AL HABIB AHMAD BIN ABDULLAH BIN MUHSIN ASSEGAFF

Penulis Sejarah dan Sastrawan Hebat
Salah satu pakar nasab di Indonesia yang meletakkan dasar-dasar ilmu nasab adalah Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf. Selain dikenal sebagai pakar ilmu nasab yang jempolan, ia juga dikenal wartawan, sastrawan dan guru bagi banyak orang.

Habib Ahmad dikenal sebagai wartawan, sejarawan, dan sastrawan keturunan Arab yang terkenal pada masa kemerdekaaan RI. Sayid Ahmad bin Abdullah Assegaf, banyak menyerang pemerintah kolonial Belanda lewat tulisan-tulisannya. Untuk melengkapi data tulisannya itu, dia mendatangi berbagai tempat di Indonesia untuk bertemu dengan tokoh masyarakat, ulama, dan sejarawan.

Ia juga adalah salah satu pendiri pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah dan sekaligus menerbitkan majalah Arrabithah Al-Alawiyyah, majalah yang mengupas bidang keagamaan dan politik. Majalah Arrabithah Al-Alawiyyah dalam waktu yang tidak lama menjadi wadah bagi para penulis muda untuk menyampaikan pendapat mengenai keislaman dan politik, berperan sebagai sarana untuk menampik pengaruh orientalis barat di Indonesia.

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff sendiri lahir pada tahun 1299 H (1879 M) di kota Syihr, Hadramaut. Ketika umurnya menginjak usia 4 tahun, ia dibawa oleh kedua orang tuanya ke kota Seiwun, saat itu terkenal sebagai kota ilmu yang menghasilkan banyak ulama besar dan shalihin. Di kota itu, ia mempelajari ilmu ushuludin, fiqh, tata bahasa, sastra dan tasawuf.

Gadis Garut salah satu karya Habib Ahmad bin Abdullah Assegaff

Tak puas menyerap ilmu di Seiwun, lantas ia pergi ke Tarim yang saat itu juga dikenal sebagai pusat para ulama besar. Hampair setiap hari, ia mendatangi majlis-majlis ilmu dan mengadakan hubungan yang akrab dengan guru-guru yang shalih, seperti Sayid Abdurahman bin Muhammad al-Masyhur, Syaikh Saleh, Syaikh Salim Bawazier, Syaikh Said bin Saad bin Nabhan, Sayyid Ubaidillah bin Muhsin Assegaff, Habib Ahmad bin Hasan Alattas, Habib Muhammad bin Salim As-Siri dan lain-lain.

Ustadz Ahmad Assegaff dikenal sangat gemar mengadakan perjalanan ke berbagai negeri tetangga untuk menemui ulama-ulama dan mengadakan dialog dengan para cendekiawan, sehingga ia sangat dikagumi oleh pusat-pusat ilmiah pada masa itu.

Tahun 1333 H ( 1913 M ), ia berlayar ke Singapura dan ke Indonesia untuk mengunjungi saudaranya yang tertua, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff di Pulau Bali. Ia tinggal di Pulau Dewata itu beberapa lama, sambil berguru sekaligus berdakwah di sana.
Ia kemudian melanjutkan perjalanannya ke Surabaya, berjumpa dengan beberapa perintis pergerakan Islam serta para cendekiawan. Mereka sering terlibat diskusi membahas kebangkitan pergerakan keturunan Arab dan kaum muslimin di masa mendatang.

Habib Ahmad saat itu terpilih menjadi direktur yang pertama dari Madrasah Al-Khairiyah di Surabaya. Ia memimpin sekolah yang kebanyakan diikuti oleh warga keturunan arab itu dengan sangat bijaksana dan mulai saat itu namanya dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Di kota Surabaya, ia menikah dan mempunyai beberapa orang putra.

Kemudian, ia pindah ke Solo dan tetap bersemangat mencari ilmu pengetahuan. Di kota batik inilah ia mempelajari ilmu psikologi dan manajemen sekolah, kebetulan ia juga menjadi salah pengurus sekolah swasta. Selain mengajar, ia juga berdagang sehingga ia sering pergi ke Jakarta untuk mengurus perniagaannya. Usaha dagang semakin maju. Itu membuat Habib Ahmad pindah ke Jakarta dan menjadi pimpinan sekolah Jami’at Kheir.

Berbagai perubahan demi kemajuan dalam pendidikan mulai ia rintis, di antaranya dengan membuka kelas-kelas baru bagi para pelajar, menyusun tata tertib bagi pelajar, mengarang buku-buku sekolah serta lagu-lagu untuk sekolah.

Buku-buku pelajaran yang ia susun diantaranya terdiri dari buku-buku agama, sastra dan akhlaq. Keberhasilannya dalam memimpin sekolah dan menciptakan sistem pendidikan, mengundang perhatian yang luas dari pemerhati masalah pendidikan baik dalam maupun luar negeri, seperti dari Malaysia dan Kesultanan Gaiti di Mukalla. Intinya, mereka meminta Habib Ahmad untuk memimpin pengajaran sekolah di negeri mereka. Namun, permintaan tersebut ditolak dengan halus, karena ia tengah merintis pembentukan Yayasan Arrabithah Al-Alawiyyah.

Melalui pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah pula, ia mempunyai pengaruh yang sangat kuat di dalam memberikan petunjuk dan pentingnya persatuan di kalangan umat Islam dalam menghadapi penjajahan. Semua itu dapat dilihat dalam qasidah, syair serta nyanyian yang ia karang.

Salah satu kitab yang dikarang oleh Habib Ahmad adalah Kitab Khidmatul Asyirah. Kitab itu dibuat sebagai ringkasan dari kitab Syams Azh-Zhahirah. Dalam kitab ini Habib Ahmad menguraikan secara sistematis mengenai nasab dan pentingnya setiap orang memelihara kesucian nasabnya dengan ahlak yang mulia. Karena tidaklah mudah untuk menjaga nasab, sebagai ikatan penyambung keturunan serta asal-usul kembalinya keturunan seseorang kepada leluhurnya.

Dalam kitab ini, riwayat seseorang ia diteliti dengan seksama supaya terjaga kesucian nasabnya, dengan susunan yang tertib dari awal sampai akhir. Habib Ahmad bekerja keras untuk menyempurnakan isi buku ini walaupun ia mempunyai kesibukan yang luar biasa baik Rabithah Alawiyah maupun sebagai pengajar di Jami’at Kheir. Segala rintangan dihadapinya dengan penuh ketegaran dan semangat pantang mundur dengan satu tekad menyusun sejarah nasab Alawiyin merupakan pekerjaan yang sangat mulia.

Habib Ahmad, dalam kitab Khidmatul Asyirah menambahkan catatan beberapa orang yang terkemuka serta para ulama yang hidup sekitar tahun 1307-1365 H, saat menulis kitab ini sekitar tahun 1363 Habib Ahmad menghitung terdapat lebih dari 300 qabilah dan kitab ini pertama kali diterbitkan di Solo pada Rabiul Awal 1365 H.

Dari sekitar 20 buah bukunya, Ahmad bin Abdullah Assagaf sempat menulis sejarah Banten berjudul Al-Islam fi Banten (Islam di Banten). Karangannya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Fatat Garut (Gadis Garut) berupa roman kehidupan multietnik Indonesia di awal abad ke-20 oleh penerbit Lentera pada tahun 1997 dan diterjemahkan oleh Drs. Ali bin Yahya. Karya sastra ini sangat indah dan patut untuk dibaca karena banyak mengandung budaya bangsa dan syair-syair.

Karya-karyanya yang lain banyak disebarluaskan di madrasah-madrasah sebagai buku wajib pelajaran sekolah baik dalam mau pun di luar negeri. Diantaranya adalah cerita-cerita yang berisi masalah pendidikan seperti Dhahaya at-Tasahul, dan Ash-Shabr wa ats-Tsabat (berisi tentang cara hidup yang baik di dalam masyarakat untuk mencapai kemulian dunia dan akhirat), buku-buku pendidikan dan ilmu jiwa, Sejarah masuknya Islam di Indonesia dan lain-lain.
Keahlian Habib Ahmad didalam syair mendapat pengakuan dari banyak ahli syair di negara Arab. Selain itu Habib Ahmad juga punya keahlian di bidang kerajinan tangan dan elektronika dan pernah membuat sebuah alat musik yang dinamakan Alarangan.

Saat tentara Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942 dan menyerbu Hindia Belanda serta menyebabkan pertempuran yang sengit di Batavia menyebabkan Habib Ahmad pindah ke Solo. Setelah pertempuran mereda, Habib Ahmad kembali ke Jakarta dan mengajar di Kalibata.
Setelah 40 tahun menetap di Indonesia, pada 1950 ia berniat meninggalkan Indonesia menuju ke Hadramaut.

Tepat pada hari Jumat, 22 Jumadil Awwal 1369 H ia berangkat dari Jakarta, dengan mempergunakan kapal laut dari pelabuhan Batavia. Namun Allah SWT telah menentukan umurnya, tepatnya Selasa 26 Jumadil Awal 1369 H ia berpulang ke haribaan-Nya.

Setelah diadakan upacara keagamaan seperlunya di atas kapal, pada hari Kamis, 28 Jumadil Awal 1369 H, jenazahnya kemudian dimakamkan di laut lepas, sebelum memasuki pelabuhan Medan. Yang sangat disayangkan, banyak karya Habib Ahmad yang belum sempat dibukukan juga ikut hilang dalam perjalanan itu.

Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim


Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abu Bakar bin ‘Aydrus bin ‘Umar bin ‘Aydrus bin ‘Umar bin Abu Bakar bin ‘Aydrus bin Husein bin As-Syekh Al Kabir Al-Qutb As-Syahir Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Beliau dilahirkan sebelum fajar hari senin, 4 Muharram 1383 H / 27 Mei 1963M di Kota Tarim. Di kota yang penuh berkah inilah beliau tumbuh dan menerima didikan agama serta menghafal kitab suci al-Quran dalam keluarga yang terkenal iman, ilmu dan akhlak yang luhur. Guru pertamanya sudah tentu ayahanda beliau yaitu Habib Muhammad bin Salim yang juga merupakan Mufti Kota Tarim al-Ghanna itu. Selain ayahandanya, beliau juga menuntut ilmu dengan banyak ulama antaranya dengan al-Habib al-Munshib Ahmad bin ‘Ali bin asy-Syaikh Abu Bakar, al-Habib ‘Abdullah bin Syaikh al-’Aydrus, al-Muarrikh al-Bahhaatsah al-Habib ‘Abdullah bin Hasan BalFaqih, al-Muarrikh al-Lughawi al-Habib ‘Umar bin ‘Alwi al-Kaaf, asy-Syaikh al-Mufti Fadhal bin ‘Abdur Rahman BaFadhal, asy-Syaikh Tawfiq Aman dan kepada saudara kandungnya al-Habib ‘Ali al-Masyhur bin Muhammad bin Salim. Selain kepada para ulama Tarim, beliau juga menuntut ilmu dan ijazah kepada banyak lagi ulama di luar kota tersebut seperti di Kota Syihr, al-Baidha` dan juga al-Haramain. diantaranya beliau menuntut ilmu dan menerima ijazah kepada al-Habib Muhammad bin ‘Abdullah al-Hadhar, al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith, al-Habib al-Musnid Ibrahim bin ‘Umar bin ‘Aqil, al-Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad as-Saqqaf, al-Habib Ahmad Masyhur bin Taha al-Haddad, al-Habib Abu Bakar al-Aththas bin ‘Abdullah al-Habsyi dan asy-Syaikh al-Musnid Muhammad Isa al-Fadani. Sekembalinya ke Kota Tarim, beliau mengasaskan Rubath Darul Musthofa pada tahun 1414H / 1994M dengan tiga matlamat: (1) mengajar ilmu agama secara bertalaqqi dan menerimanya daripada ahlinya yang bersanad; (2) mentazkiah diri dan memperbaikkan akhlak; dan (3) menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru kepada Allah s.w.t. Selain terkenal sebagai ulama dan da`ie, beliau juga merupakan seorang penyair yang mahir.

Habib Umar bin Hafidz adalah Ulama terkemuka di Hadramaut, Yaman. Madrasahnya Darul Mustafa, telah menghasilkan ribuan kader Mubaligh yang berdakwah di segenap penjuru dunia,.sebagai Ulama dan Mubaligh, tutur katanya lembut dan pengetahuan agamanya luas. Namun sorot matanya tajam dan raut mukanya selalu tampak bercahaya. Dan ketika berceramah, beliau bisa berubah menjadi “singa podium” yang berapi-api. Kalimat demi kalimat meluncur dengan suara lantang dan selalu bernas. Meski begitu, beliau tidak pernah menyinggung golongan atau pihak lain, apalagi menyakiti dengan kata-kata. Beliau selalu menekankan pentingnya kebersihan hati, pengamalan ilmu dan berdakwah di jalan Allah swt. Menurut salah seorang muridnya, Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan, Habib Umar tidak pernah stress dan marah kepada murid-muridnya.

Teristimewa, Habib Umar tidak mau menunjukkan karomahnya di hadapan banyak orang. Menurutnya, karomah yang paling penting adalah bukan bisa terbang di udara; misalnya. Kalau manusia bisa terbang, apa bedanya dengan burung. Tapi karomah yang paling besar adalah Istiqamah, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Habib Umar lahir di Tarim, Hadramaut, pada hari senin bulan Muharram, 43 tahun yang lalu, dari pasangan Zahra binti Ahmad dan Muhammad bin Hafidz. Sejak berumur sembilan tahun, beliau sudah yatim karena ditinggal ayahnya. Ketika Ayahnya diculik oleh gerombolan komunis dan tidak diketahui jenazahnya. Bakat dan kecerdasan Habib Umar dalam ilmu agama sudah tampak sejak kecil. Beliau pun tumbuh sebagai pemuda yang gemar berburu kepada Ulama terkenal, seperti :

• Syekh Muhammad bin Ali bin Syam
• Habib Muhammad bin Abu Bakar Al Haddar
• Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.

Setelah banyak menimba ilmu, beliau kembali ke Tarim dan mendirikan pesantren Darul Mustafa, yang murid-murid pertamanya sebagian besar dari Indonesia.
Disamping sebagai Da’i, Habib Umar juga penulis yang produktif. Karya-karyanya tidak sebatas ilmu Fiqih, beliau juga mengarang beberapa kitab tasawuf dan maulid. Kitab yang ditulis antara lain :

• Diyaul Lami ( Maulid Nabi Muhammad SAW )
• Dhakhira Musyarofah ( Fiqih )
• Muhtar Ahadits ( Hadits )
• Nurul Iman ( akidah )
• Durul Asas ( Nahwu )
• Khulasah Madani an-Nabawi ( zikir )
• Tsaghafatul Khatib ( pedoman Khutbah )


Wasiat dan Nasihat Habib Umar bin Hafidz

·      Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah
·      Barang siapa Semakin mengenal kepada Allah niscaya akan semakin takut.
·      Barang siapa yang tidak mau duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung dan barang siapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.
·      Barang siapa menjadikan kematiaannya sebagai pertemuan dengan sang kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.
·      Barang siapa percaya pada Risalah (terutusnya Rasulullah), maka ia akan mengabdi padanya. Dan barang siapa percaya pada risalah, maka ia akan menanggung (sabar) karenanya. Dan barang siapa yang membenarkan risalah, maka ia akan mengorbankan jiwa dan hartanya untuknya.
·      Kedekatan seseorang dengan para nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini.
·      Betapa anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya.
·      Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.
·      Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya.
·      Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan.
·      Barang siapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.
·      Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian), lebih baik daripada melihat arsy dan seisinya seribu kali.
·      Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah SAW. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah SAW merupakan permulaan untuk fana pada Allah (lupa selain Allah)
·      Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan, golongan yang diwajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud dan golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.
·      Barang siapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan.
·      Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya.
·      Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi da’i dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.
·      Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah menjaga kekasih-kekasih-Nya.
·      Apabila ibadah agung bagi seseorang maka ringanlah adat (kebiasaan) baginya dan apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka akan keluarlah keagungan adat darinya.
·      Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke derajat yang tinggi.
·      Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada kholiq (pencipta) dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Sang Kholiq.
·      Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari lemahnya iman.
·      Hakikat tauhid adalah membaca Al Qur’an dengan merenungi artinya dan bangun malam.
·      Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).
·      Barang siapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah.
·      Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.
·      Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.

Taman Ilmu – Pustaka Zawiyah’s Blog

LIDAH WALY



SYEKH ABDUL QODIR JAILANY    :                              
KETINGGIAN-MU TAK TERLETAK DIATAS, KEDUDUKAN-MU BUKAN PADA SUATU TEMPAT
KAU BERIKAN PEMAHAMAN BUKAN PANDANG SEMATA, AKU MEMANDANG-MU DENGAN PEMAHAN-MU

SYEKH UWAIS AL-QARNY              :
AKU BERDIRI DENGAN MANISNYA CINTA, CINTA BUKANLAH SUATU PERKARA MUDAH
CINTAKU BERHARAP CINTA-MU, CINTA-MU ADALAH KETETAPAN YANG NIKMAT                                           

SYEKH ABU HASAN AL-ASY’ARY :
KAU SANDARKAN TAJALLI-MU PADA PELUPUK MATA, NAMUN MATA INI TAK DAPAT MELIHAT TANPA PANDANGANMU, KU BUTAKAN MATA INI DENGAN BERHARAP PETUKARAN PANDANGAN-MU       
                             
SYEKH SAYID MAULANA ALKAF                                
DALAM KEBISUAN INI KU BONGKAR RELUNG HATI, TLAH KAU KABARKAN HADIR-MU YANG MEMERAH,
KAU TARIK DAN AKU PUN MASUK, DALAM HADROH-MU AKU TERSUNGKUR MATI.

SYEKH SAYID MUHAMMAD YUSUF ALKAF            :
KAU AJARKAN PEMAHAMAN BUKAN PENGALAMAN, MAHLIGAI-MU BUKAN HALUSINASI BELAKA,
KAU BERIKAN PEMAHAMAN SERTA MAHLIGAI-MU TANPA PENGECUALIAN DALAM SEGALA RAHASIA.
               
SYEKH SAYID MUHAMMAD AL-AYDRUS :
SEGALA PENJURU TLAH BEHIAS NAMA-MU, DALAM KEBERSAMAAN INI KAMI TUJUKAN PADA YANG SATU, KEHAUSAN KAMII TLAH KAU KALAHKAN DENGAN BUNGA CINTA-MU.                        

SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARY         
DALAM KEINDAHAN INI, TLAH KAU BUKA DINDING KEAGUNGAN-MU,
PERBENDAHARAAN-MU TERBUKA BAGI YANG MENYIMPAN RAHASIA-MU

SYEKH SAYID MUSAYYAKH BIN YAHYA                   
KAU HADIRKAN AKU DENGAN KETETAPAN-MU,KAU BIMBING AKU BERSAMA KEKASIH-MU,
KEKASIH-MU MENGAJARKAN PENGENALAN AKAN KEAGUNGAN-MU.

SYEKH NAZIM HAQQANY              :
KU BUANG SEGALA IMBALAN, PENGHARAPAN YANG KU TUJU,
KAU HIAS KEDEKATAN-MU DENGAN APA YANG KU TUJU.                                          

SYEKH HISYAM KABBANY             :
KAU TUTUP MATA INI DAN KAU BUKA PANDANGAN DEMI PENYAKSIAN,
PENYAKSIAN KU TUJU DAN KAU BAWA AKU PADA KEDEKATAN                                               

SYEKH ZAINY GHONY AL-BANJARY           :
KU ROBOHKAN DINDING KEANGKUHAN DIATAS TANAH PENGAKUAN
KAU BANGUN DINDING YANG INDAH DIATAS BUMI PENYAKSIAN.

Tawajjuh Syekh Maulana Alkaf

(Do’a menggapai pandangan allah)

Ya  Allah Ya  Karim
Ku basuh tubuh ini dengan Ketentuan-Mu
Ku bersimpuh dalam Per-Bendaharaan-Mu karena-Mu
Ku hias diri ini dengan wewangian Kekasih-Mu
Kucukupkan diri  ini dengan Inayah-Mu.

Ya Allah Ya Hannan Ya Mannan
Baktiku tak sedikitpun menurunkan akan Kebesaran-Mu
Kesalahku tak sedikitpun menurunkan akan Ke-Agungan-Mu
Ampunan-Mu terlalu agung , Ampunan-Mu mengalahkan murka-Mu
Kuketuk Ridho-mu dengan Ridho kedua orang tuaku
Ku buka Pintu Rahmat-Mu denga Doa mereka.

Ya Allah Ya Rohman Ya Rohim
Engkau sebaik baik Maha Pemberi,maka terimalah Penyerahan ini atas Rahmat-Mu
Engkau sebaik baik Maha Kaya, maka terimalah Pengembalian ini sebagai tanda dari-Mu
Engkau sebaik baik Maha Lembut, maka terimalah Lazim ini dalam Rahasia-Mu
Engkau sebaik baik Maha Pengampun, maka Kuras-lah apa apa dengan Tajalli-Mu
Engkau sebaik baik Maha Pengasih, maka Kasihi hamba dengan Dzikir Mahabbah-Mu
Engkau sebaik baik Maha Pelindung, maka Lindungi hamba dengan Pelenyapan akan pengakuan semata.

(Diriwayatkan : Bahwa Para Jama'ah Ahli Wilayyah selalu mendengar Syekh Maulana Alkaf berdoa dengan doa tersebut, dan Alhamdulillah beliau pun telah meng-ijazahkan Do'a tersebut untuk dipakai)

SYAIR BUAT SYEKH MAULANA




YA ALLAH YA ALLAH
YA SYAIKHONA YA MAULANA
ENGKAU TITIPAN KEKASIH ALLAH
ENGKAU PELENGKAP KEINDAHAN MUHAMMAD
HADIRMU PENYEJUK HATI KAMI

YA ALLAH YA ALLAH
YA SYAIKHONA YA MAULANA
ENGKAU BERPAYUNGKAN RIDHO KEDUA ORANG TUA & RIDHO ALLAH
ENGKAU BERMANDIKAN AIR MATA SAYYIDIL MUSTHOFA
RINDU KAMI TELAH MEMUNCAK
CINTA KAMI TAK TERBENDUNG LAGI

YA ALLAH YA ALLAH
YA SYAIKHONA YA MAULANA
SAMBUTLAH KERINDUAN KAMI DENGAN PELUKAN MAHABBAH-MU
DEKAPLAH KAMI DALAM MAHLIGAI TARBIYAH-MU
BARISAN KAMI RAPATKAN DALAM MENYABUTMU

YA ALLAH YA ALLAH
YA SYAIKHONA YA MAULANA
LIDAHMU LAKSANA 9 PEDANG ROSULULLOH
YANG SIAP DALAM MENEGAKKAN DAN MENIGGIKAN KALIMAH ALLAH

YA ALLAH YA ALLAH
YA SYAIKHONA YA MAULANA
MENJABAT TANGANMU MERUPAKAN KEBERKAHAN DARI PARA ANBIYA
WANGI TUBUHMU CERMIN PARA AHLI WILAYYAH WAL MAHABBAH

YA ALLAH YA ALLAH
YA SYAIKHONA YA MAULANA
NAMA DAN DERAJATMU DIMULIAKAN BERSAMA YANG DIMULIAKAN
MAQOM-MU YANG TERSEMBUNYI AKAN MENAMBAH KECINTAAN KAMI
DO’A MU SEBAGAI MAHAR PARA ANBIYA


YA ALLAH YA ALLAH
YA DZALJALALI WAL IKROM
BIMBING KAMI DALAM HIDAYAH-MU
AJARKAN KAMI TUK SELALU MENGGAPAI-MU
IDZINKAN KAMI BERSAMA BAGINDA NABI MUHAMMAD
RIDHOI KAMI AGAR BERSAMA SYAIKHONA MAULANA

YA ALLAH YA ALLAH
JAUHKAN SYAIKH KAMI DARI SEGALA FITNAH
JADIKAN FITNAH ITU SEBAGAI TANGGA DERAJAT-NYA SELANJUTNYA
AMPUNILAH KAMI YA ALLAH YA ALLAH.
 

" PENYERAHAN "



Engkau berdiri dengan sendiri
Engkau mutlak
tiada yang lain mampu mempengaruhi-Mu.
Engkau Maha Perkasa
Engkau kembangkan payung keperkasaan-Mu
melindungi yang lemah dan tidak berdaya
akulah yang lemah dan tidak berdaya itu
di bawah payung keperkasaan-Mu daku bernaung
Engkau sekali-kali tidak akan menolak
para hamba yang menyerah diri kepada-Mu.
Alangkah mudahnya
bila segala sesuatu diserahkan kepada-Mu
dan yakin Engkau menerimanya
Engkau tidak pernah letih atau lalai
tidak mengantuk tidak tidur
tidak bosan menguruskan hal hamba-hamba-Mu.
Wahai Pelindung diriku
penyerahan adalah kelapangan
penyerahan adalah kedamaian
penyerahan adalah Kesejahteraan.
Wahai Pelindung diriku
penuhilah hatiku dengan yakin
agar segalanya kembali kepada-Mu
tanpa ada sisa pada diriku.
Engkau gemar mendengar tutur-kata hamba-hamba-Mu
Engkau tidak jemu mendengar daku mengeluh
tiap ucapanku Engkau jawab
dengan kelembutan-Mu
wahai al-Latiff
kami para hamba sangat Engkau manjai
dengan kemaha-lembutan-Mu.

Biografi Al-Imam Abul Hasan Al-Asy'ari (260-324 H)



Beliau adalah al-Imam Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asy’ari Abdullah bin Qais bin Hadhar. Abu Musa Al-Asy’ari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang masyhur.

Beliau -Abul Hasan Al-Asy'ari- Rahimahullah dilahirkan pada ta­hun 260 H di Bashrah, Irak.


Beliau Rahimahullah dikenal dengan kecerdasannya yang luar biasa dan ketajaman pemahamannya. Demi­kian juga, beliau dikenal dengan qana’ah dan kezuhudannya.


Guru-gurunya


Beliau Rahimahullah mengambil ilmu kalam dari ayah tirinya, Abu Ali al-Jubai, seorang imam kelompok Mu’tazilah.


Ketika beliau keluar dari pemikiran Mu’tazilah, beliau Rahimahullah memasuki kota Baghdad dan mengambil hadits dari muhaddits Baghdad Zakariya bin Yahya as­-Saji. Demikian juga, beliau belajar kepada Abul Khalifah al-Jumahi, Sahl bin Nuh, Muhammad bin Ya’qub al-Muqri, Abdurrahman bin Khalaf al-Bashri, dan para ula­ma thabaqah mereka.


Taubatnya dari aqidah Mu’tazilah

Al-Hafizh Ibnu Asakir ber­kata di dalam kitabnya Tabyin Kadzibil Muftari fima Nusiba ila Abil Hasan al-Asy’ari, ”Abu Bakr Ismail bin Abu Muhammad al­-Qairawani berkata, ‘Sesungguh­nya Abul Hasan al-Asy’ari awalnya mengikuti pemikiran Mu’tazilah selama 40 tahun dan jadilah beliau seorang imam mereka. Suatu saat beliau menyepi dari manusia selama 15 hari, sesudah itu beliau kembali ke Bashrah dan shalat di masjid Jami’ Bashrah. Seusai shalat Jum’at beliau naik ke mimbar se­raya mengatakan:

Wahai manusia, sesungguhnya aku menghilang dari kalian pada hari-hari yang lalu karena aku melihat suatu permasalahan yang dalil-dalilnya sama-­sama kuat sehingga tidak bisa aku tentukan mana yang haq dan mana yang batil, maka aku memohon pe­tunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah memberikan petunjuk kepada­ku yang aku tuliskan dalam kitab- kitabku ini, aku telah melepaskan diriku dari semua yang sebelum­nya aku yakini, sebagaimana aku lepaskan bajuku ini.
Beliau pun melepas baju beliau dan beliau serahkan kitab-kitab tersebut kepada manusia. Ketika ahlul hadits dan fiqh membaca kitab-kitab tersebut me­reka mengambil apa yang ada di dalamnya dan mereka mengakui kedudukan yang agung dari Abul Hasan al-Asy’ari dan menjadikan­nya sebagai imam.’”

Para pakar hadits (Ashhabul hadits) sepakat bahwa Abul Hasan al-Asy’ari adalah salah seorang imam dari ashhabul hadits
.

Beliau ber­bicara pada pokok-pokok agama dan membantah orang-orang menye­leweng dari ahli bid’ah dan ahwa’ dengan menggunakan al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman para sahabat. Beliau adalah pedang yang terhu­nus atas Mu’taziah, Rafidhah, dan para ahli bid’ah.


Abu Bakr bin Faurak berkata, ”Abul Hasan al-Asy’ari keluar dari pemikiran Mu’tazilah dan mengikuti madzhab yang sesuai dengan para sahabat pada tahun 300 H.”


Abul Abbas Ahmad bin Mu­hammad bin Khalikan berkata dalam kitabnya, Wafayatul A’yan (2/446), ”Abul Hasan al-Asy’ari awalnya mengikuti pemikiran Mu’tazilah kemudian bertaubat.”


Al-Hafizh Ibnu Katsir berka­ta dalam kitabnya, al-Bidayah wan Nihayah (11/187), “Sesungguhnya Abul Hasan al-Asy’ari awalnya adalah seorang Mu’tazilah kemu­dian bertaubat dari pemikiran Mu’tazilah di Bashrah di atas mimbar, kemudian beliau tampakkan aib-aib dan kebobrokan pemikiran Mu’tazilah.”


Al-Hafizh adz-Dzahabi ber­kata dalam kitabnya, al-Uluw lil Aliyyil Ghaffar, ”Abul Hasan al­Asy’ari awalnya seorang Mu’tazilah mengambil ilmu dari Abu Ali al-­Juba’i, kemudian beliau lepaskan pemikiran Mu’tazilah dan jadilah beliau mengikuti Sunnah dan mengikuti para imam ahli hadits.”


Tajuddin as-Subki berkata dalam kitabnya, Thabaqah Syafi­’iyyah al-Kubra (2/246), ”Abul Hasan al-Asy’ari -mengikuti pe­mikiran Mu’tazilah selama 40 tahun hingga menjadi imam ke­lompok Mu’tazilah. Ketika Alloh menghendaki membela agama­Nya dan melapangkan dada beliau untuk ittiba’ kepada al-Haq maka beliau menghilang dari manusia di rumahnya.” (Kemudian Tajuddin as-Subki menyebutkan apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Asakir di atas).


Ibnu Farhun al-Maliki berkata dalam kitabnya Dibajul Madz­hab fi Ma’rifati A’yani Ulama’il Madzhab (hal. 193), ”Abul Hasan al-Asy’ari awalnya adalah seorang Mu’tazilah, kemudian keluar dari pemikiran Mu’tazilah kepada madzhab yang haq madzhabnya para sahabat. Banyak yang heran dengan hal itu dan bertanya se­babnya kepada beliau, Maka be­liau menjawab bahwa beliau pada bulan Ramadhan bermimpi bertemu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan ke­pada beliau agar kembali kepada kebenaran dan membelanya, dan demikianlah kenyataannya -walhamdulillahi Taala-.”


Murtadha az-Zabidi berkata dalam kitabnya Ittihafu Sadatil Muttaqin bi Syarhi Asrari lhya’ Ulumiddin (2/3), ”Abul Hasan al-Asy’ari mengambil ilmu kalam dari Abu Ali al-Jubba’i (tokoh Mu’tazilah), kemudian beliau tinggalkan pemikiran Mu’tazilah dengan sebab mimpi yang beliau lihat, beliau keluar dari Mu’tazilah secara terang-terangan, beliau naik mimbar Bashrah pada hari Jum’at dan menyeru dengan lantang, ‘Barangsiapa yang telah mengenaliku maka sungguh telah tahu siapa diriku dan barangsiapa yang belum kenal aku maka aku adalah Ali bin Ismail yang dulu aku mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk, bahwasanya Allah tidak bisa dilihat di akhirat dengan mata, dan bah­wasanya para hamba menciptakan perbuatan-perbuatan mereka. Dan sekarang lihatlah aku telah bertau­bat dari pemikiran Mu’tazilah dan meyakini bantahan atas mereka,’ kemudian mulailah beliau mem­bantah mereka dan menulis yang menyelisih pemikiran mereka.”


Kemudian az-Zabidi berkata, “Ibnu Katsir berkata,

‘Para ulama menyebutkan bahwa Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari memiliki tiga fase pemikiran:
Pertama
mengikuti pemikiran Mu’tazilah yang kemu­dian beliau keluar darinya,
Kedua
menetapkan tujuh sifat aqliyyah, yaitu; Hayat, Ilmu, Qudrah, Iradah, Sama’, Bashar, dan Kalam, dan beliau menakwil sifat-sifat khabariyyah seperti wajah, dua tangan, telapak kaki, betis, dan yang semisalnya.
Ketiga
adalah menetapkan semua sifat Allah tan­pa takyif dan tasybih sesuai man­haj para sahabat yang merupakan metode beliau dalam kitabnya al-Ibanah yang beliau tulis belakangan.’”
Murid-muridnya

Di antara murid-muridnya adalah Abul Hasan al-Bahili, Abul Hasan al-Karmani, Abu Zaid al­-Marwazi, Abu Abdillah bin Mu­jahid al-Bashri, Bindar bin Husain asy-Syairazi, Abu Muhammad al­-Iraqi, Zahir bin Ahmad as-Sara­khsyi, Abu Sahl Ash-Shu’luki, Abu Nashr al-Kawwaz Asy-Syairazi, dan yang lainnya.


Tulisan-tulisannya


Di antara tulisan-tulisan be­liau adalah: al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma’ fi Raddi ala Ahlil Bida’, al-Mujaz, al-Umad fi Ru’yah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul A’mal, Kita­bush Shifat, Kitabur Ruyah bil Ab­shar, al-Khash wal ‘Am, Raddu Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy­-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal Balkhi, Jum­latu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami’ fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Qur’an al­-Mukhtazin, dan yang lainnya.


al-Imam Ibnu Hazm Rohimahullah berkata, “al-Imam Abul Hasan al-­Asy’ari memiliki 55 tulisan.


Di antara perkataan-­perkataannya

  • al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari Rohimahullah berkata dalam kitabnya al-Ibanah an Ushuli Diyanah hal. 17: Apabila seseorang bertan­ya, “Kamu mengingkari perkataan Mu’tazilah, Qadariyyah, Jahmi­yyah, Haruriyyah, Rafidhah, dan Murji’ah. Maka terangkan kepada kami pendapatmu dan keyaki­nanmu yang engkau beribadah ke­pada Allah dengannya!” Jawablah, “Pendapat dan keyakinan yang kami pegangi adalah berpegang teguh dengan kitab Rabb kita, sunnah Nabi kita Shalallahu ‘alaihi wasallam dan apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabi’in, dan para ahli hadits. Kami berpegang teguh dengannya. Dan berpendapat dengan apa yang di­katakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.”
Ringkas perkataan kami bah­wasanya kami beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-­kitabNya, para rasulNya, dan apa yang dibawa oleh mereka dari sisi Allah dan apa yang diriwayatkan oleh para ulama yang terpercaya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, kami tidak akan menolak sedikitpun. Sesung­guhnya Allah adalah Ilah yang Esa, tiada sesembahan yang berhak di­ibadahi kecuali Dia, Dia Esa dan tempat bergantung seluruh makh­luk, tidak membutuhkan anak dan istri. Dan bahwasanya Muham­mad Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan urusan­Nya. Allah mengurusnya dengan membawa petunjuk dan dien yang benar. Surga dan neraka benar adanya. Hari kiamat pasti datang, tidak ada kesamaran sedikitpun. Dan Allah akan membangkitkan yang ada di kubur. Allah berse­mayam di atas Arsy seperti dalam firmanNya:
“Alloh bersemayam di atas ‘Arsy”. (QS. Thaha: 5)

Allah. memiliki dua tangan, tapi tidak boleh ditakyif, seperti dalam firmanNya:

“Telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku”. (QS. Shad: 75) dan fir­manNya
“Tetapi kedua-dua tangan Alloh ter­buka.” (QS. al-Maidah: 64)

Allah memiliki dua mata tanpa di­takyif, seperti dalam firmanNya:

“Yang berlayar dengan pengawasan mata Kami.” (QS. al-Qamar: 14)

Siapa yang menyangka bahwa nama-nama Allah bukanlah Al­lah maka sungguh dia sesat, Allah berilmu seperti dalam firmanNya

“Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan ilmu-Nya.” (QS. Fathir: 11)

Kita menetapkan bahwa Allah mendengar dan melihat, kita tidak menafikannya seperti dilakukan oleh orang-orang Mu’tazilah, Jah­miyyah, dan Khawarij.”

  • Beliau berkata dalam kitab­nya Maqalatul lslamiyyin wa lkhti­lafil Mushallin hal. 290: Kesim­pulan apa yang diyakini oleh ahli hadits dan Sunnah bahwasanya mereka mengakui keimanan kepa­da Allah, para malaikatNya, kitab­-kitabNya, para rasulNya, dan apa yang dibawa oleh mereka dari sisi Allah dan apa yang diriwayatkan oleh para ulama yang terpercaya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka tidak akan menolak sedikitpun. Dan bahwasanya Allah adalah Ilah yang Esa, tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, Dia Esa dan tempat bergantung seluruh makh­luk, tidak membutuhkan anak dan istri. Dan bahwasanya Muham­mad Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan­Nya.
Mereka memandang wajib­nya menjauhi setiap penyeru kepada kebid’ahan dan hendaknya menyibukkan diri dengan mem­baca al-Qur’an, menulis atsar-­atsar, dan menelaah fiqih, dengan selalu tawadhu’, tenang, berakhlak yang baik, menebar kebaikan, menahan diri dari mengganggu orang lain, meninggalkan ghibah dan namimah, dan berusaha mem­perhatikan keadaan orang yang kekurangan.

Inilah kesimpulan dari apa, yang mereka perintahkan, amalkan, dan mereka pandang, dan kami mengatakan sebagaimana yang kami sebutkan dari mereka dan kepada ini semua kami ber­madzhab, dan tidaklah kami mendapatkan taufiq kecuali dari Allah.”


Wafatnya

al-Imam Abul Hasan al­-Asy’ari wafat di Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoi­nya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.



Sumber: Siyar A’lamin Nubala’ oleh Adz­-Dzahabi 15/85-90, dan Tarjamah Abul Hasan al-Asy’ari.

Ilmu Nahwu : Kitab Jurrumiyah



Matan kitab “Aj-jurrumiyah” ; merupakan kitab dasar dalam fan ilmu nahwu, karangan Abu Abdulloh Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash-Shinhajie Rohimahulloh (Ada yang menyebut Imam Shonhaji).
Kitab ini salah satu matan yang biasa dipakai oleh kalangan pesantren untuk pembelajaran dasar-dasar ilmu nahwu bagi pemula, dalam mengawali pembelajaran fan ilmu alat lebih lanjut.
Dalam setiap sorogan, santri dituntut paham dan mampu menghapal tiap kaidah-kaidahnya, agar memudahkan pemahaman materi selanjutnya.
Al-kisah diceritakan, Syeikh Imam Al-Sinhaji pengarang kitab ini ; tatkala telah rampung menulis kaidah-kaidah ilmu nahwu dengan menggunakan sebuah tinta, beliau mempunyai azam untuk meletakkan karyanya tersebut di dalam air. Dengan segala sifat kewara’annya dan ketawakkalannya yang tinggi, beliau berkata dalam dirinya : “Ya Allah jika saja karyaku ini akan bermanfaat, maka jadikanlah tinta yang aku pakai untuk menulis ini tidak luntur di dalam air”. Ajaib, ternyata tinta yang tertulis pada lembaran kertas tersebut tidak luntur.
Dalam riwayat lain disebutkan, ketika beliau merampungkan karya tulisnya tersebut, beliau berazam akan menenggelamkan tulisannya tersebut dalam air mengalir, dan jika kitab itu terbawa arus air berarti karya itu kurang bermanfaat. Namun bila ia tahan terhadap arus air, maka berarti ia akan tetap bertahan dikaji orang dan bermanfaat. Sambil meletakkan kitab itu pada air mengalir, beliau berkata : “Jurrumiyah, jurrumiyah” (mengalirlah wahai air ! ). Anehnya, setelah kitab itu diletakkan pada air mengalir, kitab yang baru ditulis itu tetap pada tempatnya.
Itulah kitab matan “Jurrumiyah” yang masih dipelajari hingga kini. Sebuah kitab kecil dan ringkas namun padat yang berisi kaidah-kaidah ilmu nahwu dan menjadi kitab rujukan para pemula dalam mendalami ilmu nahwu di berbagai dunia. Selain ringkas, kitab mungil ini juga mudah dihafal. (Wallohu ‘Alam)

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati