekh Abdurahman al-Muq’ad untuk menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, tetapi sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan mengenakan khiqah berupa sepotong baju sufi kepada al-Faqih al-Muqaddam. Walaupun menjadi orang sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqih dan tasawuf serta ilmu-ilmu lain yang dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupan sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama di kalangan ‘Alawi.


Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia memulai pendidikannya pada ayah dan kakeknya lalu meneruskan pendidikannya di Yaman dan Hijaz dan belajar pada ulama-ulama besar. Ia kemudian bermukim dan mengajar di Mekkah dan Madinah hingga digelari Imam al-Haramain dan Mujaddid abad ke 8 Hijriyah. Ketika Saudaranya Imam Ali bin Alwi meninggal dunia, tokoh-tokoh Hadramaut menyatakan bela sungkawa kepadanya sambil memintanya ke Hadramaut untuk menjadi da’i dan guru mereka. Ia memenuhi permintaan tersebut dan berhasil mencetak puluhan ulama besar.


Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia digelari al-Saqqaf karena kedudukannya sebagai pengayom dan Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. Pemula famili al-Saqqaf ini adalah ulama besar yang mencetak berpuluh ulama termasuk putranya sendiri Umar Muhdhar. Ia juga sangat terkenal karena kedermawanannya. Ia mendirikan sepuluh masjid serta memberikan harta wakaf untuk pembiayaannya. Ia memiliki banyak kebun kurma.


Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf adalah imam dalam ilmu dan tokoh dalam tasawuf. Ia terkenal karena kedermawanannya. Ia menjamin nafkah beberapa keluarga. Rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Ia mendirikan tiga buah masjid. Menurut Muhammad bin Abu Bakar al-Syilli, ia telah mencapai tingkat mujtahid mutlaq dalam ilmu syariat. Ia meninggal ketika sujud dalam shalat Dzuhur.


Abdullah al-Aidrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Hingga usia 10 tahun, ia dididik ayahnya dan setelah ayahnya wafat ia dididik pamannya Umar Muhdhar hingga usia 25 tahun. Ia ulama besar dalam syariat, tasawuf dan bahasa. Ia giat dalam menyebarkan ilmu dan dakwah serta amat tekun beribadah.

Ali bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Ia menulis sebuah wirid yang banyak dibaca orang hingga abad ke 21 ini. Ia terkenal dalam berbagai ilmu, khususnya tasawuf. Menurut Habib Abdullah al-Haddad, ia merupakan salaf ba’alawi terakhir yang harus ditaati dan diteladani.


HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum ‘Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina.

Tokoh utama ‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia telah menghafal alquran. Ia berilmu tinggi dalam syariat, tasawuf dan bahasa arab. Banyak orang datang belajar kepadanya. Ia juga menulis beberapa buku.


Pada tahap ini juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi. 


SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum ‘Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.


Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman. 


Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawi digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawi) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawi hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwi bin Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut. Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan Alawiyin diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul. 

Oleh: benmashoor

Air Mata Kerinduan Uwais AlQarani Kepada Rasul SAW


Di negeri Yaman, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarani yang berasal dari kabilah Qaran. Uwais Al-Qarani mempunyai jiwa yang bersih dan mulia. Dia seorang yang pintar dan selalu melakukan pencarian makna hidup. Meskipun saat itu dia masih belum mengenal ajaran Islam yang mulia, dia sangat menghormati nilai-nilai mulia kemanusiaan. Di antara sikap dan perilaku Uwais yang paling menonjol sekali ialah penghormatan yang besar terhadap ibunya. Dia bersikap amat lemah-lembut kepada ibunya yang sudah tua dan dia amat mengerti tanggung jawabnya sebagai anak. Dia dapat merasakan kesulitan seorang ibu dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Oleh karena itu, dia melayani ibunya seperti seorang pelayan yang taat dan patuh. Uwais sama sekali tidak melupakan jerih payah ibunya.

Suatu saat, Uwais Al-Qarani mendengar kabar bahwa ada seorang nabi yang berhijrah dari kota Mekah ke Madinah dan sebagian dari masyarakat mengikuti ajaran nabi tersebut. Uwais dengan perenungannya, sampai kepada kesimpulan bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang benar-benar diutus oleh Tuhan karena perintah dan ajaran yang disampaikan beliau berlandaskan kepada akal dan sesuai dengan nilai-nilai tinggi insani. Uwais mempercayai kenabian Muhammad saaw dan dia ingin sekali bertemu dengan beliau. Dia ingin melakukan perjalanan ke Madinah dan melihat sendiri keindahan hati Muhammad dari dekat. Tetapi, kondisi ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan membuatnya mengurungkan niatnya itu. Berbulan-bulan lamanya Uwais memendam harapan dan impiannya tersebut. Sampai suatu hari, dia mengambil keputusan untuk menceritakan keinginannya itu kepada ibunya.

Uwais dengan sopan duduk di hadapan ibunya dan berkata, “Wahai ibu, aku tidak dapat menahan hati untuk bertemu dengan seorang lelaki yang telah diutus sebagai nabi. Engkau pun tahu bahwa anakmu ini tidak pernah berfikir tentang hal-hal selain dari kebaikan dan kebenaran. Jika ibu mengizinkan, aku ingin sekali pergi menemui Rasul Tuhan itu dari dekat.”
Ibu Uwais yang amat terkesan melihat kesungguhan dan gelora keinginan anaknya untuk bertemu dengan Nabi, berkata, “Wahai anakku, aku izinkan engkau untuk pergi ke Madinah, tetapi aku minta supaya setelah engkau bertemu dengan Nabi segeralah engkau pulang ke Yaman dan janganlah engkau berlama-lama di sana.”

Dengan penuh gembira, Uwais menerima permintaan ibunya itu dan dia pun melakukan perjalanan untuk pergi ke Madinah. Meskipun perjalanan begitu jauh dan menyulitkan, namun semangat dan keinginannya yang besar untuk bertemu Nabi menyebabkan dia merasa begitu gembira hingga tidak merasa lelah dalam perjalanan. Siang dan malam dia tempuh perjalanan tanpa menghiraukan kesulitan dan kelelahan yang menderanya.

Akhirnya, sampailah Uwais Al-Qarani ke kota Madinah. Dengan tidak sabar lagi, dia bertanya ke sana kemari untuk mencari Nabi Muhammad. Tetapi, berita yang didapatkannya amat mengecewakan. Orang-orang Madinah memberi tahu Uwais bahwa Nabi sedang keluar dari kota untuk beberapa hari. Begitu Uwais mendengar berita ini, dia mengeluh panjang dan terduduk di atas tanah. Segala kelelahan terasa menimpa seluruh tubuhnya. Sedemikian besar rasa kecewa yang menyelubunginya sehingga dia menangis sejadi-jadinya. Orang-orang membujuknya dengan mengatakan bahwa dia bisa tetap tinggal di Madinah dan menjadi tamu mereka sampai Rasulullah kembali dari perjalanannya. Tetapi Uwais berkata bahwa dia mempunyai seorang ibu tua yang sedang menanti kepulangannya.

Uwais mengambil keputusan untuk segera pulang ke Yaman meskipun dia belum berhasil menemui Nabi, demi melaksanakan janjinya kepada sang ibu. Dia berkata kepada para sahabat dan keluarga Nabi, “Aku terpaksa pulang ke Yaman. Aku minta pada kalian, jika Rasulullah pulang, sampaikanlah salamku kepadanya.”

Beberapa hari kemudian Rasulullah saaw pulang ke Madinah. Ketika beliau mendengar kisah Uwais, beliau memujinya dan berkata, “Uwais telah pergi, namun cahayanya tetap tinggal di rumah kami. Angin sepoi dan aroma wewangian syurga bertiup ke arah Yaman. Wahai Uwais! Aku juga ingin sekali menemuimu. Sahabat ku, siapapun di antara kalian yang bertemu dengan Uwais, sampaikanlah salamku kepadanya.” Dalam sejarah dikatakan bahwa memang Uwais tidak pernah dapat bertemu dengan Rasulullah. Tetapi, karena pengorbanan yang telah dilakukannya buat ibunya, namanya tercatat abadi dalam sejarah.

“Tuhan memanjangkan usia orang-orang yang melakukan kebaikan kepada orang tua mereka.”
“Siapa saja yang menggembirakan hati ibu dan bapaknya, Tuhan juga akan menggembirakan mereka dan siapa saja yang membuat ibu bapa mereka marah, Tuhan juga akan murka terhadap mereka.”

 

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati