Majelis Al-Anwar


Alhamdulillah atas izin Allah SWT Majelis Ta’lim dan Tadzkir Al-Anwar ini terbentuk pada hari senin malam selasa tgl 21-02-2006,dan Majelis ini diberi nama oleh Guru Mulia Al ‘alim Al ‘allamah Ad Da’iyah ilallah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin As Syekh Abu Bakar bin Salim mudah-mudahan majelis ini selalu mendapat rido dari Allah SWT dan Rosul-Nya hingga bisa bermafaat buat ummat muhammadiyah. Al Habib Muhammad Syahab sebagai pimpinan Majelis Al-Anwar sangat berharap dengan terbentuknya Majelis “Al-Anwar” yang sangat sederhana ini bisa menambahkan syiar agama Allah SWT, selalu membawa sunnah-sunnah Rosulullah SAW dan tidak keluar dari ajaran Salafunasholeh. Betapa sangat pentingnya keberadaan Majelis-majelis yang mengajarkan ilmu Allah SWT, tidak selayaknya bagi manusia jauh dari ilmu Allah SWT, ilmu agama adalah hal yang terpenting didalam kehidupan manusia, para anbiya tidak mewariskan harta, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, ilmu menerangi hati dari kegelapan. Hadir dimajelis ilmu bisa menghidupkan hati yang telah mati, sebagaimana Allah SWT menghidupkan tanah yang telah tandus dengan air hujan

Majelis Nurul Musthofa



 
        Majlis Nurul Musthofa adalah saah satu media untuk mendekatkan diri kepada Allah dan Rasulullah SAW, yang didirikan pada tahun 2000 oleh Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf. Nurul Musthofa diambil dari nama Rasulullah SAW yang artinya “Cahaya Pilihan”. Bermula dari pengajian Al-Qur’an dan Zikir-zikir yang keliling dari rumah-kerumah.  
         Pada tahun 2001 dengan izin Allah SWT, Majlis Nurul Musthofa kedatangan Al Habib Umar Bin Muhammad Bin Hafidz.BSA dan Al Habib Anis Bin Alwi Al Habsyi, nama ini di ijazahkan dan diresmikan oleh beliau-beliau, maka pada tahun yang sama pertama kali dikenalkan sejarah Rasulullah SAW dengan pembacaan Al-Qur’an, Zikir-Zikir dan nasehat agama yang berkembang pesat yang bermula dari 10 orang sehingga menjadi ratusan orang.  
        Maka pada tahun 2002, berdatangan kembali para ulama-ulama dari Saudi Arabia, Yaman, Madinah, Malaysia, dan banyak lagi para ulama yang memberikan ilmu-ilmu Allah diantaranya Al Habib Salim Assyatiri yang memberi ijazah membaca 129 kali Yaa Latif sehabis Sholat kepada para Jama’ah.  
        Pada tahun 2003, Majlis Nurul Musthofa mulai berpindah-pindah tempat yang asalnya dari rumah menuju ke Masjid-Masjid, sehingga hamper kurang lebih 50 Masjid mendakwahkan ilmu-lmu agama dengan pembacaan kitab Nasahadiniyyah, yang dikarang oleh Al Habib Abdulloh Bin Alwi Al Haddad.  
        Pada tahun 2004, Majlis Nurul Musthofa dari yang ratusan menjadi ribuan orang, yang ditambah orang dengan Mo’idzoh Hasanah oleh guru-guru diantaranya, KH. Abdul Hayyie Naim, Ust. Adnan Idris, Ust. Imam Wahyudi, dan mashi banyak lagi yang lain untuk mendakwahkan ilmunya dan menuangkan ilmunya di Majlis Nurul Musthofa.  
        Pada tahun 2005, Majlis nurul Musthofa mengokohkan yayasan “Nurul Musthofa”, yang diketuai oleh saudaranya Al Habib Abdulloh Bin Ja’far Assegaf dan Al Habib Musthofa Bin Ja’far Assegaf, maka mendapatkan izin resmi dari Departemen Agama RI.               Pada tahun 2006, Majlis Nurul Musthofa berkembang pesat dari 50 Masjid menjadi 250 Masjid di Jakarta, Syiar ini diterima oleh semua kalangan, dan pada tahun ini pula berdiri rumah kediaman Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf di Jakarta sebagai sekretariat Nurul Musthofa. Pada tahun 2007, Majlis Nurul Musthofa mendirikan Majlis sementara yang sdang dibangun seluas 700 meter dibelakang rumah kediaman Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, yang Insya Allah akan berdiri pada tahun 2008 sebagai aktifitas pengajar sehari-hari di Majlis Nurul Musthofa yang dihibahkan oleh keluarga besar oleh H. Abdul Ghofar.    Nb : Dukungan dan bantuan do’a kami harapkan dari Jama’ah, Terima Kasih.

Sekretariat :
 "Istana Seggaf " Jl. RM. Kahfi I GG. Manggis RT.01/01 No. 9A Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630, Indonesia. No. Telepon : 021-7865854  

Kordinator :

Bpk Abdulrahman, Telp. 0813-11130261 E-Mail: abdurrahman@nurulmusthofa.org
Zaenal Arifin, Telp. 0813-82996003 E-Mail: zaenal@nurulmusthofa.org

Majelis Rosululloh SAW

Nama "Majelis Rasulullah." dalam aktifitas dakwah ini berawal ketika Hb Munzir Almusawa lulus dari Study-nya di Darulmustafa pimpinan Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh Tarim Hadramaut, Yaman. Beliau kembali ke Jakarta dan memulai berdakwah pada tahun 1998 dengan mengajak orang bertobat dan mencintai nabi saw yang dengan itu ummat ini akan pula mencintai sunnahnya, dan menjadikan Rasul saw sebagai Idola.
Imagehabib Munzir mulai berdakwah siang dan malam dari rumah kerumah di Jakarta, ia tidur dimana saja dirumah-rumah masyarakat, bahkan pernah ia tertidur di teras rumah orang karena penghuni rumah sudah tidur dan ia tak mau membangunkan mereka di larut malam. Setelah berjalan kurang lebih enam bulan, Hb Munzir memulai membuka Majelis setiap malam selasa *(mengikuti jejak gurunya Al Habib Umar bin Hafidz yang membuka Majelis minggu-an setiap malam selasa), dan ia pun memimpin Ma'had Assa'adah, yang di wakafkan oleh Al Habib Umar bin Hud Alattas di Cipayung, setelah setahun, munzir tidak lagi meneruskan memimpin ma'had tersebut dan melanjutkan dakwahnya dengan menggalang majelis-majelis di seputar Jakarta.
Hb Munzir membuka majelis malam selasa dari rumah kerumah, mengajarkan Fiqh dasar, namun tampak ummat kurang bersemangat menerima bimbingannya, dan Hb munzir terus mencari sebab agar masyarakat ini asyik kepada kedamaian, meninggalkan kemungkaran dan mencintai sunnah sang Nabi saw, maka Hb Munzir merubah penyampaiannya, ia tidak lagi membahas permasalahan Fiqih dan kerumitannya, melainkan mewarnai bimbingannya dengan nasehat-nasehat mulia dari Hadits-hadits Rasul saw dan ayat Alqur'an dengan Amr Ma'ruf Nahi Munkar, dan lalu beliau memperlengkap penyampaiannya dengan bahasa Sastra yang dipadu dengan kelembutan ilahi dan tafakkur penciptaan alam semesta, yang kesemuanya di arahkan agar masyarakat menjadikan Rasul saw sebagai idola, maka pengunjung semakin padat hingga ia memindahkan Majelis dari Musholla ke musholla, lalu Musholla pun tak mampu menampung hadirin yang semakin padat, maka Munzir memindahkan Majelisnya dari Masjid ke Masjid secara bergantian.
Mulailah timbul permintaan agar Majelis ini diberi nama, Hb Munzir dengan polos menjawab, "Majelis Rasulullah?", karena memang tak ada yang dibicarakan selain ajaran Rasul saw dan membimbing mereka untuk mencintai Allah dan Rasul Nya, dan pada dasarnya semua Majelis taklim adalah Majelis Rasulullah saw..
ImageMajelis kian memadat, maka Munzir mengambil empat masjid besar yang
bergantian setiap malam selasa, yaitu masjid Raya Almunawar Pancoran Jakarta Selatan, Masjid Raya At Taqwa Pasar minggu Jakarta Selatan, Masjid Raya At Taubah Rawa Jati Jakarta Selatan, dan Ma`had Daarul Ishlah Pimp. KH. Amir Hamzah di Jalan Raya Buncit Kalibata Pulo, Namun karena hadirin semakin bertambah, maka Hb Munzir akhirnya memusatkan Majelis Malam selasa ini di Masjid Raya Almunawar Pancoran Jakarta Selatan, kini acara ini dihadiri berkisar antara 10.000 hadirin setiap minggunya, Hb Munzir juga meluaskan wilayah da'wah di beberapa wilayah Jakarta dan Sekitarnya, lalu mencapai hampir seluruh wilayah Pulau Jawa, Majelis Rasulullah tersebar di sepanjang Pantai Utara Pulau jawa dan Pantai Selatan, dan terus makin meluas ke Bali, Mataram, Irian Barat, bahkan Singapura, Johor dan Kualalumpur, demikian pula di stasion stasion TV Swasta, bahkan VCD, Majalah bulanan dll, dan kini Anugerah ilahi telah merestui Majelis Rasulullah untuk meluas ke Jaringan internet dengan nama asalnya "Website Majelis Rasulullah".
Semoga Allah memberikan anugerah kemudahan pada Hb Munzir Almusawa untuk terus menjadi Khadim Nabinya saw, memberikan padanya kesehatan Jasmani dan Rohani, dan selalu membimbingnya di Jalan yang di Ridhoi Allah swt, dan juga melimpahkan Anugerah Agung pada para aktifis Majelis Rasulullah khususnya, dan semua Pecinta Rasulullah saw pada umumnya, Amin.
Kritik & saran mengenai website ini dapat dikirim ke admin@majelisrasulullah.org
Alamat Majelis Rasulullah: Jl Cikoko Barat V, RT 03/05, No 66, Kelurahan Cikoko, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan (12770). (Telfon 021-7986709)
:

AL HABIB MUHAMMAD BIN HUSEIN BA'ABUD


Habib Muhammad, begitu ia biasa disapa, dikenal sebagai guru para Habib di daerah Malang dan sekitarnya. Karena beliaulah yang pertama kali membuka pesantren dari kalangan habaib pada tahun 1940. Bisa dipastikan, Pesantren Darun Nasyiien yang didirikannya di Lawang, Malang, adalah pesantren kaum habaib yang pertama di Indonesia. Kalaupun sudah banyak lembaga pendidikan para habib yang berdiri sebelumnya, biasanya hanya berbentuk madrasah, bukan pesantren. Sudah tak terhitung lagi banyaknya alumnus Darun Nasyiien yang menjadi ulama di seluruh Indonesia. Rata-rata mereka selalu mengibarkan bendera Ahlussunnah Wal Jamaah ala Thariqah Alawiyin di tempat mereka berada.

Nama Habib Muhammad bin Husein Ba’abud juga tak pernah hilang dari hati kaum muslimin kota Malang. Sampai sekarang. Masa Kecil di Surabaya Al-Ustadz Habib Muhammad bin Husein dilahirkan di daerah Ampel Masjid Surabaya. Tepatnya di sebuah rumah keluarga, sekitar 20 meter dari Masjid Ampel, pada malam Rabu 9 Dzulhijjah 1327 h. Menurut cerita ayahandanya (Habib Husein), saat akan melahirkan, ibunda beliau (Syarifah Ni’mah) mengalami kesukaran hingga membuatnya pingsan. Habib Husein bergegas mendatangi rumah Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya. Habib Abu Bakar memberikan air untuk diminumkan pada istrinya. Tak lama sesudah diminumkannya air tersebut, dengan kekuasaan Allah, Syarifah Ni’mah melahirkan dengan selamat. Habib Abu Bakar berpesan untuk dilaksanakan aqiqah dengan dua ekor kambing, diiringi pesan agar tidak usah mengundang seseorang pada waktu walimah, kecuali sanak keluarga Syarifah Ni’mah. Terlaksanalah walimah tersebut dengan dihadiri Habib Abu Bakar. Beliau pulalah yang memberi nama Muhammad, disertai pembacaan do’a-do’a dan Fatihah dari beliau. Pada saat berumur 7 tahun, Habib Muhammad berkhitan. Ayahandanya mengadakan walimah berskala besar dengan mengundang para kerabatnya.

Setelah dikhitan, Habib Husein memasukkan putranya itu ke Madrasah al-Mu’allim Abdullah al-Maskati al-Kabir, sesuai dengan isyarat dari Habib Abu Bakar. Akan tetapi anaknya merasa tidak mendapat banyak dari madrasah tersebut. Tidak lama setelah belajar, Habib Husein memasukkannya ke Madrasah Al-Khoiriyah, juga di kawasan Ampel. Pelajaran di Madrasah Al-Khoiriyah waktu itu juga tidak seperti yang diharapkan, disebabkan tidak adanya kemampuan yang cukup dari para pengajarnya. Habib Muhammad pun merasa kurang mendapat pelajaran. Tapi setelah berada di kelas empat, terbukalah mata hatinya, terutama setelah datangnya para tenaga pengajar dari Tarim-Hadramaut.

Di antara para guru itu adalah Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dan Habib Hasan bin Abdulloh al-Kaf. Juga terdapat guru-guru lain yang mempunyai kemampuan cukup, seperti Habib Abdurrohman bin Nahsan bin Syahab. Semangat Habib Muhammad dalam menimba ilmu semakin bertambah, terutama karena perhatian dari Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlor. Habib Muhammad merasakan berkah dari pandangan dan do’a-do’a Habib Muhammad al-Muhdlor di dalam majelis rouhah (pengajian)-nya. Habib Muhammad sangatlah rajin menghadirinya dan telah membaca beberapa kitab di hadapan beliau, juga bernasyid Rosyafaat gubahan Habib Abdurrohman bin Abdulloh Bilfaqih bersama as-Saiyid Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Yahya. Habib Muhammad al-Muhdlor sangat menyayangi beliau dan seringkali mendo’akannya. Ketika itulah Habib Muhammad merasa telah mendapatkan futuh, manfaat dan juga barakah dari menuntut ilmu.

Habib Muhammad semakin haus dengan ilmu pelajaran di Madrasah Al-Khoiriyah. Di tengah masa belajar itu beliau seringkali menggantikan para gurunya mengajar, bilamana mereka berudzur datang. Sampai akhirnya nasib baik itu datang padanya setelah menempuh pendidikan hampir enam tahun lamanya. Pada akhir tahun pendidikan, para pelajar yang lulus menerima ijazah kelulusan. Ijazah itu dibagikan langsung oleh Habib Muhammad al-Muhdlor. Ternyata Habib Muhammad menempati peringkat pertama, dari seluruh pelajar yang lulus waktu itu. Bersamaan dengan itu, Habib Muhammad al-Muhdlor menghadiahkan sebuah jam kantong merk Sima kepadanya. Kebahagiaan semakin bertambah ketika Habib Muhammad al-Muhdlor mengusap-usap kepala dan dadanya sambil terus mendo’akannya. Dalam waktu bersamaan, Habib Agil bin Ahmad bin Agil (pengurus madrasah) memberitahukan bahwa Habib Muhammad pada tahun itu akan diangkat menjadi guru di Madrasah Al-Khoiriyah, tempatnya belajar selama ini. Disamping mengajar pagi dan sore di Madrasah Al-Khoiriyah, Habib Muhammad juga banyak memberikan ceramah agama di berbagai tempat. Ia juga rajin menerjemahkan ceramah-ceramah para mubaligh Islam yang datang dari luar negeri, seperti Syeikh Abdul Alim ash-Shiddiqi dari India, dsb.

Pada tahun 1348 h, tepatnya Kamis sore 22 Robi’utsani, ayahanda beliau menikahkannya dengan Syarifah Aisyah binti Saiyid Husein bin Muhammad Bilfaqih. Bertindak sebagai wali nikah adalah saudara kandung istrinya, Saiyid Syeikh bin Husein Bilfaqih yang telah mewakilkan aqd kepada Qodli Arab di Surabaya masa itu, yaitu Habib Ahmad bin Hasan bin Smith. Walimatul ursy di rumah istrinya, Nyamplungan Gg IV Surabaya. Dalam pernikahan ini Allah SWT telah mengaruniainya enam putra dan delapan putri. Mereka adalah Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fathimah, Abdulloh, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyah, Nur dan Ibrohim. Pindah ke Malang Pada bulan Jumadil Akhir 1359 H, bertepatan dengan Juli 1940, Habib Muhammad beserta keluarganya pindah ke Lawang, Malang. Di kota kecamatan inilah beliau mendirikan madrasah dan pondok pesantren Darun Nasyiien, yang pembukaan resminya jatuh pada bulan Rojab 1359 H, bertepatan dengan 5 Agustus 1940. Pembukaan pondok pertama kali itupun mendapat perhatian yang luar biasa dari masyarakat dan ulama tanah Jawa. Bahkan sebagian sengaja datang dari luar Jawa. Beberapa bulan setelah tinggal di Lawang, ayahanda dari Surabaya (Habib Husein) turut pindah ke Lawang dan tinggal bersamanya.

Ketika penjajah Jepang datang, Habib Muhammad sempat berpindah-pindah tinggal. Mulai dari Karangploso, Simping, hingga Bambangan, yang kesemuanya masih di sekitar Lawang. Kegiatan mengajarnya juga sempat berhenti sekitar 17 hari, karena Jepang pada waktu itu memerintahkan untuk menutup seluruh madrasah dan sekolah di seluruh daerah jajahannya. Ketika Belanda datang kembali untuk menjajah yang kedua kalinya, terpaksa madrasah ditutup lagi selama tiga bulan, mengingat keamanan yang dirasa membahayakan pada waktu itu. Barulah sejak 1 April 1951, Habib Muhammad sekeluarga kembali ke Jl. Pandowo sampai akhir hayatnya. Tepatnya di rumah nomor 20, yang di belakangnya terdapat pondok pesantren, beserta kamar-kamar santri, musholla Baitur Rohmah dan ruang-ruang kelas yang cukup baik. Saat itu yang dipercaya sebagai panitia pembangunan sekaligus arsitekturnya adalah putra sulung beliau, Habib Ali bin Muhammad Ba’abud. Habib Muhammad berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu pukul 10.20 tanggal 18 Dzulhijjah 1413 h, bertepatan dengan 9 Juni 1993. Jenazah almarhum diantar oleh banyak orang ke pemakaman Bambangan, Lawang. Lalu dimakamkan di samping makam ayahanda dan kakak beliau. Rohimahullohu rohmatal abror. Wa askannahul jannata darul qoror. Tajri min tahtihal anhar. Aamiin ya Allohu ya Ghofuru ya Ghoffar.

Wasiat yang Ditinggalkan Habib Muhammad Ada beberapa wasiat yang ditinggalkan oleh Habib Muhammad yang layak direnungkan oleh umat Islam dimanapun.

Diantara wasiatnya itu adalah,

1. Hendaklah mereka menjalankan sunnah-sunnah atau prilaku pemimpin para utusan Allah, Saiyidina Muhammad SAW, dan hendaknya pula mengikuti sunnah dan perjalanan para Khalifah yang telah mendapatkan petunjuk (al-Khulafaur Rosyidin). Barangsiapa yang tidak mampu menjalankan kesemuanya itu, setidak-tidaknya janganlah keluar atau menyimpang dari jalan atau petunjuk para Salafus Sholih, yaitu para leluhur kita yang sholeh serta terbukti kewaliannya. Dan barangsiapa belum mendapat jua taufiq hidayat untuk itu semua, paling tidak hendaknya ia meneladani kepadaku, yaitu meneladani dalam hal ibadahku dan khalwatku, juga di dalam menjauhkan diri dari kebanyakan orang, bersama dengan perlakuanku yang baik terhadap anak kecil dan orang besar laki-laki dan perempuan, jauh maupun dekat, tanpa harus sering berkumpul atau banyak bergaul, dan tanpa harus saling tidak peduli ataupun saling benci-membenci.

2. Hendaknya pula sangat berhati-hati dalam bermusuhan dan berselisih dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga.

3. Selalu memohon pada Allah kasih sayangnya atau diriku serta memohonkan ampun untukku dengan membacakan istighfar sesuai dengan kesanggupannya masing-masing pada setiap waktu, lebih-lebih lagi di dalam hari-hari Asyura, Rajab dan di bulan Ramadlan, Haji, terutama pada bulan dimana Allah SWT mentakdirkan akan wafatku.

4. Mempererat tali silaturahmi, karena sesungguhnya silaturahmi itu sangat memberi pengaruh terhadap keberkahan rizqi dan salah satu sebab dipanjangkannya umur seseorang. Silaturohmi itu menunjukkan keluhuran budi pekerti dan tanda seseorang mendapat kebajikan di hari kemudian. Maka hati-hatilah kalian daripada memutuskan tali persaudaraan , karena perbuatan itu sangatlah keji dan siksanya sangatlah pedih. Seseorang yang memutuskan silaturohmi itu adalah terkutuk, sesuai nash al-Quran dan menandakan orang yang lemah imannya, orang yang memutus silaturahmi tidak akan mencium bau sorga dan kesialannya menjalar pada tetangga-tetangganya. Maka sambunglah tali persaudaraan, karena sesungguhnya tali rohim itu tergantung pada salah satu tiangnya Arsy Allah SWT.

5. Agar banyak beristikharah dan musyawarah dalam segala hal, dan hendaknya selalu mengambil jalan yang hati-hati. Walaupun pada hakekatnya berhati-hati itu tidak dapat meloloskan seseorang dari ketentuan dan takdir Allah, akan tetapi menjalankan sebab tidaklah boleh ditinggalkan. Justru dengan sebab itulah wasiat atau pesan dan nasehat itu dibutuhkan dan dianjurkan, karena kesemuanya itu adalah satu daripada sebab dalam mengajak manusia kepada Allah serta mengajak mereka menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat.

Semoga Allah SWT mencurahkan kasih sayangnya atas mereka yang suka memberikan nasehat dan membalas mereka dengan kebaikan yang melimpah, dan semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq-Nya pada kita.

AL HABIB ALWI BIN SALIM AL IDRUS


Al 'Allamah Al Wari' Al Habib Salim bin Ahmad Al 'Aydrus lahir di kota Malang Jawa Timur dari pasangan Habib Salim bin Ahmad dengan Hababah Fathimah. Tak heran jika kelak Hb.Alwi menjadi ulama' besar yang syarat dengan kharisma. Disamping berkah kewara'-an kedua orang tuanya, beliau sendiri, juga karena memang ibunda beliau pernah mendapat bisyaroh (kabar gembira) di kala mengandungnya.

Sejak kecil Hb. Alwi telah menunjukan kecintaan dan kepeduliannya terhadap ilmu. Menuntut ilmu beliau geluti tanpa mengenal lelah. "Tiada Hari Tanpa Belajar", demikianlah mungkin motto beliau semasa muda. Kapan dan di manapun beliau senantiasa belajar. Begitu urgen ilmu di mata Hb. Alwi, hingga akhir hayatpun beliau senantiasa setia merangkulnya.

Habib Alwi lebih banyak belajar kepada Al 'Allamah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih. Seorang ulama terkemuka yang mendapatkan sanjungan dari salah seorang maha gurunya Al Habib Alwi bin Abdulloh bin Syihab, _"Wabilfagiihi fil fighi kal adzro'i, wa fittashowwufi wal adabi muttasi'i". Marga bilfagih (Hb. Abdul Qodir) dalam bidang fiqih bagai Imam Adzro'i, Dan dalam ilmu tasawuf serta kesusastraan bak lautan yang tak bertepi.

Habib Alwi adalah figur yang akrab dengan akhlaqul karimah. Apabila bertemu dengan muslim, beliau senantiasa menebar salam lebih dahulu. Dengan siapapun beliau selalu berkomunikasi dengan tutur kata yang halus dan sopan, bahkan sering kali tutur katanya membuat hati yang mendengarkan menjadi tenang. Sikap yang lemah lembut dan rendah hati senantiasa menghiasi hari-harinya. Tidak berlebihan jika beliau disebut sebagai Bapak anak yatim, kasih sayang dan kepedulian kepada mereka sangat kental dengan pribadi Hb. Alwi.

Keluhuran akhlaq dan keluasan ilmunya mampu melunakkan hati semua orang, kafir sekalipun. Suatu saat ada seorang non-muslim keturunan Tionghoa bertandang di kediaman beliau guna mendiskusikan ajaran agama islam. Dengan ramah dan senang hati Hb. Alwi menemuinya dan mengajaknya berkomunikasi dengan tutur kata dan akhlaq yang luhur. Mendengarkan penjelasan dan petuah-petuahnya orang tersebut tercengang dan terkesima. Seketika ia memantapkan hati menyatakan diri memeluk agama islam.

Dalam urusan mengajar dan berdakwah Hb. Alwi senantiasa berada di barisan terdepan. Sakit, hujan ataupun sedikitnya yang hadir dalam majlis beliau, semuanya tak mengurangi sedikitpun semangat bahkan keikhlasannya dalam mengajar dan berdakwah. Suatu ketika Habib 'Alwi mengajar di desa Gondanglegi Malang. Dalam perjalanan menuju desa tersebut hujan turun sangat lebat. Melihat kondisi demikian, salah seorang murid beliau yang menyertainya ketika itu mengusulkan agar majlis tersebut ditunda. Namun tidak demikian dengan Habib Alwi, karena beban dan tanggung jawab sebagai pengemban risalah nabawiyah, beliau tetap konsisten. Ironisnya, ketika sampai di tempat, ternyata yang hadir saat itu hanya segelintir manusia. Meskipun demikian Hb. Alwi tak patah semangat.

Bagi Hb. Alwi, apalah artinya semangat jika tanpa disertai keikhlasan. Pernah Habib Alwi diundang ceramah di wilayah Sukorejo. Beliau berangkat tidak dijemput dengan mobil mewah layaknya para muballigh lainnya. Tapi beliau hanya dijemput oleh salah seorang utusan panitia. Nanum, dengan landasan ikhlas yang tinggi dan ditopang semangat juang yang gigih, beliau berangkat ke Sukorejo hanya dengan mengendarai oplet, demi misi syiar islam.

Kesederhanaan memang tersirat dalam diri Habib Alwi. Memang untuk urusan mengajar beliau bukan tipe ulama yang perhitungan. Di mana dan kapanpun selagi tidak ada udzur syar'i. Siapapun orangnya yang meminta sampai harus naik apa, beliau bersedia hadir. Tidak jarang beliau diundang oleh orang miskin, di pelosok desa yang penuh rintangan, naik dokar sekalipun Habib Alwi menyanggupinya.
Hampir setiap sore terutama hari kamis Hb. Alwi memberikan pengajian di masjid Jami' Malang. Takmir masjid tidak menyediakan mobil jemputan untuk Hb. Alwi. Untuk itu beliau rela pulang pergi dari rumah ke masjid dengan naik becak.

Da'wah Hb.Alwi melegenda ke segenap lapisan masyarakat. Mereka mengenal sosok Hb. Alwi sebagai ulama' yang memiliki kepribadian yang santun dan bersahaja. Maka tak heran jika beliau memiliki pengaruh kuat yang membuahkan hasil perubahan dan peningkatan. Keberaniannya dalam menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil mampu menembus dinding baja ruang kerja para pejabat pemerintah. Ketika ada di antara mereka yang bertindak semau gue tanpa mengindahkan syariat agama islam, beliau tidak segan-segan menegurnya.

Demi misi dakwah, Habib Alwi sanggup merelakan segalanya. Dalam hidupnya beliau tidak ingin merepotkan siapapun. Lebih-lebih ketika berdakwah di pedesaan, beliau membawa makanan sendiri dan dibagi-bagikan kepada hadirin. Hampir setiap hari, dalam pengajian yang beliau gelar di kediamannya, Hb. Alwi menjamu para santrinya. Belum lagi ketika beliau mengadakan pengajian secara mendadak, maka beliau tidak segan-segan untuk merogoh koceknya sendiri demi langgengnya dakwah islamiyah. Begitu ramah dan supelnya Hb. Alwi, sehingga tukang becak atau pengemis sekalipun tidak merasa sungkan bertamu kepada beliau. Lebih heran lagi, Hb. Alwi tidak pernah membeda-bedakan tamunya, ini pejabat, ini tukang becak dan sebagainya. Beliau menghormati semua tamunya dengan pelayanan yang proporsional. Sebagai tuan rumah beliau tidak segan-segan mengeluarkan sendiri hidangan untuk tamunya.

Suatu ketika ada seorang pengemis bertamu kepada Hb. Alwi. Kala itu beliau sedang istirahat siang sementara beberapa santrinya berjaga-jaga di serambi rumah beliau. Rupanya sang pengemis tersebut bersikeras ingin bertemu sang Habib sekalipun para santri tidak mengizinkannya. Namun akhirnya pun sang pengemis angkat kaki dari rumah Hb. Alwi membawa kekecewaan yang mendalam. Rupanya Hb.Alwi mengetahuinya. "Tadi ada tamu pengemis ya?", tanya Hb.Alwi kepada santrinya. "Iya Bib, tapi habib sedang istirahat", jawab salah seorang santrinya. "Kenapa tidak membangunkan saya? Iya kalau yang datang tadi pengemis betulan, kalau ternyata Nabiyulloh Khidir as?", tegas Hb. Alwi.

Maka berkat akhlaqul karimah, sabar, ikhlas istiqomah serta berbagai mujahadah yang beliau telateni salama ini, semasa hidup Hb. Alwi sudah menerima bisyaroh dari Al Imam Syafi'i ra berupa dua jaminan dari beliau. Yang pertama di dunia dan yang kedua untuk yang kedua (akherat). Bahkan semasa hidupnya pula Hb. Alwi pernah bertemu dengan datuknya Rosululloh SAW secara yaqodzoh (terjaga/bangun) sebanyak 35 kali.

Habib Alwi meninggal pada tahun 1995 M dan dimakamkan di pemakaman Kasin Malang di sebelah utara kubah maha gurunya Al 'Arif billah Al Quthb Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih.

KH. A SHOHIBULWAFA TAJUL ARIFIN ( ABAH ANOM )


KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.

Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.

Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.

Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.

SYEIKH SAYYID AHMAD ZAINI DAHLAN


Di kalangan penuntut ilmu di pondok pesantren, nama Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sudah tidak asing lagi. Namanya harum dan terkenal di kalangan mereka karana sebagian besar daripada sanad keilmuan para ulama Nusantara (Malaysia, Indonesia dan Fathoni) bersambung kepada ulama besar ini. Dan di kalangan para ulama ia sangat terkenal sebagai ulama seorang pembela Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam perselisihan dengan Wahabi. Ulama besar inilah yang telah memberi perlindungan kepada Syaikh Rahmatullah bin Khalilurrahman al- Kiranawi al-Hindi al-Utsmani (lahir 1226H/1811M, wafat malam Jumaat, 22 Ramadan 1308H/2 Mei 1891M) ketika diburu oleh penjajah Inggris bahkan memperkenalkan kepada pemerintah Makkah. Seterusnya memberi ijin untuk Syeikh Rahmatullah membuka Madrasah Shaulatiyah.

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah merupakan seorang Syeikhul Islam, Mufti Haramain dan Pembela Ahlus Sunnah Wal Jama`ah. Berasal dari nasab yang mulia, ahlul bait Rasulullah melalui keturunan Sayyiduna Hasan, cucu kesayangan Rasulullah. Berdasarkan kepada kitab “Taajul-A’raas”, juzuk 2, mukasurat 702 karya al-Imam al-’Allaamah al-Bahr al-Fahhamah al-Habib ‘Ali bin Husain bin Muhammad bin Husain bin Ja’faar al-’Aththaas. Nasabnya adalah seperti berikut :

Al-Imam al-Ajal wal-Bahrul Akmal Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi wa Hafidzu Haditsin Nabi s.a.w. wa Kawakibu Sama-ihi, Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin asy-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan bin Ahmad Dahlan bin ‘Utsman Dahlan bin Ni’matUllah bin ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Athoya bin Faaris bin Musthofa bin Muhammad bin Ahmad bin Zaini bin Qaadir bin ‘Abdul Wahhaab bin Muhammad bin ‘Abdur Razzaaq bin ‘Ali bin Ahmad bin Ahmad (Mutsanna) bin Muhammad bin Zakariyya bin Yahya bin Muhammad bin Abi ‘Abdillah bin al-Hasan bin Sayyidina ‘Abdul Qaadir al-Jilani, Sulthanul Awliya` bin Abi Sholeh Musa bin Janki Dausat Haq bin Yahya az- Zaahid bin Muhammad bin Daud bin Muusa al-Juun bin ‘Abdullah al-Mahd bin al-Hasan al-Mutsanna bin al- Hasan as-Sibth bin Sayyidinal-Imam ‘Ali & Sayyidatina Fathimah al-Batuul.

Menurut riwayat, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan lahir di Makkah pada 1232H/1816M. Selesai menimba ilmu di kota kelahirannya, ia kemudian dilantik menjadi mufti Mazhab Syafi‘i, merangkap Syeikh al- Haram yaitu “pangkat” ulama tertinggi yang mengajar di Masjid al-Haram yang diangkat oleh Syeikh al-Islam yang berkedudukan di Istanbul, Turki. Beliau sangat terkenal, dan berawal dari itulah maka beliau diberi berbagai gelar dan julukan antaranya al-Imam al-Ajal (Imam pada waktunya), Bahrul Akmal (Lautan Kesempurnaan), Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi – Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam – wa Kawakibu Sama-ihi (Penghafal Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Bintang-bintang langitnya), Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik).

Murid beliau Sayyidi Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi dalam “Nafahatur Rahman” antara lain menulis : “Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan hafal al-Qur`an dengan baik dan menguasai 7 cara bacaan Qur`an (7 qiraah). Beliau juga hafal kitab “asy-Syaathibiyyah” dan “al-Jazariyyah”, dua kitab yang sangat bermanfaat bagi pelajar yang hendak mempelajari qiraah 7. Kerana cinta dan perhatiannya pada al-Qur`an, beliau memerintahkan sejumlah qari untuk mengajar ilmu ini, beliau khawatir ilmu ini akan hilang jika tidak diajar terus.”

Murid-muridnya

Diantara ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru dengan ulama besar ini ialah :

·Kyai Nawawi Banten

·Kyai Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi

·Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni menurut satu riwayat

·Kyai Muhammad Saleh Darat

·Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi

·Sayyid Utsman bin Yahya Betawi

·Tuan Hussin Kedah

·Syeikh Ahmad Yunus Lingga,

·Sayyid Abdullah az-Zawawi, Mufti Syafiiyyah, Mekah,

·Datuk Hj Ahmad Ulama Brunei,

·Tok Wan Din, nama yang sebenar ialah Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni,

·Syeikh Abdul Qadir al-Fathoni

·Syeikh Abdul Hamid Kudus,

·Kyai Muhammad Khalil al-Maduri,

·Haji Utsman bin Abdullah al-Minankabawi, Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama,

·Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani,

·Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh ‘Abdul Qadir bin ‘Abdur Rahman bin ‘Utsman al Fathoni

·Tuan Kisa-i’ Minankabawi [atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh.

·Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus

·Syeikh Utsman Sarawak

·Syeikh Abdul Wahab Rokan dan ramai lagi.

Selain itu banyak lagi ulama di Nusantara yang bersambung sanad keilmuan mereka kepada murid Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yaitu Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi dan Syeikh Ahmad al Fathoni. Bahkan Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni juga merupakan murid Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi. Dan murid Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara sangatlah banyak.

Karya-karya Beliau

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah seorang ulama yang produktif. Selain melahirkan para ulama beliau juga menghasilkan kitab yang sangat banyak, diantara nya :

1. al-Futuhatul Islamiyyah;

2. Tarikh Duwalul Islamiyyah;

3. Khulasatul Kalam fi Umuri Baladil Haram;

4. al-Fathul Mubin fi Fadhoil Khulafa ar-Rasyidin;

5. ad-Durarus Saniyyah fi raddi ‘alal Wahhabiyyah;

6. Asnal Matholib fi Najati Abi Tholib;

7. Tanbihul Ghafilin Mukhtasar Minhajul ‘Abidin;

8. Hasyiah Matan Samarqandi;

9. Risalah al-Isti`araat;

10. Risalah I’raab Ja-a Zaidun;

11. Risalah al-Bayyinaat;

12. Risalah fi Fadhoilis Sholah;

13. Shirathun Nabawiyyah;

14. Mukhtasor Jiddan, Syarah Ajrumiyyah;

15. Fathul Jawad al-Mannan;

16. al-Fawaiduz Zainiyyah Syarah Alfiyyah as-Sayuthi;

17. Manhalul ‘Athsyaan;

Setelah pengabdiannya di Makkah, Saiyyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-Hasani berangkat ke kota Madinah, karana suasana di kota Makkah kurang aman dan beliau wafat di kota Madinah pada 1304H/1886M dan dimakamkan disana. Semoga Allah sentiasa mengasihi dan merahmati Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani.

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati