ABUL QASIM AL-JUNAID



Abul Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Khazzaz an-Nihawandi adalah putera seorang pedagang barang pecah belah dan keponakan dari Sari as-Saqathi. Beliau adalah teman akrab al-Muhasibi yang merupakan penyebar besar aliran “warans” sufisme. Beliau telah mengembangkan sebuah doktrin theosofi yang mempengaruhi keseluruhan mitisisme ortodoks Islam. Teorinya yang dijelaskannya secara terperinci dalam ajaran-ajarannya dan dalam surat-suratnya kepada tokoh-tokoh semasanya masih dapat kita temukan hingga saat ini. Beliau meninggal pada tahun 258 H/910M di Baghdad, sebagai ketua dari sebuan aliran yang besar dan berpengaruh luas.
MASA REMAJA JUNAID AL-BAGHDADI
Sejak kecil Junaid sudah merasakan kegelisahan spiritual. Ia adalah pencari Allah yang tekun, penuh disiplin, bijaksana, cerdas dan mempunyai intuisi yang tajam.Pada suatu hari ketika kembali dari sekolah, Junaid mendapatkan ayahnya sedang menangis.
“Apakah yang terjadi?”,tanya Junaid kepada ayahnya.
“Aku ingin memberi sedekah kepada pamanmu, Sari, tetapi ia tidak mau menerimanya”, ayahnya menjelaskan. ”Aku menangis karena seumur hidupku baru sekarang inilah aku dapat mengumpulkan uang lima dirham, tetapi ternyata pemberianku tidak pantas diterima oleh salah seorang sahabat Allah”.
“Berikanlah uang itu kepadaku, biar aku yang akan memberikannya kepada paman. Dengan cara ini tentu ia mau menerimanya”, Junaid berkata.
Uang lima dirham itu diserahkan ayahnya dan berangkatlah Junaid ke rumah pamannya. Sesampainya di tujuan, ia mengetuk pintu.
“Siapakah itu?”, terdengar sahutan dari dalam
“Junaid”, jawabnya. ’*Bukalah pintu dan terimalah sedekah yang sudah menjadi hakmu ini”.
“Aku tidak mau menerimanya”, Sari menyahut.
“Demi Allah yang telah sedemikian baiknya kepadamu dan sedemikian adilnya kepada ayahku, aku meminta kepadamu, terimalah sedekah ini”, Junaid berseru.
“Junaid, bagaimanakah Allah telah sedemikian baiknya kepadaku dan sedemikian adilnya kcpada ayahmu?” Sari bertanya.
“Allah berbuat baik kepadamu”, jawab Junaid , “Karena telah memberikan kemiskinan kepadamu. Allah berbuat adil kepada ayahku karena telah membuatnya sibuk dengan urusan-urusan dunia. Engkau bebas menerima atau menolak sedekah, tetapi ayahku, baik secara rela maupun tidak, harus mengantarkan sebagian harta kekayaannya kepada yang berhak menerimanya”.
Sari sangat senang mendengar jawaban itu.
“Nak, sebelum menerima sedekah itu, aku telah menerima dirimu”.
Sambil berkata demikian Sari membukakan pintu dan menerima sedekah itu. Untuk Junaid disediakannya tempat yang khusus di dalam lubuk hatinya.
Junaid baru berumur tujuh tahun ketika Sari membawanya ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Di Masjidil Haram, empat ratus syeikh sedang membahas sikap syukur. Setiap orang di antara mereka mengemukakan pendapatnya masing-masing.
“Kemukakan pula pendapatmu”, Sari mendorong Junaid. Maka berkatalah Junaid,.
“Kesyukuran berarti tidak mengingkari Allah dengan karunia yang telah dilimpahkan-Nya atau membuat karunia-Nya itu sebagai sumber keingkaran”.
“Tepat sekali, wahai pelipur hati Muslim-muslim sejati”, keempat ratus syeikh tersebut berseru. Semuanya sependapat bahwa definisi kesyukuran yang dikemukakan Junaid itulah yang paling tepat.
Sari berkata kepada Junaid,
“Nak, tidak lama lagi akan kenyataanlah bahwa karunia yang istimewa dari Allah kepadamu adalah lidahmu”.
Junaid tidak sanggup menahan tangisnya ketika mendengar kata-kata pamannya itu.
“Bagaimanakah engkau memperoleh semua pengctahuan ini?”, Sari bertanya padanya.
“Dengan duduk mendengarkanmu”, jawab Junaid.
Junaid lalu kembali ke Baghdad dan berdagang barang pecah belah. Setiap hari ia menurunkan tirai tokonya dan melakukan shalat sunnat sebanyak empat ratus raka’at. Belakangan hapi, usaha itu ditinggalkannya dan ia mengunci diri dalam sebuah kamar di rumah Sari. Di dalam kamar itulah ia menyibukkan diri untuk menyempurnakan bathinnya, Dan di situ pula ia membentangkan sajadah ketekunan sehingga tidak sesuatu hal pun selain Allah yang terpikirkannya.
JUNAID DIUJI
Selama empat puluh tahun Junaid menekuni kehidupan mistiknya. Tiga puluh tahun lamanya, setiap selesai shalat Isa ia berdiri dan mengucapkan “Allah, Allah” terus menerus hingga fajar, dan melakukan shalat Shubuh tanpa perlu berwudhu’ lagi.
“Setelah empat puluh tahun berlalu, Junaid berkisah, “Timbullah kesombongan di dalam hatiku, aku mengira bahwa tujuanku telah tercapai. Segeralah terdengar olehku suara dari langit yang menyeru kepadaku: ’Junaid, telah tiba saatnya bagi-Ku untuk menunjukkan kepadamu sabuk pinggang Majusimu. Mendengar seruan itu aku mengeluh: ’Ya Allah, dosa apakah yang telah dilakukan Junaid?’ Suara itu menjawab: ’Apakah engkau hidup `untuk melakukan dosa yang lebih besar daripada itu?”
Junaid mengeluh menundukkan kepalanya.
“Apabila manusia belum patuh untuk menemui Tuhannya”, bisik junaid, “Maka segala amal baiknya adalah dosa semata”.
Junaid lalu terus berdiam di dalam kamarnya dan terus menerus mengucapkan “Allah, Allah” sepanjang malam. Tetapi lidah fitnah menyerang dirinya dan tingkah lakunya ini dilaporkan orang kepada khalifah.
“Kita tidak dapat berbuat apa-apa kepada Junaid bila kita tak mempunyai bukti” jawab Khalifah.
Kebetulan sekali-khalifah mempunyai seorang hamba perempuan berwajah sangat cantik. Gadis ini telah dibelinya seharga tiga ribu dinar dan sangat disayanginya. Khalifah memerintahkan agar hamba perempuannya itu dipakaikan dengan pakaian yang gemerlapan dan didandani dengan batu-batu permata yang mahal.
“Pergilah ke tempat Junaid”, khalifah memerintahkan hamba perempuannya, “Berdirilah di depannya, buka cadar dan perlihatkan wajahmu, permainkan batu-batu permata dan pakaianmu untuknya. Setelah itu katakanlah kepada Junaid: ’Aku kaya raya tetapi aku sudah jemu dengan urusan-urusan dunia. ’Aku datang kemari agar engkau mau melamar diriku, sehingga bersamamu aku dapat mengabdikan diri untuk berbakti kepada Allah. Hatiku tidak berkenan kepada siapa pun kecuali kepadamu! Kemudian perlihatkan tubuhmu kepadanya. Bukalah pakaianmu dan godalah ia dengan segenap daya upayamu”.
Ditemani seorang pelayan ia diantar ke tempat Junaid. Si gadis menemui Junaid dan melakukan segala daya upaya yang bahkan melebihi dari apa yang diperintahkan kepadanya. Tanpa disengaja ia terpandang oleh Junaid. Junaid membisu dan tak memberi jawaban.  Si gadis mengulangi daya upayanya dan Junaid yang selama itu tertunduk mengangkat kepalanya.
“Ah!”, serunya sambil meniupkan nafasnya ke arah si gadis. Si gadis terjatuh dan seketika itu juga menemui ajalnya.
Pelayan yang menemaninya kembali ke hadapan khalifah dan menyampaikan segala kejadian itu. Api penyesalan menyesak dada khalifah dan ia memohonkan ampunan Allah karena perbuatannya itu.
“Seseorang yang memperlakukan orang lain seperti yang tak sepatutnya akan menyaksikan hal yang tak patut untuk disaksikannya”, khalifah berkata.
Khalifah bangkit dan berangkatlah ia untuk mengunjungi Junaid, “Manusia seperti Junaid tidak dapat dipanggil untuk
menghadapinya”, ia berkata.
Setelah bertemu dengan Junaid khalifah bertanya:
“Wahai guru, bagaimanakah engkau sampai hati membinasakan tubuh gadis yang sedemikian eloknya?”
“Wahai pangeran kaum Muslim”, Junaid menjawab, “belas kasihmu kepada orang-orang yang mentaatimu sedemikian besarnya, sehingga engkau sampai hati untuk menginginkan jerih payahku selama empat puluh tahun mendisiplinkan diri, bertirakat, menyangkal diri, musnah diterbangkan angin. Tetapi apakah artinya diriku di dalam semua itu? janganlah engkau lakukan sesuatu hal kepada orang lain apabila engkau sendiri tidak menginginkannya!”
Setelah peristiwa itu nama Junaid menjadi harum. Kemasyhuran terdengar ke seluruh penjuru dunia. Betapa pun besarnya fitnah yang dilontarkan kepada dirinya, reputasinya berlipat ganda seribu kali. Junaid mulai memberikan khotbah-khotbah. Ia pernah menindaskan: “Aku tidak berkhotbah di depan umum sebelum tiga puluh manusia suci menunjukkan kepadaku bahwa telah tiba saatnya aku menyeru ummat manusia kepada Allah”.
“Selama tiga puluh tahun aku mengawasi bathinku”, Junaid mengatakan, “Setelah itu selama sepuluh tahun bathinku mengawasi diriku. Pada saat ini telah dua puluh tahun lamanya aku tidak mengetahui sesuatu pun mengenai bathinku dan bathinku tidak mengetahui sesuatu pun mengenai diriku”,
“Selama tiga tahun”, Junaid melanjutkan, “Allah telah berkata-kata dengan Junaid melalui lidah Junaid sendiri, sedang Junaid tidak ada dan orang-orang lain tidak menyadari hal itu”.
JUNAID BERKHOTBAH
Ketika lidah Junaid telah fasih mengucapkan kata-kata mulia, Sari as-Saqathi mendesak bahwa Junaid berkewajiban untuk berkhotbah di depan umum. Mula-mula Junaid enggan; ia tidak ingin melakukan hal itu.
“Apabila guru masih ada, tidaklah pantas bagi si murid untuk berkhotbah”, Junaid berkilah.
Kemudian pada suatu malam Junaid bermimpi dan dalam mimpi tersebut ia bertemu dengan Nabi saw.
“Berkhotbahlah!”, Nabi berkata kepadanya.
Keesokan paginya ia hendak pergi mengabarkan hal itu kepada Sari tetapi ternyata Sari sudah berdiri di depan pintu rumahnya.
“Sebelumnya engkau selalu merasa enggan, dan menantikan agar orang-orang mendesakmu untuk berkhotbah. Tetapi mulai saat ini engkau harus berkhotbah karena kata-katamu dijadikan sebagai alat bagi keselamatan seluruh dunia. Engkau tak mau berkhotbah ketika dimohonkan murid-muridmu, engkau tak mau ketika diminta oleh para syeikh di kota Baghdad. Dan engkau tak mau berkhotbah ketika kudesak. Tetapi kini Nabi sendirilah yang memberi perintah kepadamu, oleh karena itu engkau harus mau berkhotbah”.
”Semoga Allah mengampuni diriku”, jawab Junaid. “Tetapi bagaimanakah engkau bisa mengetahui bahwa aku telah berjumpa dengan Nabi dalam mimpiku?”
“Aku bertemu dengan Allah dalam mimpi”, jawab Sari, “dan Dia berkata kepadaku: ’Telah Kuutus rasul·ku untuk menyuruh Junaid berkhotbah di atas mimbar”’.
“Aku mau berkhotbah”, Junaid menyerah, “tetapi dengan satu syarat bahwa yang mendengarkan khotbah-khotbahku tidak
lebih dari empat puluh orang”.
Pada suatu hari Junaid berkhotbah. Jumlah pendengar hanya empat puluh orang. Delapan belas orang di antaranya menemui ajal mereka sedang sisanya yang berjumlah dua puluh dua orang jatuh pingsan dan harus digotong ke rumahnya masing-masing.
Di dalam kesempatan lain Junaid berkhotbah di dalam masjid besar. Di antara jamaahnya ada seorang pemuda Kristen tetapi tak seorang pun yang mengetahui bahwa ia beragama Kristen. Si pemuda menghampiri Junaid dan berkata: “Nabi pernah berkata: ’Berhati-hatilah dengan wawasan seseorang yang beriman karena ia dapat melihat dengan nur Allah’. Apakah maksudnya?”
“Yang dimaksudkannya adalah”, Junaid menjawab, “bahwa engkau harus menjadi seorang Muslim dan melepaskan sabuk kekristenanmu itu karena sekarang ini adalah zaman Islam”.
Si pemuda segera memeluk Islam setelah mendengar jawaban Junaid tersebut.
ooo
Setelah berkhotbah beberapa kali, orang-orang menentang Junaid. Junaid menghentikan khotbahnya dan mengurung diri di dalam kamarnya. Betapapun ia didesak untuk berkhotbah kembali, ia tetap menolak.
“Aku sudah cukup puas”, jawab Junaid, “Aku tidak mau merancang kehancuran diriku sendiri”..
Tetapi beberapa lama kemudian tanpa diduga-duga Junaid naik ke atas mimbar dan mulai berkhotbah.
“Apakah kebijaksanaan yang terkandung di dalam perbuatanmu ini?”,seseorang bertanya kepadanya.
Junaid menjawab: “Aku teringat sebuah hadits di mana Nabi berkata: ’Di hari-hari terakhir nanti yang menjadi juru bicara diantara ummat manusia adalah yang paling bodoh di antara mereka. Dialah yang akan berkhotbah kepada ummat manusia’. Aku menyadari bahwa aku adalah yang terbodoh di antara ummat manusia dan aku berkhotbah karena kata Nabi itu, aku takkan menentang kata-katanya itu”.
ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI JUNAID
Pada suatu ketika mata Junaid sakit dan dipanggilnyalah seorang tabib.
“Jika matamu terasa perih, jangan biarkan air masuk ke dalam matamu”, si tabib menasehatkan.
Ketika tabib itu telah pergi, Junaid bersuci, shalat dan setelah itu pergi tidur. Ketika terbangun ternyata matanya telah sembuh dan terdengarlah oleh sebuah seruan: “Junaid bersedia mengorbankan matanya demi nikmat Kami. Seandainya untuk tujuan yang sama ia telah memohonkan ampunan Kami untuk semua penghuni neraka, niscaya permohonannya itu akan Kami kabulkan”.
Ketika si tabib datang dan menyaksikan bahwa mata Junaid telah sembuh,
“Apakah yang telah kau lakukan?”, ia bertanya.
“Aku bersuci untuk shalat”, jawab junaid.
Mendengar jawaban ini si tabib yang beragama Kristen itu segera masuk Islam.
“Inilah kesembuhan dari Sang Pencipta, bukan dari makhluk-makhluk ciptaan-Nya”, katanya kepada Junaid, “Matakulah yang selama ini sakit, bukan matamu. Engkaulah yang sebenarnya seorang tabib, bukan aku”.
ooo
Junaid mengisahkan: Pada suatu ketika aku ingin melihat Iblis. Aku berdiri di pintu masjid dan dari kejauhan terlihatlah olehku seorang tua yang sedang berjalan ke arahku. Begitu aku memandangnya, rasa ngeri mencekam perasaanku.
“Siapakah engkau ini?” aku bertanya kepadanya.
“Yang engkau inginkan”, jawabnya.
“Wahai makhluk yang terkutuk”, aku berseru, ”Apakah yang menyebabkan engkau tidak mau bersujud kepada Adam?”
“Bagaimanakah pendapatmu Junaid?”, Iblis menjawab, ’Jika aku bersujud kepada yang lain daripada-Nya?”
Junaid mengisahkan, betapa ia menjadi bingung karena jawaban Iblis itu.
Dari dalam lubuk hatiku terdengarlah sebuah seruan, “Katakan, engkau adalah pendusta. Seandainya engkau adalah seorang hamba yang setia niscaya engkau mentaati perintah-Nya”.
Ketika Iblis mendengar kata-kata ini, ia meraung nyaring. “Demi Allah Junaid, engkau telah membinasakan aku!” Dan setelah itu ia pun hilang.
ooo
Pada masa sekarang ini semakin sedikit dan sulit ditemukan saudara-saudara seagama”, seseorang berkata di depan Junaid. Junaid membalas: “Jika engkau menghendaki seseorang untuk memikul bebanmu, maka orang-orang seperti itu memang sulit dan sedikit dijumpai. Tetapi jika engkau menghendaki seseorang untuk ikut memikul bebannya, maka orang seperti itu banyak sekali padaku”.
ooo
Bila Junaid berkhotbah mengenai keesaan Allah, ia sering membahasnya dari sudut-sudut pandangan yang berbeda sehingga tak seorang pun dapat memahaminya. Pada suatu hari Syibli yang berada di antara pendengar-pendengar mengucapkan: “Allah, Allah!”
Mendengar ucapan itu Junaid berkata: “Apabila Allah itu tidak ada, maka menyebutkan sesuatu yang tidak ada adalah suatu pertanda dari ketiadaan, dan ketiadaan adalah sesuatu hal yang diharamkan. Apabila Allah itu ada, maka menyebut nama-Nya sambil merenungi-Nya sebagai ada adalah suatu pertanda tidak menghargai”.
ooo
Seseorang membawa uang lima ratus dinar dan memberikan uang itu kepada Junaid.
“Adakah yang masih engkau miliki selain daripada ini?”, Junaid bertanya kepadanya.
“Ya, banyak!”, jawab orang itu.
“Apakah engkau masih ingin mempunyai uang yang lebih banyak lagi?”
“Ya”.
”Kalau begitu ambillah uang ini kembali, engkau lebih berhak untuk memilikinya. Aku tidak memiliki sesuatu pun tapi aku tak menginginkan sesuatu pun”.

Ketika Junaid sedang berkhotbah, salah seorang pendengarnya bangkit dan mulai mengemis.
“Orang ini cukup sehat”, Junaid berkata di dalam hati. “Ia dapat mencari nafkah. Tetapi mengapa ia mengemis dan menghinakan dirinya seperti ini?”
Malam itu Junaid bermimpi, di depannya tersaji makanan yang tertutup tudung.
”Makanlah!”, sebuah suara memerintah Junaid.
Ketika Junaid mengangkat tudung itu, terlihatlah olehnya si pengemis terkapar mati di atas piring.
“Aku tidak mau memakan daging manusia”, Junaid menolak.
”Tetapi bukankah itu yang engkau lakukan kemarin ketika berada di dalam masjid?”
Junaid segera menyadari bahwa ia bersalah karena telah berbuat fitnah di dalam hatinya dan oleh karena itu ia dihukum.
“Aku tersentak dalam keadaan takut”, Junaid mengisahkan.
“Aku segera bersuci dan melakukan shalat sunnat dua rakaat.
Setelah itu aku pergi keluar mencari si pengemis. Kudapatkan ia sedang berada di tepi sungai Tigris. Ia sedang memunguti sisa-sisa sayuran yang dicuci di situ dan memakannya. Si pengemis mengangkat kepala dan terlihatlah olehnya aku yang sedang menghampirinya. Maka bertanyalah ia kepadaku: ’Junaid, sudahkah engkau bertaubat karena telah bersangka buruk terhadapku?’ Sudah’, jawabku. ’Jika demikian pergilah dari sini. Dia-lah Yang Menerima taubat hamba-hamba-Nya. Dan jagalah pikiranmu’ “.
“Aku telah mendapat pelajaran mengenai keyakinan yang tulus dari seorang tukang cukur”, Junaid merenungi dan setelah itu ia pun berkisah sebagai berikut;
Suatu ketika sewaktu aku berada di Mekkah, kulihat seorang tukang cukur sedang menggunting rambut seseorang. Aku berkata kepadanya: “Jika karena Allah, bersediakah engkau mencukur rambutku?”
“Aku bersedia”, jawab si tukang cukur. Ia segera menghentikan pekerjaanya dan berkata kepada langganannya itu: “Berdirilah, apabila nama Allah diucapkan, hal-hal yang lain harus ditunda”.
Ia menyuruhku duduk. Diciumnya kepalaku dan dicukurnya rambutku.  Setelah selesai ia memberikan kepadaku segumpal kertas yang berisi beberapa keping mata uang.
“Gunakanlah uang ini untuk keperluanmu”, katanya kepadaku.
Aku pun lalu bertekad bahwa hadiah yang pertama sekali kuperoleh sejak saat itu akan kuserahkan kepada si tukang cukur tersebut.Tak lama kemudian aku menerima sekantong uang emas dari Bashrah. Uang ini kuberikan kepada tukang cukur itu.
“Apakah ini?” ia bertanya kepadaku.
“Aku telah bertekad”, aku menjelaskan. “Hadiah yang pertama sekali kuperoleh akan kuberikan kepadamu. Uang itu baru saja kuterima”.
Tetapi si cukang cukur menjawab:
“Tidakkah engkau malu kepada Allah? Engkau telah mengatakan kepadaku: ’Demi Allah cukurlah rambutku’, tetapi kemudian engkau memberi hadiah kepadaku. Pernahkah engkau menjumpai seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan demi Allah dan meminta bayaran?”.
ooo
Seorang pencuri telah dihukum gantung di kota Baghdad. Junaid datang dan mencium kakinya.
“Mengapa engkau berbuat demikian?”, orang-orang bertanya kepada junaid.
“Semoga seribu belas kasih Allah dilimpahkan-Nya kepadanya”, jawab junaid. “Ia telah membuktikan bahwa dirinya setia didalam usahanya. Sedemikian sempurna ia melakukan pekerjaannya sehingga untuk itu direlakannya hidupnya”.
ooo
Pada suatu malam seorang pencuri menyusup masuk ke rumah dan masuk ke kamar Junaid. Tak sesuatu pun yang ditemukannya kecuali sehelai pakaian. Pakaian itu diambilnya, setelah itu ia pergi meninggalkan rumah Junaid. Keesokan harinya ketika Junaid sedang berjalan-jalan di dalam pasar, dilihatnya pakaiannya itu di tangan seorang pedagang perantara yang sedang menawarkannya kepada seorang pembeli.
Calon pembeli itu berkata,
”Sebelum kubeli pakaian ini aku meminta seseorang yang sanggup memberi kesaksian bahwa pakaian itu memang kepunyaanmu”.
“Akulah yang akan memberi kesaksian bahwa pakaian itu adalah miliknya”. Junaid berkata sambil menghampiri mereka.
Maka pakaian itu pun terjuallah.
Seorang perempuan tua datang menghadap Junaid dan bermohon, “Puteraku pergi entah ke mana Doakanlah agar ia kembali”.
“Bersabarlah”, Junaid menasehati perempuan tua itu.
Dengan sabar perempuan tua itu menanti beberapa hari lamanya. Kemudian ia kembali kepada Junaid.
“Bersabarlah”, Junaid mengulangi nasehatnya.
Kejadian seperti ini telah beberapa kali berulang, Akhirnya wanita tua itu datang dan berkata lantang, “Aku sudah tak dapat bersabar lebih lama lagi. Doakanlah kepada Allah!”
Junaid menjawab: “Jika engkau berkata dengan sebenarnya, puteramu tentu telah kembali. Allah berkata: Dia-lah yang akan menjawab orang yang berduka apabila orang itu menyeru kepada-Nya”.
Setelah itu Junaid berdoa kepada Allah. Ketika perempuan itu sampai di rumahnya ternyata anaknya telah berada di sana.
ooo
Seorang murid mengira bahwa dirinya telah mencapai derajat kesempurnaan.
“Oleh karena itu lebih baik aku menyendiri”, ia berkata di dalam hatinya.
Maka pergilah ia mengasingkan diri di suatu tempat dan untuk beberapa lamanya berdiam di sana. Setiap malam beberapa orang yang membawa seekor unta datang kepadanya dan berkata: “Kami akan mengantarmu ke surga”. Maka naiklah ia ke atas punggung unta itu dan mereka pun berangkat ke suatu tempat yang indah dan nyaman, penuh dengan manusia—manusia gagah dan tampan, dimana banyak terdapat makanan-makanan lezat dan anak-anak sungai. Di tempat itu ia tinggal hingga fajar, kemudian ia jatuh tertidur dan ketika terjaga ternyata ia berada di kamarnya sendiri kembali. Karena pengalaman ini, ia menjadi bangga dan angkuh.
“Setiap malam aku diantarkan ke surga”, ia membanggakan dirinya.
Kata-katanya ini terdangar oleh Junaid. Junaid segara bangkit dan datang ke tempat di mana ia mendapatkan muridnya itu sedang berlagak dengan sangat angkuhnya. Junaid bertanya apakah yang telah dialaminya dan si murid mengisahkan seluruh pengalamannya itu kepada syeikh..
“Malam nanti apabila engkau diantarkan ke sana”, Junaid berkata kepada muridnya itu, ”ucapkanlah: “Tiada kekuasaan dan kekuatan kecuali pada Allah Yang Maha Mulia
dan Maha Besar. “.
Malam itu,seperti biasanya si murid diantarkan pula ka tempat ‘tersebut’. Dalam hatinya ia tidak yakin terhadap perkataan syeikh Junaid, tetapi ketika sampai di tempat itu, sekadar sebagai percobaan ia mengugapkan: “Tiada kekuasaan dan kekuatan …. “
Sesaat itu pula orang-orang yang berada di tempat itu meraung-raung dan melarikan diri.
Kemudian terlihatlah olehnya bahwa tempat itu hanyalah tempat pembuangan sampah sedang dihadapannya berserakan tulang-tulang binatang. Setelah menyadari kekeliruan‘nya itu, si murid bertaubat dan bergabung dengan murid-murid Junaid yang lain. Tahulah ia bahwa menyendiri bagi seorang murid adalah bagaikan racun yang mematikan.
ooo
Salah seorang murid Junaid menyendiri di sebuah tempat yang terpencil di kota Bashrah. Suatu malam, sebuah pikiran buruk terlintas di dalam hatinya. Ketika ia memandang ke dalam cermin terlihatlah olehnya betapa wajahnya telah berubah hitam. Ia sangat terperanjat. Segala daya upaya dilakukan untuk membersihkan wajahnya tetapi sia-sia. Sedemikian malunya dia sehingga tidak berani menunjukkan mukanya kepada siapa pun. Setelah tiga hari berlalu, barulah kehitaman wajahnya kembali normal sedikit demi sedikit.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya.
”Siapakah itu”, ia bertanya. ·
“Aku datang untuk mengantar surat dari Junaid”, sebuah sahutan dari luar.
Si murid membaca surat Junaid.
“Mengapa tidak engkau jaga tingkah lakumu di hadapan Yang Maha Besar. Telah tiga hari tiga malam aku bekerja sebagai seorang tukang celup untuk memutihkan kembali wajahmu yang hitam itu”.
ooo
Suatu hari, salah seorang murid Junaid melakukan satu kesalahan kecil. Karena malu ia melarikan diri dan tidak mau pulang. Beberapa hari kemudian, ketika berjalan-jalan dengan sahabat-sahabat di dalam pasar, tiba-tiba terlihatlah oleh Junaid muridnya itu. Si murid lari karena malu.
“Seekor burung kita terlepas dari sangkar”, Junaid berseru kepada sahabat-sahabatnya dan mengejar si murid.
Ketika menoleh ke belakang, si murid melihat bahwa syeikh membuntutinya. Maka ia pun mempercepat larinya.’Akhirnya ia bertemu jalan buntu, karena malu ia tetap menghadapkan mukanya ke tembok. Tak lama kemudian si syeikh telah berada di tempat itu.
“Hendak kemanakah engkau guru?”, si murid bertanya kepada Junaid.
“Apabila seseorang membentur dinding, seorang syeikh dapat memberikan bantuannya”, jawab junaid
Murid itu dibawanya pulang ke Tekkia. Sesampainya di sana si murid menjatuhkan dirinya di depan kaki sang guru dan memohon ampun kepada Allah. Semua yang menyaksikan pemangdangan ini tergugah hatinya, banyak di antara mereka yang ikut bertaubat.
Syeikh Junaid mempunyai seorang murid yang dicintainya melebihi muridnya yang lain. Murid-murid lain merasa iri, hal ini disadari oleh syeikh melalui intuisi mistiknya.
“Sesungguhnya ia melebihi kalian di dalam tingkah laku dan tingkat pemahamannya”, Junaid menjelaskan kepada mereka.
“Begitulah menurut pandanganku. Tetapi marilah kita membuat sebuah percobaan agar kalian semua menyadari hal itu”.
Kemudian Junaid memerintahkan agar dua puluh ekor burung dibawakan ke padanya.
“Ambil burung-burung ini oleh kalian, seekor seorang”, Junaid berkata kepada murid-muridnya. “Bawalah burung itu ke suatu tempat yang tak terlihat oleh siapa pun juga, kemudian bunuhlah. Setelah itu bawalah kembali ke sini”.
Setiap murid pergi dengan membawa seekor burung, membunuh burung itu dan membawa bangkainya kembali, kecuali murid kesayangan Junaid itu. Ia pulang dengan membawa seekor burung yang masih hidup.
“Mengapa tak kau bunuh burungmu itu?”, Junaid bertanya kepadanya.
“Karena guru mengatakan hal itu harus dilakukan di suatu tempat yang tidak dapat dilihat oleh siapa pun juga”, jawab si murid.
“Dan ke mana pun aku pergi, Allah senantiasa menyaksikannya”. “Kalian saksikanlah tingkat pemahamannya!”, Junaid berkata kepada seluruh muridnya. “Bandingkanlah dengan yang lain-lainnya”.
Semua murid Junaid segera mohon ampunan Allah.
ooo
Junaid mempunyai delapan orang murid istimewa yang melaksanakan setiap buah pikirannya. Pada suatu hari, terpikirkan oleh mereka bahwa mereka harus terjun ke perang suci. Keesokan paginya Junaid menyuruh pelayannya mempersiapkan perlengkapan perang. Beserta kedelapan orang murid tersebut ia lalu berangkat ke medan perang.
Ketika kedua belah pihak yang bertempur saling berhadapan. tampillah seorang satria perkasa dari pasukan kafir itu, Iantas dibinasakannya kedelapan murid Junaid.
“Aku menengadah ke atas langit”, Junaid mengisahkan, “dan di sana terlihat olehku sembilan buah usungan. Roh masing-masing dari kedelapan muridku yang syahid itu diangkat ke sebuah usungan jadi masih ada satu usungan yang kosong. ’Usungan yang masih kosong itu tentulah untukku’, aku berpikir dan karena itu akupun mencebur kembali ke dalam kancah pertempuran. Tetapi satria perkasa yang telah membunuh kedelapan sahabatku itu tampil dan berkata: ’Abul Qasim, usungan yang kesembilan itu adalah untukku. Kembalilah ke Baghdad dan jadilah seorang syeikh untuk kaum
Muslimin. Dan bawalah aku ke dalam IsIam”.
“Maka jadilah ia seorang Muslim. Dengan pedang yang telah digunakannya untuk membunuh kedelapan muridku itu ia pun berbalik membunuh orang-orang kafir dalam jumlah yang sama. Kemudian ia sendiri terbunuh sebagai seorang syuhada. Rohnya”, Junaid mengakhiri kisahnya, “ditaruh ke atas usungan yang masih kosong tadi. Kemudian kesembilan usungan itu menghilang tidak terlihat Iagi”.
ooo
Seorang sayyid bernama Nasiri, sedang melakukan perjalanan ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Ketika sampai di Baghdad ia pun pergi mengunjungi Junaid.
“Dari manakah engkau datang, sayyid?”, Junaid bertanya setelah menjawab salam.
“Aku datang dari Ghilan”, jawab sang sayyid.
“Keturunan siapakah engkau?”, tanya junaid.
“Aku adalah keturunan ’Ali, pangeran kaum Muslimin, semoga Allah memberkatinya”, jawabnya.
“Nenek moyangmu itu bersenjatakan dua bilah pedang”, ujar Junaid. “Yang satu untuk melawan orang-orang kafir dan yang lainnya untuk melawan dirinya sendiri. Pada saat ini, sebagai puteranya, pedang manakah yang engkau gunakan?”
Sang sayyid menangis sedih mendengarkan’ kata-kata ini. Direbahkannya dirinya di depan Junaid dan berkatalah ia:
“Guru, di sinilah ibadah hajiku Tunjukkanlah kepadaku jalan menuju Allah”.
“Dadamu adalah tempat bernaung Allah. Usahakanlah sedaya upayamu agar tidak ada yang cemar memasuki tempat bernaung-Nya itu”.
“Hanya itulah yang ingin kuketahui”, si sayyid berkata.
JUNAID MENINGGAL DUNIA
Ketika ajalnya sudah dekat, Junaid menyuruh sahabat-sahabatnya untuk membentangkan meja dan mempersiapkan makanan.
“Aku ingin menghembuskan nafasku yang terakhir ketika sahabat-sahabatku sedang menyantap seporsi sop”, Junaid berkata.
Kesakitan pertama menyerang dirinya.
“Berilah aku air untuk bersuci”, ia meminta kepada sahabat-sahabatnya.
Tanpa disengaja mereka lupa membersihkan sela-sela jari tangannya. Atas permintaan Junaid sendiri kekhilafan ini mereka perbaiki. Kemudian Junaid bersujud sambil menangis.
“Wahai ketua kami”, murid-muridnya menegurnya, “dengan semua pengabdian dan kepatuhanmu kepada Allah seperti yang telah engkau lakukan, mengapakah engkau bersujud pada saat-saat seperti ini?” .
“Tidak pernah aku merasa lebih perlu bersujud daripada saat-saat ini”, jawab Junaid.
Kemudian Junaid membaca ayat-ayat al-Qur‘an tanpa henti-hentinya.
“Dan engkau pun membaca al-Qur‘an?”, salah seorang muridnya bertanya.
“Siapakah yang lebih berhak daripadaku membaca al-Qur‘an, karena aku tahu bahwa sebentar lagi catatan kehidupanku akan digulung dan akan kulihat pengabdian dan kepatuhanku selama tujuh puluh tahun tergantung di angkara pada sehelai benang. Kemudian angin bertiup dan mengayunkan ke sana ke mari, hingga aku tak tahu, apakah angin itu akan memisahkan atau mempertemukanku dengan-Nya. Di sebelahku akan membentang tebing pemisah surga dan neraka, dan di sebelah yang Iain malaikat maut. Hakim yang adil akan menantikanku di sana, teguh tak tergoyahkan di dalam ke-
adilan yang sempurna. Sebuah jalan telah terbentang di hadapanku dan aku tak tahu ke mana aku hendak dibawa”.
Setelah tammat dengan al-Qur‘an yang dibacanya. diIanjutkannya pula tujuh puluh ayat dari surah al-Baqarah.
Kesakitan kedua menyerang Junaid.
“SebutIah nama Allah”, sahabat-sahabatnya membisikkan.
“Aku tidak lupa”, jawab Junaid. Tangannya meraih tasbih dan keempat jarinya kaku mencengkeram tasbih itu, sehingga salah seorang muridnya harus melepaskannya.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Iagi Maha Penyayang”, Junaid berseru, kemudian menutup matanya dan sampailah ajalnya.
Ketika jenasahnya dimandikan, salah seorang yang ikut memandikannya bermaksud membasuh matanya. Tetapi sebuah seruan dari Iangit mencegah: “Lepaskan tanganmu dari mata sahabat-Ku. Matanya tertutup bersama nama-Ku dan tidak akan dibukakan kembali kecuali ketika dia menghadap-Ku nanti”. Kemudian ia hendak membuka jari-jari Junaid untuk dibasuhnya, Sekali Iagi terdengar suara mencegah: “Jari-jari yang telah kaku bersama nama-Ku tidak akan dibukakan kecuali melalui perintah—Ku”.
Ketika jenasah Junaid diusung, seekor burung dan berbulu putih hinggap di sudut petimatinya.Percuma saja para sahabat mencoba mengusir burung itu, karena ia tak mau pergi. Akhirnya burung itu berkata:
“JanganIah kalian menyusahkan diri kalian sendiri. dan menyusahkan aku. Cakar-cakarku telah tertancap di sudut peti mati ini oleh paku cinta. Itulah sebabnya aku hinggap di sini. Janganlah
kalian bersusah-payah. Sejak saat ini Jasadnya dirawat oleh para malaikat. Jika bukan karena kegaduhan yang kalian buat, niscaya jasad Junaid telah terbang ke angkasa sebagai seeekor elang putih bersama-sama dengan kami”.[]
BIBLIOGRAFI
A. ’Abdul Kadir, The Life and Doctrine of al-Junaid, London, 1961.
L. Massignon, Essai, halaman 273-278. ·
R.C. Zaehner, Hindu and Muklim Mysticism, halaman 135-153, 218-224.
As-Sulami, op. cit., halaman 153 – 163.
Abu Nu’aim, op. cit., X, 255 – 287.
AI·Khathib, op. cit., VII, 241 – 249.
Al-Qushairi, op.cit., halaman 20-22.
Hujwiri, op.cit., halaman 128-130, 185-189.
Ibnu Khallikan, op.cit., I, no. 140.
Al-Yafi’i, op.cit., II, 231-236,
As-Subki, op,cit., II, 28-37.
Jami, op.cit., halaman 80-83.
Ibnul ’lmad, op.cit., II, 228 -230.
CATATAN MENGENAI ANEKDOT·ANEKDOT
“Masa Remaja al-Junaid”: T.A., ll, 6-7. Mengenai Junaid yang menunaikan ibadah haji ketika berusia tujuh tahun,  Iihat karya al-Qushairi, halaman 95.
“Junaid Diuji”: T.A., II, 7-8.
”Junaid Berkotbah”: T.A., II, 10-11. Sumbernya adalah dari karya al-Qushairi, halaman 128. `
“Anekdot-anekdot Mengenai Diri Junaid”: T.A., II, 13-16, 18-22 35-36. Mengenai uang lima ratus dinar yang diberikan kepada Junaid, Iihat karya al-Qushairi, halaman 88. Tentang seseorang yang mengemis ketika Junaid sedang berkhotbah, lihat karya yang sama, halaman S6. ”Dialah yang menerima…” adalah al-Qur’an, 42:25.
Mengenai kisah seorang tukang cukur di kota Mekkah, Iihat karya al-Qushairi, halaman 191, Kisah pencuri di nimah Junaid, diriwayatkan pula di dalam Muskibat-nama, halaman 191. Kisah seorang wanita tua yang kehilangan puteranya disinggung pula di dalam karya al-Qushairi, halaman 139. Demikian pula dengan kisah murid kesayangan Junaid dapat kita temukan di dalam karya yang sama, halaman 103.
“Junaid Meninggal Dunia”: T.A,, II, 35-36. KemuncuIan burung dara ketika orang-orang mengusung jenazah junaid dikisahkan pula di dalam Mushibat-nama, halaman 97.
Sumber Tulisan:
Diketik Ulang dari buku “Warisan Para Aulia” karya Fariduddin Al-Attar,Penerbit Pustaka, Bandung, 2000.




MUTIARA HIKMAH PARA SALAF

"Berziarahlah kamu kepada orang-orang soleh! Kerana orang-orang soleh adalah ubat hati."

(Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas)

Seindah-indahnya tempat di dunia adalah tempat orang-orang yang soleh, kerana mereka bagai bintang-bintang yang bersinar pada tempatnya di petala langit."


(Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad)

"Apakah kamu mau tahu kunci-kunci syurga itu ? Kunci Syurga sebenarnya adalah "Bissmillahirraman nirrahim"


(Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos)

"Sebaik-baiknya teman adalah Al-Qur'an! dan seburuk-buruknya teman adalah syaitan!"


(Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos)

"Orang yang sukses adalah orang yang istiqomah di dalam amal baik."


(Al Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir Al Haddad)

"Semua para wali di angkat karena hatinya yang bersih, tidak sombong, dengki, dan selalu rendah diri"


(Al Habib Muhsin Bin Abdullah Al Atthos)

” Terangi rumahmu dengan lampu, dan terangi hatimu dengan Al-Qur’an”.


(Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas)

Jadikan akalmu, hatimu, ruhmu, jasadmu, karena bila semua terisi dengan namanya berbahagialah kamu “.


(Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas)

Jadilah orang-orang yang sholeh, karena orang-orang yang sholeh akan bahagia di dunia dan akherat . Dan jadilah orang-orang yang benar, jangan menjadi orang yang pintar, karena orang yang pintar belum tentu benar, tetapi orang yang benar sudah pasti pintar “.


(Al Habib Abdullah Bin Abdul Qadir Bin Ahmad Bilfaqih)

Ilmu itu bagai lautan dan tak akan ada yang mengenalnya kecuali merasakannya “.


Al Habib Abdurrahman Bin Ahmad Assegaf

Janganlah kau tunda-tunda kebaikan sampai esok hari, karena engkau tak tahu apakah umurmu sampai esok hari".



Orang yang buta bukan orang yang melihat banyaknya harta, akan tetapi, yang disebut orang buta, orang yang tak mau melihat ilmu agama".

(Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas)

Sesiapa (dari kalangan Ba’Alawi) yang tidak menjalani perjalanan para leluhurnya, nescaya dia akan kecewa dan terhina.".


(Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi )

Hadis Nabi:

Berkaitan Ahlulbait : 1.Hadis Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Penduduk Yaman datang, mereka lebih lembut hatinya. Iman ada pada orang Yaman. Fekah juga ada pada orang Yaman. Kemudian hikmat juga ada pada orang Yaman


2.Hadis Abi Mas'ud Uqbah bin Amru r.a katanya: Nabi s.a.w memberi isyarat dengan tangan ke arah Yaman, seraya bersabda: Ingatlah, sesungguhnya iman ada di sana sedangkan kekerasan dan kekasaran hati ada pada orang-orang yang bersuara keras berhampiran pangkal ekor unta ketika muncul sepasang tanduk syaitan, iaitu pada Bani Rabi'ah dan Bani Mudhar


3. Nabi s.a.w. bersabda: “Sesiapa yang dilambatkan oleh amalannya, tidaklah dia dipercepatkan oleh nasab keturunannya.”


4. Dari Abdul Muthalib ibnu Rab’ah ibnul Khariif, katanya Rasulullah SAW telah bersabda : ” Sesungguhnya sedeqah itu berasal dari kotoran harta manusia dan ia tidak dihalalkan bagi Muhammad mahupun bagi keluarga Muhammad .” (HR Muslim)


5. At-Thabarani dan lain-lain mengketengahkan sebuah Hadeeth yang bermaksud; “Belum sempurna keimanan seorang hamba Allah sebelum kecintaannya kepadaku melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri; sebelum kecintaannya kepada keturunanku melebihi kecintaannya kepada keturunannya sendiri; sebelum kecintaannya kepada ahli-baitku melebihi kecintaannya kepada keluarganya sendiri, dan sebelum kecintaannya kepada zatku melebihi kecintaannya kepada zatnya sendiri .”


6. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tarmizi dari `Ali RA bahawa Rasulullah SAW bersabda :”Barangsiapa mencintai kedua orang ini, yakni Hassan,Hussein dan ayah serta ibunya, maka ia bersama aku dalam darjatku di Hari Kiamat


7. Ibnu `Abbas RA berkata bahawa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Cintailah Allah atas kenikmatan yang diberikanNya kepadamu sekelian dan cintailah aku dengan mencintai Allah dan cintailah ahlul-baitku kerana mencintaiku”


8. Ad- Dailami meriwayatkan sebuah Hadeeth dari `Ali RA yang menyebut sabda Rasulullah SAW: “Di antara kalian yang paling mantap berjalan di atas sirath ialah yang paling besar kecintaannya kepada ahlul-baitku dan para sahabatku.”


9. Diriwayatkan oleh At-Thabarani, bahawa Jabir RA mendengar `Umar ibnu Khattab RA berkata kepada orang ramai ketika mengahwini Ummu Kalthum binti `Ali bin Abu Thalib : “Tidakkah kalian mengucapkan selamat untukku? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ` Semua sabab (kerabat) dan nasab (salasilah keturunan) akan terputus pada hari kiamat kelak kecuali kerabat dan nasabku’.


10. Hadeeth Thaqalain riwayat Zaid bin Al-Arqam RA menyebut : “Kutinggalkan di tengah kalian dua bekal. (Yang pertama): Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya terang. Hendaklah kalian ambil dan berpegang teguh padanya.dan (kedua) :Ahli Baitku. Kalian kuingatkan kepada Allah mengenai Ahli-Baitku! Kalian kuingatkan kepada Allah mengenai Ahli-Baitku!”


11.Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam Hadeeth lain: “Apabila bintang-bintang lenyap, lenyaplah penghuni langit; dan apabila ahli-baitku lenyap, lenyap pula penghuni bumi.”


12.Sebuah Hadeeth riwayat Al Hakim dan disahihkan oleh Bukhari & Muslim menyebut : “Bintang-bintang merupakan (sarana) keselamatan bagi penghuni bumi (yang sedang belayar) dari bahaya tenggelam/karam sedangkaan ahlul-baitku sarana keselamatan bagi umatku dari perselisihan (dalam agama). Bila ada satu kabilah Arab yang membelakangi ahlul-baitku, mereka akan berselisih kemudian menjadi kelompok Iblis.”


13. Hadeeth Rasulullah SAW dari Abu Dzar menyatakan :” Ahlul- baitku di tengah kalian ibarat bahtera Nuh. Siapa yang menaikinya ia selamat dan siapa yang ketinggalan ia binasa.”


14. Abu Dzar Al- Ghiffari RA menuturkan bahawa ia mendengar sabdaan Rasulullah SAW :”"Jadikanlah ahlul-baitku bagi kalian sebagai kepala bagi jasad dan sebagai dua belah mata bagi kepala.”


15. Hadeeth riwayat Imam At-Tarmidzi, bahawa Rasulullah SAW telah bersabda : “Dunia tidak akan berakhir sehingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang lelaki dari keluargaku yang namanya menyerupai namaku.


16. Dari Tufail dari `Ali RA Nabi SAW bersabda : ” Jika dunia ini hanya tinggal sehari sahaja nescaya Allah akan bangkitkan seorang lelaki dari keluargaku yang akan memenuhi dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi dengan kezaliman.”


17. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW pernah menegaskan:”Orang yang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik sikapnya terhadap keluargaku setelah aku tiada”


18. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan sebuah Hadeeth :” Empat golongan yang akan memperolehi syafaatku pada hari kiamat: Orang yang menghormati keturunanku, orang yang memenuhi keperluan mereka, orang yang berusaha membantu urusan mereka pada saat diperlukan, dan orang yang mencintai mereka dengan hati dan lidahnya.”


19. At-Thabarani pula mengketengahkan Hadeeth dari Abdullah ibnu `Umar RA yang mengatakan: “Allah SWT menetapkan tiga `hurumat’ (hal-hal yang wajib dihormati dan tidak boleh dilanggar). Barangsiapa menjaga baik-baik tiga `hurumat’ itu, Allah akan menjaga urusan agamanya dan keduniaannya. Dan barangsiapa tidak mengendahkannya, Allah tidak akan mengendahkan sesuatu baginya. Para sahabat bertanya: Apa tiga hurumat itu ya Rasulullah? Baginda menjawab: Hurumatul Islam, hurumatku dan hurumat kerabatku.”


20. Dari Abu Said Al-Khudri RA, katanya, telah bersabda Rasulullah SAW :”Demi jiwaku yang berada dalam kekuasaanNya, sesungguhnya seseorang tidak membenci kami, ahlulbait melainkan Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka.” (HR Al-Hakim) .


21. At-Thabarani juga meriwayatkan Hadeeth dari Jabir ibnu Abdullah RA yang menceritakan beliau sendiri dengar dari Rasulullah SAW dalam suatu khutbah antara lain menyebut: ” Hai manusia, barangsiapa membenci kami, ahlul-bait, pada Hari Kiamat Allah akan menggiringnya sebagai orang Yahudi.” Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam sebuah Hadeeth Marfu’, bahawasanya Rasulullah SWT telah menegaskan: “Siapa yang membenci ahlul-bait ia adalah seorang munafik.”


22. Menurut riwayat Al Bukhari yang diterimanya dari Abi Bukrah, dia ini berkata: "Aku pernah melihat Nabi s.a.w.sedang berdiri di atas mimbar sedang Hasan duduk melihat sebentar kepada orang banyak, lalu melihat pula kepada Nabi s.a.w. sebentar. Maka bersabdalah Nabi s.a.w. yang maksudnya: "Sesungguhnya anakku ini adalah Sayid (Tuan). Dan moga-moga Allah akan mendamaikan dengan anak ini di antara dua golongan kaum Muslimin."


23. Rasulullah saw berpesan kepada manusia agar tida tersesat jalan, sabdanya : “Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah kutinggalkan pada kamu yang apabila kamu berpegang dengannya kamu tidak akan tersesat; kitab Allah dan `itrahku Ahlulbaitku.” (HSR Al-Turmudzi 2/308).


24. Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal. Mencintai Nabi kalian. Mencintai Ahli bait- ku. Membaca al-Qur’an.(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardaweih, dan at-Thabrani dalam kitab tafsir-nya)


1.Hak Muslim terhadap Muslim yang lain ada enam iaitu: (1) Apabila engkau bertemu, berilah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu mengucapkan ’alhamdulillah’, doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’), (5) Apabila dia sakit, ziarahilah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya.” (Hadith Riwayat Imam Muslim).


2. Dari Amirul Mukminin Umar Al-Khattab r.a katanya : " Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : - ' Hanyasanya amalan-amalan itu adalah ( bergantung ) kepada niat, dan hanyasanya bagi setiap manusia itu apa ( balasan ) yang diniatkannya. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang berhijrah kerana dunia yang ingin ia memperolehinya atau kerana seorang perempuan yang ingin ia menikahinya, maka hijrahnya itu adalah atas apa yang ia berhijrah kerananya.'


3.Dari Abu Abdul Rahman, Abdullah bin Umar r.a, berkata : Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : ' Islam itu didirikan atas lima ( pekara ) - Menyaksikan bahawa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahawasanya Muhammad itu Rasulullah, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, naik haji ke Baitullah dan puasa sebulan Ramadhan. Hadis 40.


4.Dari Abu Abdullah An-Nu'man bin Basyir r.a. katanya : saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : ' Sesungguhnya yang halal itu terang ( jelas ) dan yang haram itu terang, dan di antara keduanya pula terdapat pekara-pekara yang syubahat ( tidak terang halal atau haramnya ) yang tiada diketahui oleh orang ramai. Orang yang memelihara dirinya dari pekara-pekara yang syubahat itu adalah seperti orang yang melindungi agama dan kehormatan dirinya. Orang yang tergelincir ke dalam pekara syubahat itu akan tergelincir masuk ke dalam pekara haram. Laksana seorang pengembala di pinggir sebuah tempat larangan, yang akhirnya lalai dan masuk ia ke dalam tempat larangan itu. Adapun bagi setiap raja sebuah tempat larangan, dan tempat larangan Allah itu adalah pekara-pekara yang diharamkanNya. dan ketahuilah pada setiap jasad itu seketul daging. Andainya ia baik, baiklah seluruh jasad itu dan sekiranya ia rosak maka rosaklah seluruh jasad itu. Itulah hati.


5.Dari Abu Ruqayah Tamim bin Aus Ad-Dhari r.a, bahawasanya Nabi SAW bersabda : ' Agama itu adalah nasihat. ' Kami sekelian bertanya : ' Untuk siapa ? ' Maka jawab Rasulullah SAW : ' Bagi Allah, kitabNya, RasulNya dan bagi penganjur-penganjur kaum Muslimin dan orang awamnya.


6.Dari Ibn Umar r.a, bahawasanya Rasulullah SAW pernah bersabda : ' Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehinggalah mereka mengaku tiada tuhan selain Allah dan bahawa Muhammad itu Rasulullah, dan mendirikan sembahyang, memberi zakat, maka jika mereka melakukan semua itu akan terselamatlah darah dan harata benda mereka dariku, kecuali yang mana ada hak Islam padanya dan perkiraan mereka terserahlah kepada Allah Ta'ala.


7.Dari Abu Hurairah Abdul Rahman bin Sakhar r.a : " Bahawa saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : ' Apa yang aku larang kamu lakukan maka hendaklah kamu tinggalkannya, dan apa yang aku perintahkan kamu lakukan hendaklah kamu lakukan sekadar kemampuan kamu. Sesungguhnya telah binasa umat-umat yang sebelum kamu disebabkan terlalu banyak bertanya serta pertelingkahan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka.


8.Dari Abu Hurairah r.a : Telah bersabda Rasulullah SAW : " Sesungguhnya Allah Ta'ala itu baik, dia tidak akan menerima melainkan yang baik sahaja. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum Mukminin sama sebagaimana Dia memerintahkan para Mursalin ( para Rasul ). Allah berfirman : ' Wahai para Rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang saleh. ' Dan Allah berfirman lagi : ' Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari makanan yang baik yang Kami berikan kepada kamu. ' Kemudian Rasulullah SAW mengisahkan tentang seorang lelaki yang telah belayar jauh. Rambutnya kusut, berdebu, mengangkat kedua belah tapak tangannya ke langit serta memohon : Ya Tuhanku ! Ya Tuhanku ! Sedangkan makanannya dari yang haram, minumannya dari yang haram dan pakaiannya dari yang haram, dan dia telah dikenyangkan dari sumber yang haram. Alangkah jauhnya dia ( doanya ) untuk dikabulkan.


9.Dari Abu Muhammad, Al-Hasan bin Ali bin Abu Talib, cucu Rasulullah SAW dan kesayangannya r.a yang berkata : " Aku menghafal dari Rasulullah SAW : ' Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada yang tiada meragukanmu. "


10.Dari Abu Hurairah r.a katanya: " Telah bersabda Rasulullah SAW : " Sebaik-baik Islam sesaorang itu adalah peninggalannya tentang apa yang tiada kena mengena dengannya.


11.Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik r.a, khadam kepada Rasulullah SAW, bersabda Nabi SAW : Tiada beriman sesaorang kamu, sehinggalah ia mencintai saudaranya sama seperti ia menyintai dirinya sendiri.


12.Sabda Rasulullah saw : “Jika telah diletakkan jenazah untuk diusung di leher mereka, jika Jenazah orang shalih maka ia (ruh nya) berkata : percepatlah..!, jika bukan orang baik maka ia berkata : wahai celakalah tubuh, kemana mereka akan membawa tubuh ini..!, suara itu didengar oleh segala sesuatu kecuali manusia, jika manusia mendengarnya ia akan roboh pingsan/wafat” (Shahih Bukhari)


13.Sabda Rasulullah saw : “Sungguh sebesar besar kejahatan diantara muslimin adalah orang yg mempermasalahkan hal yg tidak diharamkan, namun menjadi diharamkan sebab ia mempermasalahkannya” (Shahih Bukhari)


14.Berkata Anas bin Malik ra : Aku mendengar Nabi saw sering berdoa : “wahai Allah Sungguh Aku Berlindung pada Mu dari Gundah dan Sedih, juga dari Lemah dan Malas, dan dari Kikir dan penakut, dan dari himpitan hutang dan penindasan orang lain” (Shahih Bukhari)


15.Sabda Rasulullah saw : Raja dari semua doa mohon pengampunan adalah kau ucapkan : “(Wahai Allah, Engkau Tuhanku, Tiada Tuhan selain Engkau, Engkau yg menciptaku, dan aku adalah Hamba Mu, dan Aku ada pada janji dan sumpah setiaku (syahadat), dan aku berbuat semampuku (menunaikan janji dan sumpahku itu), aku berlindung pada Mu dari keburukan yg kuperbuat, aku sadari kenikmatan Mu atasku, dan aku sadari pula perbuatan dosa dosaku pada Mu, maka ampunilah aku, karena tiada yg mengampuni dosa kecuali Engkau). Barangsiapa yg mengucapkannya di siang hari dg mendalami maknanya lalu ia wafat dihari itu maka ia masuk sorga, barangsiapa yg mengucapkannya dimalam hari dg mendalami maknanya dan ia wafat sebelum pagi maka ia masuk sorga” (Shahih Bukhari)


16. Sabda Rasulullah saw : “dua kenikmatan yg sering dilupakan banyak orang, kesehatan dan kelowongan waktu” (Shahih Bukhari)

Muthaba’ah 3 Wali pada Muhammad SAW



“Wa Ma Arsalnaka Illa Rohmatan Lil ‘Alamin” Mungkin ayat inilah yang memotifasi kepada setiap Hamba Allah atau yang bergelar Umat Rosululloh untuk selalu mencintai Nabiyulloh Muhammad SAW, apakah gerangan motifasi serta harapan tersebut ? Motifasi tersebut tak lain & tak bukan adalah meneladani sifat atau perangai Nabi baik dalam Dzohir dan Bathin.

Jika dalam pandangan Dzohir maka hal tersebut dapat ditempuh dengan meneladani sifat/perangai beliau melalui Hadist-Nya pula, sedangkan dalam pandangan Bathin harus dengan melalui suatu jalan (tharekat).

Dengan perpaduan antara Syari’at & Tharekat itulah maka bukan tidak mungkin seorang “salik” akan singgah dalam “Hadroh” nabi yang sebelumnya telah sirna dalam “Muthaba’ah” kepada beliau.

Muthaba’ah itu sendiri dapat dilihat dengan mata hati jika telah menerima panji-panji ketuhanan yang diserahkan oleh Rosululloh sendiri.

Alkisah, Salah seorang jama’ah ahli wilayyah menegaskan dan mengabarkan bahwa Nabi mengundang 3 Wali yang bernama Muhammad, ketiganya hampir sangat dekat kepada Nabi bahkan beliau dalam kesempatan mengatakan dihadapan para wali
Inilah 3 permata-Ku
Inilah diantara 7 pasak panji-panji-ku

Ketiganya telah menerima Ijazah hasil Muthaba’ah tersebut secara langsung dari Nabi berupa panji-panji ketuhanan, dan ketiganya pun menerima dengan warna yang berbeda, Siapakah 3 Wali tersebut ? mereka adalah

1.     Syekh Sayyid Muhammad Al-Aydrus , beliau menerima panji berwarna kuning.
2.   Syekh Sayyid Muhammad Yusuf Al-kaf beliau menerima panji warna hijau.
3.   Syekh Sayyid Muhammad Thalhah Maulana Al-kaf beliau menerima panji warna merah.

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus.
(Q.S.An-nisa: 125)

Ketiganya bukan saja memiliki kesamaan Nama, namun ketiganya sangat haus kasih sayang dari kekasih Allah Azza Wa Jalla itu.

Mudah mudahan kita selalu mendapat Pertolongan serta Bimbingan Allah agar selalu dalam Muthala’ah kepada Nabi Muhammad SAW. Amin

ALLAHUMMA-RZUQNA MUTHABA’ATAN –NABY SAW
AWWALAN, WA AKHIRAN
WA DZOHIRAN WA BATHINAN
WA QOULAN WA FI’LAN
WA THO’ATAN WA ‘IBADATAN
WA ‘AMALAN SHOLIHAN WA ADAH.

Laylatul Qadr



Syaikh Muhammad Nazhim ‘Adil al-Haqqani


Malam ini adalah malam Laylatu-l Qadar yang suci. Tidak semua orang mencapainya. Manusia tertidur, dan setelah itu mereka menyesal karena mereka kehilangan malam ini. Sementara itu, yang lain terlihat terjaga, tetapi mereka lalai, dan karena itu mereka tidak melihat apa-apa. Kita memohon agar dapat memperoleh malam suci ini dan dihitung sebagai orang yang berhasil mencapainya…

Ada kekayaan yang tampak dan ada pula kekayaan yang tidak tampak--beberapa orang kaya di dunia, sementara yang lain kaya di akhirat. Jika kalian datang mendekati mereka yang kaya di dunia ini, mungkin kalian akan mendapat sesuatu dan mereka mungkin tidak akan membiarkan kalian pulang dengan tangan hampa. Tetapi, mereka yang kaya di akhirat akan selalu memberi. Jika suatu kapal yang dipenuhi barang-barang akan berlabuh di sini, tidakkah akan Saya bagikan barang-barang itu kepada ummat? Saya akan panggil mereka yang miskin. Dan siapa yang memberikan uang dan hartanya demi Allah tidak akan pernah habis. Dan siapa yang memiliki kedudukan di akhirat akan memberi kepada orang yang mengikuti mereka untuk akhirat…

Pada malam ini Allah membuka suatu rahmat dari samudera-samudera-Nya, sehingga Dia memberikan nya secara melimpah kepada orang yang mendapatkan malam ini. Faiz (kekayaan) dari malam ini juga sampai kepada kita… Malam ini adalah malam yang paling tinggi barakahnya di antara semua malam. Kita mencoba untuk memenuhi kewajiban kita, tetapi kita tidak mampu untuk berbuat adil kepada Allah. Betapa jauh diri kita dari melayani-Nya menurut cara yang patut bagi-Nya. Apa yang kita lakukan sebenarnya hanya memiliki nilai simbolik belaka…

Bulan ini berlalu demikian cepatnya. Kita berpuasa, tetapi kita bukannya kehilangan, justru vitalitas kita bertambah terus. Jika Islam tidak haqq (benar), bagaimana mungkin suatu perintah sejak 15 abad yang lampau masih tetap berlaku dan satu miliar orang melaksanakan puasa? Suatu mobil tidak bisa berjalan tanpa bahan bakar. Jika tidak ada suatu kekuatan spiritual yang sedang dan tetap bekerja sejak 15 abad lalu, tentu Islam tidak akan bertahan hingga sekarang. Ada suatu kekuatan penggerak bagi Islam. Adakah orang yang merasa bosan terhadap suatu mata air yang segar? Saat Ramadhan dimulai, kalbu-kalbu kita dipenuhi dengan kegembiraan. Jika tidak, tentu mereka bukanlah Muslim. Siapa yang menghormati malam suci ini tidak akan jatuh ke jurang krisis. Dan siapa yang tidak menghormati malam ini, dia akan dicatat dan ditandai oleh malaikat sebagai berikut, di pagi hari–dia tidak melakukan sujud. Tengah hari, tidak melakukan sujud. Sore hari, malam dan dini hari tidak melakukan sujud…. Allah telah menyeru manusia untuk shalat, dan mereka tidak memenuhi seruan-Nya. Segala sesuatunya dicatat, tidak peduli siapa orangnya dan apa kedudukannya. Saya harus memberitahukan tentang hal ini pada kalian dan menasihati kalian.

Bagi setiap orang, akan tiba hari terakhirnya. Dan kematian adalah penuh dengan heybet, sedemikian rupa hingga seseorang tidak mau dan tidak dapat melalui satu malam atau bahkan satu jam di dalam kubur di samping mayat seseorang yang telah mati, demikianlah ketakutan di tempat seperti itu. Setiap orang akan sendiri di kuburnya masing-masing, dan hanya ada kegelapan… Berusahalah untuk meninggalkan tubuh kalian dalam keadaan bersih demi ruh kalian… Ada seseorang pada zaman Rasulullah saw yang kalbunya dipenuhi kecintaan pada beliau dan selalu berusaha merayakan Maulid Rasulullah . Orang itu amat terberkahi sehingga ketika dia wafat, badan spiritual dari Rasulullah sendiri yang datang untuk mengambil ruhnya. Ruhnya pergi dengan bersih dan suci, dengan suatu wangi yang harum. Adalah penting untuk pergi dalam keadaan suci dan baik, agar para malaikat pun menerima kalian dengan baik.

Ibrahim bin Adham, Meninggalkan Kerajaan Dunia menuju Kerajaan Akhirat


Ibrahim bin Adham adalah raja di Balkh satu wilayah yang masuk dalam kerajaan Khurasan, menggantikan ayahnya yang baru mangkat.
Sebagaimana umumnya kehidupan para raja, Ibrahim bin Adham juga bergelimang kemewahan. Hidup dalam istana megah berhias permata, emas, dan perak. Setiap kali keluar istana ia selalu di kawal 80 orang pengawal. 40 orang berada di depan dan 40 orang berada di belakang, semua lengkap dengan pedang yang terbuat dari baja yang berlapis emas.
Suatu malam, ketika sedang terlelap tidur di atas dipannya, tiba tiba ia dikejutkan oleh suara langkah kaki dari atas genteng, seperti seseorang yang hendak mencuri. Ibrahim menegur orang itu, “Apa yang tengah kamu lakukan di atas sana?” Orang itu menjawab, “Saya sedang mencari ontaku yang hilang.” “Apa kamu sudah gila, mencari onta di atas genteng,” sergahnya. Namun orang itu balik menyerang, “Tuan yang gila, karena tuan mencari Allah di istana.” Jawabannya membuat Ibrahim tersentak, tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu. Ia gelisah, kedua matanya tidak dapat terpejam, terus menerus menerawang merenungi kebenaran kata kata itu. Hingga adzan Shubuh berkumandang Ia tetap terjaga.
Esok harinya, keadaannya tidak berubah. la gelisah, murung, dan sering menyendiri. la terus mencari jawaban di balik peristiwa malam itu.
Karena tidak menemukan jawabannya, sementara kegelisahan hatinya semakin berkecamuk, ia mengajak prajuritnya berburu ke hutan, dengan harapan beban di kepalanya sedikin berkurang. Akan tetapi, sepertinya masalah itu terlalu berat baginya, sehingga tanpa disadarl kuda tunggangan yang ia pacu sejak tadi telah jauh meninggalkan prajuritnya, ia terpisah dari mereka, jauh ke dalam hutan, menerobos rimbunnya pepohonan tembus ke satu padang rumput yang luas. Kalau saja ia tidak terjatuh bersama kudanya, mungkin ia tidak berhenti.
Ketika ia berusaha bangun, tiba tiba seekor rusa melintas di depannya. Segera ia bangkit, menghela kudanya dengan cepat sambil mengarahkan tombaknya ke tubuh buruannya. Tetapi, saat dia hendak melemparkan tombaknya, ia mendengar bisikan keras seolah memanggil dirinya, “Wahai Ibrahim, bukan untuk itu (berburu) kamu diciptakan dan bukan kepada hal itu pula kamu diperintahkan!”
Namun, Ibrahim terus berlari sambil melihat kiri kanan, tapi tak seorang pun di sana, lalu ia berucap, “Semoga Allah memberikan kutukan kepada Iblis!”
Dia pacu kembali kudanya. Namun, lagi-lagi teguran itu datang. Hingga tiga kall. la lalu berhenti dan berkata, “Apakah itu sebuah peringatan dari Mu? Telah datang kepadaku sebuah peringatan dari Allah, Tuhan semesta alam. Demi Allah, seandainya Dia tidak memberikan perlindungan kepadaku saat ini, pada hari hari yang akan datang aku akan selalu berbuat durhaka kepada Nyal”
Setelah itu, ia menghampiri seorang penggembala kambing yang ada tidak jauh dari tempat itu. Lalu memintanya untuk menukar pakaiannya dengan pakaian yang ia pakal. Setelah mengenakan pakalan usang itu, ia berangkat menuju Makkah untuk mensucikan dirinya. Dari sinilah drama kesendirian Ibrahim bermula. Istana megah ia tinggalkan dan tanpa seorang pengawal ia berjalan kaki menyongsong kehidupan barunya.
Berbulan bulan mengembara, Ibrahim tiba di sebuah kampung bernama Bandar Nishafur. Di sana ia tinggal di sebuah gua, menyendiri, berdzikir dan memperbanyak lbadah. Hingga tidak lama kemudian, keshalihan, kezuhudan dan kesufiannya mulai dikenal banyak orang. Banyak di antara mereka yang mendatangi dan menawarkan bantuan kepadanya, tetapi Ibrahim selalu menolak.
Beberapa tahun kemudian, ia meninggalkan Bandar Nishafur, dan dalam perjalanan selanjutnya menuju Makkah, hampir di setiap kota yang ia singgahi terdapat kisah menarik tentang dirinya yang dapat menjadi renungan bagi kita, terutama keikhlasan dan ketawadhuannya.
Pernah satu ketika, di suatu kampung Ibrahim kehabisan bekal. Untungnya, ia bertemu dengan seorang kaya yang membutuhkan penjaga untuk kebun delimanya yang sangat luas. Ibrahim pun diterima sebagai penjaga kebun, tanpa disadari oleh orang tersebut kalau lelaki yang dipekerjakannya adalah Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang sudah lama ia kenal namanya. Ibrahim menjalankan tugasnya dengan baik tanpa mengurangi kuantitas ibadahnya.
Satu hari, pemilik kebun minta dipetikkan buah delima. Ibrahim melakukannya, tapi pemilik kebun malah memarahinya karena delima yang diberikannya rasanya asam. “Apa kamu tidak bisa membedakan buah delima yang manis dan asam,” tegumya. “Aku belum pernah merasakannya, Tuan,” jawab Ibrahim. Pemilik kebun menuduh Ibrahim berdusta. Ibrahim lantas shalat di kebun itu, tapi pemilik kebun menuduhnya berbuat riya dengan shalatnya. “Aku belum pernah melihat orang yang lebih riya dibanding kamu.” “Betul tuanku, ini baru dosaku yang terlihat. Yang tidak, jauh lebih banyak lagi,” jawabnya. Dia pun dipecat, lalu pergi.
Di perjalanan, ia menjumpai seorang pria sedang sekarat karena kelaparan. Buah delima tadi pun diberikannya. Sementara itu, tuannya terus mencarinya karena belum membayar upahnya. Ketika bertemu, Ibrahim meminta agar gajinya dipotong karena delima yang ia berikan kepada orang sekarat tadi. “Apa engkau tidak mencuri selain itu?” tanya pemilik kebun. “Demi Allah, jika orang itu tidak sekarat, aku akan mengembalikan buah delimamu,” tegas Ibrahim.
Setahun kemudian, pemilik kebun mendapat pekerja baru. Dia kembali meminta dipetikkan buah delima. Tukang baru itu memberinya yang paling manis. Pemilik kebun bercerita bahwa ia pernah memiliki tukang kebun yang paling dusta karena mengaku tak pernah mencicipi delima, memberi buah delima kepada orang yang kelaparan, minta dipotong upahnya untuk buah delima yang ia berikan kepada orang kelaparan itu. “Betapa dustanya dia,” kata pemilik kebun.
Tukang kebun yang baru lantas berujar, “Demi Allah, wahai majikanku. Akulah orang yang kelaparan itu. Dan tukang kebun yang engkau ceritakan itu dulunya seorang raja yang lantas meninggalkan istananya karena zuhud.” Pemilik kebun pun menyesali tindakannya, “Celaka, aku telah menyia-nyiakan kekayaan yang tak pernah aku temui.”
Menjelang kedatangannya di Kota Makkah, para pemimpin dan ulama bersama sama menunggunya. Namun tak seorang pun yang mengenali wajahnya. Ketika kafilah yang diikutinya memasuki gerbang Kota Makkah, seorang yang diutus menjemputnya bertanya kepada Ibrahim, “Apakah kamu mengenal Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang terkenal itu?” “Untuk apa kamu menanyakan si ahli bid’ah itu?” Ibrahim balik bertanya.
Mendapat jawaban yang tidak sopan seperti itu, orang tersebut lantas memukul Ibrahim, dan menyeretnya menghadap pemimpin Makkah. Saat diinterogasi, jawaban yang keluar dari mulutnya tetap sama, “Untuk apa kalian menanyakan si ahli bid’ah itu?” Ibrahim pun disiksa karena dia dianggap menghina seorang ulama agung. Tetapi, dalam hatinya Ibrahim bersyukur diperlakukan demikian, ia berkata, “Wahai Ibrahim, dulu waktu berkuasa kamu memperlakukan orang seperti ini. Sekarang, rasakanlah olehmu tangan-tangan penguasa ini.”
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan seorang bekas penguasa seperti Ibrahim bin Adham, dari pengalamannya memperbalki diri, dari kesendiriannya menebus segala kesalahan dan kelalaian, dari keikhlasan, kezuhudan, dan ketawadhuannya yang tak ternilai

GUS MIEK (KH.HAMIM DJAZULI) ra. Kekasih Allah Yang ‘Nyleneh’

 
KH Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman
(seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri pon-pes Al Falah mojo Kediri).Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur. Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas).
Hal itu dilakukan karena Gus Miek mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa). Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar Jawa.Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun akhirat.

Gus Miek seorang hafizh (penghapal) Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.
Gus Miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti discotiq ,club malam dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur keluar masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran jalan pintas.
Kisah-kisah Seputar Cara Beliau Da’wah
Pernah di ceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke discotiq dan disana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek.” Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ? sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ? lalu Gus Miek Menjawab “aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu ke laut…!hal ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan ,Gus miek angkat bicara “Sampeyan semua nggak percaya kalo aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..? lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget didalam Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Allah SWt untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Allah kepada Gus Miek.
Jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akherat kelak.
Suatu ketika beliau berda’wah di Semarang tepatnya di NIAC di pelabuhan Tanjung Mas. Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan. Gus Miek yang masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan.
Satu contoh lagi ketika Gus miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus miek masuk kedalam club yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu Gus Miek langsung menuju watries (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus di kejar oleh Gus Miek sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita ? “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada” jawab Gus Miek.
Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu dijalan maupun saat bertemu dengan tamu…”Apabila aku bertemu orang di jalan atau tamu aku diberi pengetahuan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis “ jawab Gus Miek
Adanya sistem Da’wah yang dilakukan Gus Miek tidak bisa d contoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang Alim pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan da’wah seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga seorang waliyallah.
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.
Inna lillahi wa inna ilahi roji’un[]

Tuhfah RA., Sufi Wanita sezaman Dengan Sari As-Saqati ra.


Begitu taatnya kepada Allah, akhirnya Tuhfah dianggap gila oleh majikannya. Sehingga, ia dimasukkan di RS jiwa. Tiba-tiba seorang sufi ingin menebusnya, tapi majikan Tuhfah yang semula menjual harga tinggi, akhirnya malah tidak menjual. Bahkan, mereka akhirnya menjalankan ibadah haji bersama-sama sampai meninggal dunia.
Budak Yang Sufi
SUFI wanita, Tuhfah, hidup sezaman dengan sufi Sari al-Saqati (sekitar tahun 250 H/853 M). Tuhfah seorang budak yang tidak mengenal tidur maupun makan, sepanjang hari menangis serta merintih dalam mengabdi kepada Allah. Akhirnya ketika keadaan sudah demikian gawat untuk ditangani keluarga majikannya. Mereka pun mengirim ke rumah sakit jiwa.
Sufi yang banyak bercerita tentang Tuhfah adalah Sari al-Saqati. Menurut al-Saqati, dia pergi ke rumah sakit karena kesumpekan hati nya. Di suatu kamar, ia mendapati seorang gadis hanya saja kedua kakinya dirantai Air matanya berlinangaan sepanjang hari ia selalu melantunkan syair.
Ketika ingin tahu identitas gadis itu, seorang perawat mengatakan ia seorang budak yang gila dan bernama Tuhfah. la dikirim oleh seseorang yang rupanya majikannya. Ketika perawat itu menerangkan kepada al-Saqati perihal dirinya. la pun berlinang matanya.
Tuhfah berkata, “Tangisanmu ini, lahir dari pengetahuanrnu tentang sifat-sifat Allah. Bagaimana jadinya jika engkau benar-benar mengenal-Nya sebagaimana dibutuhkan oleh makrifat hakiki?” Setelah berkata begitu Tuhfah pingsan satu jam. Sesudah itu ia bersyair kembali.
Saqati menganggap, Tuhfah sebagai saudara. Ketika Saqati bertanya siapa yang memenjarakan (maksudnya mengirim) ke rumah sakit ini?” Orang-orang yang iri dan dengki,” jawabnya. Mendengar jawaban itu, Saqati menganjurkan kepada petugas rumah sakit itu agar Tuhfah dilepas saja dan membiarkan ia pergi ke mana saja. Melihat gelagat itu Tuhfah bereaksi.
SAQATI BERDOA
Mendadak seseorang muncul di rumah sakit. Menurut seorang perawat, dia adalah majikan Tuhfah. Siapa yang memberi tahu, kalau budaknya yang gila itu sudah bersama al-Saqati, seorang syaikh. la sangat gembira dan mengatakan barangkali Sufi yang datang itu bisa menyembuhkan budaknya. la mengaku bahwa dirinya yang mengirim ke rurnah sakit. Seluruh hartanya sudah ludes untuk membiayai pengobatannya. Katanya budak itu dibeli dengan harga 20.000 dirham.
Saqati tertarik rnembeli karena ketrampilannya sebagai penyanyi, sementara alat musik yang sering ia pakai adalah harpa. la seorang sufi wanita yang begitu kuat cintanya kepada Allah.
Mendengar kisah itu Saqati kemudian dengan berani menawar berapa saja uang yang diminta jika sang majikan menjualnya. Sang majikan menukas, “Wahai Saqati, engkau benar seorang sufi, tetapi engkau sangat fakir, tidak bakalan bisa menebus harga Tuhfah,” tukasnya.
Benar apa yang dikatakan majikan Tuhfah. Kala menawar, Saqati tak memiliki uang sedirham pun. Saqati pulang dengan hati menangis. Tekadnya untuk membeli Tuhfah begitu besar dan menggebu-gebu, namun apa dikata, uang pun ia tak mengantungi. Kemudian ia berdoa, “Ya Allah, Engkau mengetahui keadaan lahiriah dan batiniahku. Hanya dalam rahmat dan anugerah-Mu aku percayakan diriku. Janganlah Engkau hinakan diriku kini!”
Selesai berdoa tiba-tiba pintu diketuk orang. Saqati pun membuka pintu. Didapati seseorang yang mengaku bernama Ahmad Musni dengan membawa empat orang budak yang memanggul pundi-pundi. Musni mendengar suara gaib, agar ia membawa lima pundi-pundi ke rumah Sari Al Saqati, supaya sufi fakir itu memperoleh kebahagiaan untuk membeli Tuhfah. Itulah salah satu karomah yang dimiliki al-Saqati.

HAJI BERSAMA
Mendengar cerita Musni itu, Saqati langsung sujud sukur, dilanjutkan dengan salat malam, dan bangun sampai pagi. Ketika matahari sepenggalah, Saqati mengajak Musni ke rumah sakit. Majikan Tuhfah yang mengejeknya itu sudah
berada di rumah sakit lebih dahulu. Ketika hendak dibayar berapa saja harga yang diminta, majikan itu malah mengelak, “Tidak Tuan, sekiranya Anda memberiku seluruh dunia ini untuk mernbelinya, aku tidak mau menerimanya. Aku telah membebaskan Tuhfah. la henar-benar bebas untuk mengikuti kehendak Allah,” tuturnya.
Mendengar kata-kata majikan itu, Ahmad Musni yang memberi Saqati lima pundi-pundi ikut menangis. Musni menangis karena terharu kepada majikan itu yang sudah meninggalkan duniawi, melepaskan hartanya seperti dirinya juga.” Betapa agung berkah yang diberikan Tuhfah, kepada kita bertiga ini” ujar Musni sambil menatap Sari Al Saqati dan majikan Tuhfah.
Ketiga orang itu pun kini berperilaku seperti sufi. Ketiganya pergi haji ke Makkah Dalam perjalanan Baghdad-Makkah Musni meninggal dunia Ketika sampai di Baitullah dan keduanya thawaf, Ketika saqati memberi tahu, bahwa Musni sudah meninggal Tuhfah berkomentar, “Di surga ia akan menjadi tetanggaku, Belum ada seorang pun yang melihat nikmat yang diberikan kepadanya”.
Ketika Saqati memberi tahu bahwa majikannya juga melaksanakan haji bersamanya, Tuhfah hanya berdoa sebentar, sesudah itu ia roboh di samping Kakbah. Ketika majikannya datang dan melihat Tuhfah sudah tak bernyawa, ia sangat sedih dan roboh di sampingnya. Saqati kemudian memandikan, mengkafani, menyalati dan menguburkan Tuhfah dan majikannya. Saqati selesai berhaji pulang sendirian ke Irak.

Syair-Syair Mahabbah Tuhfah kepada Allah
Aku bahagia berada dalam jubah Kesatuan
yang Engkau kenakan pada diriku
Engkaulah Tuhanku, dan Tuhan dalam kebenaran, seluruhnya
Hasrat-hasrat sekilas mengepung qalbuku
Namun, setiap dorongan berhimpun dalam diri-Mu
bersama-sama, saat kutatap diri-Mu
Segenap tenggorokan tercekik kehausan pun
terpuaskan air minuman
Tapi, apa yang terjadi atas orang orang yang kehausan oleh air?
Qalbuku pun merenungkan dan merasa sedih atas segenap dosa dan kesalahan di masa lalu
Sementara jiwa yang terikat raga ini pun menanggung derita kepedihan
Jiwa dan pikiranku pun kenyang dengan kerinduan
Ragaku pun sepenuhnya bergelora dan membara
Sementara dalam relung qalbuku, cinta-Mu pun tertutup rapat-rapat

Betapa sering aku kembali menghadap kepada-Mu
seraya memohon ampunan-Mu
Wahai junjunganku, wahai Tuhanku,
Engkau tahu apa yang ada dalam diriku
Kepada orang banyak telah kuserahkan dunia dan agamanya
Dan aku sibuk terus menerus mengingat-Mu
Engkau, yang  merupakan agama dan duniaku

Sesudah mencari-Mu dengan kecemburuan liar seperti ini,
kini akyu dibenci dan didengki
Karena Engkau adalah Tuhanku
kini akulah kekasih di atas segalanya

Ada lagi syair Tuhfah ra. lainnya
Qalbuku, yang mabuk oleh anggur lembut kasih sayang dan cinta,
kembali merindukan kekasihnya
Wahai, menangislah! Bebaslah dalam menangis di Hari Pengasingan
Air mata berlimpah yang jatuh berderai sesungguhnya baik semata
Betapa banyak mata yang dibuat Allah menangis ketakutan dan merasa risau kepada-Nya
kemudian merasa lega dan tentram
Sang budak yang tak sengaja berbuat dosa tapi menangis penuh penyesalan tetaplah seorang budak
Sekalipun ia kebingungan dan begitu ketakutan
Dalam qalbunya lampu terang pun bersinar cemerlang.

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati