Ilmu adalah hijab yang paling besar



Para ahli makrifat menyebutkan, bahwa "ilmu adalah hijab yang paling besar" sehingga seseorang tidak boleh berlama-lama dalam kedudukan (maqam) ini. Yang dimaksud "ilmu" disini adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
akal. Hijab ini adalah hijab yang khas bagi manusia yang mampu ia ketahui secara rasional, sehingga segala sesuatu yang telah ia ketahui dengan akalnya, harus segera ia luluhkan, ia torehkan pada instrumen jiwa yang lain. Instrumen jiwa yang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk
mencapai jenis pengetahuan lain yang tak dapat dijangkau oleh pemahaman akal. Dengan begitu seseorang akan dapat melepaskan dirinya dari semua ikatan atau hijab ilmu yang diperolehnya.

Kalau pendengaran dan penglihatan adalah sarana bagi akal untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, maka instrumen jiwa lainnya yang memiliki kapasitas untuk memperoleh ilmu atau
hikmah adalah "hati". Al-Qur'an menggunakan tiga istilah yang berbeda yang menunjukkan tentang hati, yaitu al fuâd, al qalb, dan al shudr.

Ketiganya merupakan istilah yang berbeda tetapi mengacu pada satu hakikat, yaitu hakikat dasar manusia, hati. Masing-masing menunjukkan perbedaan "karakter" sesuai dengan perbedaan keadaan hati. Dalam tulisan ini cukuplah untuk
sementara kita menggunakan istilah hati.

"Dan Allah mengeluarkan kalian dari keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati, semoga kalian bersyukur". (Surat An-Nahl [16] : 78)

Ayat ini menunjukkan kepada kita, bahwa sarana bagi jiwa untuk memperoleh pengetahuan sebagai bekal kesempurnaannya adalah melalui pendengaran, penglihatan, dan hati. Dan
orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang menggunakan sarana tersebut untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mencapai pemahaman mengenai hakikat penciptaannya. Dengan demikian akal bukanlah satu-satunya cara atau sarana untuk mengetahui sesuatu.

Dalam tasawuf atau di kalangan ahli makrifat, sebagaimana kita maklum, seseorang bisa mengetahui sesuatu dengan tidak melalui akal, tidak pula lewat penginderaan, tetapi lewat cara yang disebut "riyadhah", pendekatan diri kepada Allah, dimana jiwa mengerahkan seluruh kemampuan dan "potensi positif" hati dengan kedisiplinan dan ke"ajeg"an (istiqomah) untuk memperoleh limpahan karunia sesuai kehendak-Nya.

Menurut ahli makrifat, hati adalah tempat perubahan dan pasang surut yang konstan. Di dalam hati terjadi pertempuran antara dorongan hawa nafsu (hawâ) yang menjerembabkan jiwa (nafs) ke dalam kehinaan dengan tarikan ruh yang membawa
jiwa kepada kesucian. Hubungan saling mempengaruhi antara jiwa dengan hawa nafsu adalah melalui hati, sebagaimana hubungan antara jiwa dengan limpahan manifestasi Ilahiah (rûh) juga melalui hati. Ini berarti limpahan ruh Ilahi ke
dalam hati akan mempengaruhi aktivitas jiwa dan perwujudan sifat-sifat terpuji dan kesuciannya, dan sebaliknya kesucian jiwa, tidak akan membiarkan sedikitpun "ruang" di dalam hati
disusupi oleh hawa nafsu. Jiwa akan selalu memperkuat hati dengan selalu membukanya untuk menerima limpahan ruh dan pengajaran dari-Nya.

"Dan segala yang Kami sampaikan kepadamu dari cerita Rasul-Rasul yang dengannya Kami kuatkan hatimu, dan dalam cerita itu telah datang kepadamu kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman". (Surat Huud [11] : 120)

Demikian pula dengan jiwa yang menampakkan aktivitas dan perwujudan sifat-sifat yang rendah adalah cermin dari pengaruh hati yang diisi dan ditundukkan oleh hawa nafsu, dan sebaliknya hati yang dikuasai hawa nafsu akan menutup dirinya dari cahaya petunjuk, karena jiwa yang selalu mengajaknya kepada kegelapan.

"Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup dari apa yang kamu seru kami kepada-Nya ... " (Surat Fushshilat [41] : 5)

Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa hati adalah instrumen jiwa yang sanggup mencapai pengetahuan dan limpahan ruh Ilahi, sepanjang ia -hanya selalu- membuka dirinya untuk menerima pancaran cahaya-Nya. Ketika cahaya ini masuk ke dalam hati, maka ia akan menghilangkan tabir yang menutupi mata batin, sehingga pengetahuan tentang Allah (makrifat) -Sang Sumber Ilmu- dapat singgah di dalam hati. Para ahli makrifat menyebut keadaan hati seperti ini dengan
istilah kasyf (penyingkapan). Dengan rahmat-Nya yang tak terbatas, Allah melimpahkan kepada hamba-Nya pengungkapan diri-Nya (tajalli) ke dalam hati hamba-Nya.

Ada sebuah hadis qudsi yang menyatakan, "Meskipun langit dan bumi tidak sanggup memuat-Nya, tapi hati manusia -hamba-Nya-
justru sanggup memuat-Nya". Hati semacam ini adalah hati seorang hamba yang dipenuhi oleh berbagai hakikat Ilahiah, manifestasi Ilahiah dalam bentuk penyingkapan Nama-Nama-Nya dan Sifat-Sifat-Nya. Pengungkapan diri-Nya ke dalam hati hamba-Nya, merupakan anugerah, yang Allah limpahkan kepada manusia agar Ia dapat disaksikan. Ahli makrifat mengatakan bahwa terjadi berbagai penyingkapan yang merasuk ke dalam hati. Atas kehendak-Nya, Allah mengungkapkan diri-Nya lewat satu Nama Keindahan-Nya yang akan menimbulkan kemanisan dan
kesenangan, atau lewat salah satu Nama Keagungan-Nya yang akan melahirkan ketakziman dan ketakutan. Singkatnya, karena Dia adalah Yang Maha Takterbatas, maka penyingkapan ini tidak pernah berulang secara sama dan tidak pula pernah
berakhir. Setiap orang adalah unik, oleh karena itu masing-masing penyingkapan juga unik. Jadi tidak ada dua orang yang merasakan pengalaman tajalli yang sama. Hanyalah yang "merasakan" yang mengetahuinya, dan mereka yang "tidak merasakan" tidak bakal mengetahui. Tajalli melampaui ungkapan kata-kata.

Namun demikian -bagaimana pun- penyaksian hati ini tetaplah menunjukkan bahwa "yang melihat", "Yang Dilihat", dan "cahaya yang menghubungkan" keduanya, merupakan tiga hal yang berbeda dan melahirkan keberagaman. Padahal "Penyaksian di dalam ke -Esa- an-Nya" tidak mengizinkan keragaman seperti itu. Jadi mesti ada "langkah pelampauan" sampai pada satu titik yang dengannya tauhid (penyatuan) bisa dicapai. Karena itu, titik tauhid (sejati) ini hanya bisa dicapai
melalui penghancuran (fana'i) "diri yang mengetahui" di di dalam "Dzat yang diketahui".

Habib Muhammad Al-Muhdhor


Ulama Bondowoso kelahiran Hadro maut merupakan sosok ulama karismatik yang menjadi panutan masyarakat serta rujukan ilmu dari para ulama. Putra dari seorang ulama besar lahir di desa Quwairoh Hadro maut sekitar tahun 1280 H atau 1859 M. Ayah beliau bernama Habib Ahmad bin Muhammad al muhdhar seorang ulama besar di hadro maut. sejak kecil habib Muhammad bin Ahmad Al muhdhor menuntut ilmu dari ayahnya, kecerdasan dan penguasaan materi yang di berikan Ayahnya membuat Ayahnya merasa bangga terhadap putranya. Menginjak Remaja Habib Muhammad Muhdhor belajar kepada seorang Ulama dan Waliyulloh bernama Habib Ahmad bin Hasan Al athos. Gurunya walaupun buta namun mampu melihat dengan pandangan Batiniyyah yang telah dikaruniakan Alloh SWt.

Sewaktu Gurunya Habib Ahmad bin Hasan Al athos pergi ke suatu daerah untuk berdakwah , beliau mengajak Muridnya Habib Muhammad Al muhdhor untuk menemaninya. Mereka menunggang kuda bersebelahan, dalam perjalanan Habib Muhammad minta izin gurunya untuk membacakan Kitab Al Muhadzdzab karya Imam Abu Ishak. Dan sepanjang Perjalanan Habib Muhammad Al Muhdhor membaca Kitab Muhadzdzab sedangkan gurunya menyimak bacaan Muridnya sampai khatam. Selesai menghatamkan Kitab Muhadzadzab gurunyapun mendo’akan habib Muhammad al muhdhor .

Tahun 1886 M Habib Ahmad Al muhdhor ayah Habib Muhmmad al muhdhor meninggal dunia , Orang yang selama ini menjadi sugesti dan tempat mengadu telah dipanggil Alloh SWt. Setelah itu pula habib Muhammad al muhdhor mulai melakukan ritual Dakwahnya ke berbagai daerah. Gaya bahasa dan tutur kata yang lembut mampu meluluhkan hati setiap orang. Setiap kali daerah yang dikunjungi nya selalu ramai orang berbondong -bondong mengelilinginya untuk belajar kepadanya.



Setelah sekian lama melakukan ritual dakwahnya kebebagai daerah hingga akhirnya Beliau menetap di Bondowoso Jawa timur. Keharuman namanya serta kedalaman ilmu yang dimiliki mampu membuat simpatik masyarakat serta para ulama dari berbagai daerah Ditanah air. Salah seorang ulama Surabaya Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi sangat mengagumi habib Muhammad Al Muhdor hingga Menikahkan dengan salah seorang putrinya. Mertua dan Menantu yang memang seorang ulama bahu membahu untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar kepada masyarakat, pendirian Madrasah Al Khaeiriyyah Surabaya dan darul Aitam Jakarta adalah juga merupakan usaha dari Habib Muhammad Muhdhor untuk mengajak para Donatur menyisihkan hartanya membangun tempat tersebut.

Majlisnya tak pernah sepi dari para Muhiibin yang menghadirinya , kepedulian Habib Muhammad al muhdhor terhadap ilmu sangat besar maka tak heran bila beliau mendapat tempat tersendiri di hati para ulama . tak jarang beliau menghabiskan waktunya untuk menelaah kitab-kitab dan mengajarkannya kepada umat. Perhatian beliau terhadap umatpun sangat besar, tak segan segan Habib Muhammad membantu kesulitan umat baik berupa materi mapun imateril. Begitupun terhadap tamu yang berkunjung ke rumahnya, beliau akan sambut tamu tersebut di depan pintu dengan senyumnya yang bersahaja, maka tak jarang para tamu yang berkunjung kerumahnya untuk datang kembali karena keramah tamahan yang dimilki Habib Muhammad Al muhdhor.

Tanggal 4 may 1926 Habib Muhammad al muhdhor Wafat setelah beberapa hari di rawat di Rumah sakit di surabaya, beliau meninggalkan 5 orang putra dan 3 anak perempuan. Masyarakat dan para ulama baik dari Ahli bait maupun ahwal merasa sangat kehilangan sosok ulama yang sangat perduli dengan umat. Beliau dimaqomkan disamping maqom mertuanya Habib muhammad al habsy.

KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi


MENYATUKAN UMMAT LEWAT THARIQAH

Beliau masih muda. Namun, Surabaya dan Jawa Timur bahkan seluruh Jawa hingga Jakarta dan Asia Tenggara seperti dalam genggaman pengaruhnya, itulah KH. Ahmad Asrori Al Ishaqi putra keenam KH. Utsman asal Kedinding Lor Surabaya Jawa Timur.

Minggu pagi akhir bulan Pebruari tahun 2006 lalu kawasan Lapangan Mataram Kota Pekalongan yang biasanya ramai oleh masyarakat yang ingin berolah raga ringan, berbelanja dan sekedar jalan jalan untuk menikmati udara pagi, hari itu tampak lain dari hari-hari minggu sebelumnya. Puluhan keamanan sejak subuh disibukkan oleh kehadiran puluhan ribu masyarakat berbaju putih putih dari berbagai penjuru kota di Jawa untuk mengatur arus lalu lintas. Saking padatnya, Jalan Wilis dan Sriwijaya merupakan jalur utama jurusan Semarang Jakarta harus ditutup total selama 24 jam dan disulap menjadi area parkir kendaraan roda dua dan empat atau lebih. Bahkan malam sebelumnya puluhan rombongan bis bis pariwisata dan reguler serta ratusan kendaraan pribadi sudah memasuki wilayah Kota Pekalongan yang terkenal dengan industri batiknya menuju satu titik, yakni Lapangan Mataram. Ada apa gerangan ?

Di Lapangan Mataram inilah tidak kurang dari lima puluh ribu kaum muslimin dan muslimat, dari anak-anak hingga orang dewasa dari berbagai penjuru tanah air secara bersama sama melakukan kegiatan istighotsah, manaqib Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro RHa dan tahlil akbar dalam rangka “Haflah dzikir, Maulidurrasul dan Haul Akbar Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro RHa.” yang dipimpin langsung oleh ulama kharismatik penyejuk ummat asal Kedinding Lor, Semampir, Surabaya Jawa Timur, yakni KH. Ahmad Asrori Utsman Al Ishaqi.

Suara gema istighotsah dan tahlil akbar mengguncang langit Kota Pekalongan di pagi hari menembus cakrawala hingga radius dua kilometer. Kota Pekalongan yang biasanya ramai oleh hiruk pikuk masyarakat sibuk dengan urusannya masing masing, hari itu ikut larut dalam gema istighotsah dan tahlil. Apalagi kegiatan ini disiarkan langsung oleh tiga radio yang sudah punya nama di Kota Pekalongan dan Batang, yakni Radio Amarta FM, Radio Abirawa Top FM dan Radio PTDI Walisongo, maka lengkaplah suasana di pagi hari yang cerah dengan busana putih putih di atas hamparan rumput hijau dengan menyebut asma Allah hingga ribuan kali sampai menggetarkan kalbu yang gersang oleh kondisi zaman.

“Kegiatan bertaraf internasional ini diselenggarakan tidak hanya semata-mata mendo’akan istri Rasulullah SAW Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro saja, akan tetapi juga mendoa’akan sesepuh para ulama, syuhada’ dan sholihin serta ummat Islam yang telah ikut berjasa dalam pengembangan agama Islam di wilayah Kota Pekalongan dan sekitarnya”, ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Jama’ah Al Khidmah H. Hasanuddin, SH. kepada NUBatik Online. Maka, tidaklah mengherankan jika masyarakat begitu antusias mengikuti acara yang baru pertama kali digelar di Kota Pekalongan.

Bayangkan saja, lapangan Mataram yang cukup luas itu disulap oleh panitia menjadi arena berdzikir bak tenda besar. Seluruh lapangan tertutup rapat oleh tenda tidak kurang dari 250 set layos (tratag) dan di dalamnya membentang panggung raksasa ukuran 50 x 16 meter persegi dengan dekorasi yang cukup mewah. Untuk persiapannya saja, memerlukan waktu tiga hari memasangnya dan pihak panitia mendatangkan secara khusus panggung dan dekorasi dari Ponpes Al Fithrah Semarang.

Bahkan untuk mengcover arena agar seluruh peserta dzikir dapat mendengar dengan baik, pihak panitia mendatangkan secara khusus sound system berkekuatan 30 ribu watt dari Malang Jawa Timur yang diangkut satu truk tronton, di tambah dengan 6 set sound system lokal dengan kekuatan masing masing 3 ribu watt, sehingga peserta / pengunjung yang hadir dapat mengikuti acara demi acara dengan baik dan khusu’, saking besarnya kekuatan sound system, acara tersebut dapat didengar hingga radius 2 kilometer.

Mayoritas jama’ah yang hadir memang datang dari seluruh pelosok Jawa Tengah. “Kami sengaja hadir di majelis ini, karena pada tahun ini hanya diselenggarakan di Pekalongan”, ujar Mukminin asal Jepara. Dirinya membawa beberapa bis untuk mengangkut rombongan asal kota ukir Jepara. “Kegiatan tahun kemarin di Kabupaten Demak kami juga membawa rombongan lebih besar, akan tetapi karena kali ini agak jauh maka tidak banyak yang kami bawa” kata pemuda yang masih lajang ini. Hal senada juga diungkapkan Rohman pimpinan rombongan asal Grobogan dan Nur Kholis asal Salatiga. Selain Jawa Tengah, tidak sedikit pula rombongan berasal dari Jawa Timur, Madura, Jawa Barat dan Jakarta. Hal ini terlihat dari kendaraan berplat nomor AG, L, W, N, B dan lain lain. Bahkan juga hadir puluhan jama’ah asal mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Timur Tengah.

Rumah-rumah penduduk dan gedung-gedung di sekitar Lapangan Mataram seperti Gedung Wanita, Kantor MUI, Balai Kelurahan Podosugih, Balai Kelurahan Bendan, Rumah Singgah Dupan Mall, Gedung Balai Latihan Kerja (BLK), serambi-serambi Masjid, Musholla hingga ruko berubah fungsi menjadi tempat penginapan. “Saya setiap pagi selalu mendengarkan pengajian Kiai Asrori di Amarta FM, materinya sangat disukai masyarakat dan menyejukkan hati, jadi sangat wajar jika masyarakat sekitar sini dengan antusias rumahnya menjadi tempat penginapan”, kata Ibu Romlah asal Podosugih Kota Pekalongan. Bahkan Paguyuban warung makan Lamongan yang banyak tersebar di kawasan jalur Pantura secara ikhlas menyediakan makanan dan minuman gratis untuk para tetamu yang telah hadir pada malam sebelumnya.

Uswah khasanah

Kalau ada pertanyaan, faktor apa yang mempersatukan mereka, bahkan rela berdesak-desakan selama berjam-jam ? jawabannya ada dua, yaitu Thariqah dan sosok Kiyai Asrori sendiri selaku Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah (dinisbatkan kepada Kiai Utsman). Konon, almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamim (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.

Maka, jadilah Sawah Pulo sebagai sentra aktifitas thariqah di kota metropolis di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada putranya, Kiai Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.

Dakwahnya dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.

Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.

Itulah Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yang moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya. Murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.

Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.

Tanda tanda menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yang badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.

Keturunan Rasulullah ke-38

Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang. Berikut silsilahnya :
Ahmad Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso – Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo – Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri – Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir – Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.

Baiat thariqah

Kini, ulama yang usianya belum genap lima puluh tahun itu menjadi magnet tersendiri bagi sebagian kaum, khususnya ahli thariqah. Karena kesibukannya melakukan pembinaan jama’ah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air hingga mancanegara. Kiai Rori menyediakan waktu khusus buat para tamu, yakni tiap hari Ahad. Sedangkan untuk pembaiatan, baik bagi jama’ah baru maupun lama dilakukan seminggu sekali. (ada tiga macam pembaiatan, yaitu Baiat Bihusnidzdzan, bagi tingkat pemula, Baiat Bilbarokah, tingkat menengah dan Baiat Bittarbiyah, tingkat tinggi).

Untuk menapaki level level itu, tiap jama’ah diwajibkan dzikir rutin yang harus diamalkan oleh murid yang sudah berbaiat berupa dzikir jahri (dengan lisan) sebanyak 160 kali dan dzikir khafi (dalam hati) sebanyak 1000 kali tiap usai sholat. Kemudian ada dzikir mingguan berupa khususi yang umumnya dilakukan jama’ah per wilayah seperti kecamatan.

Thariqah yang diajarkan Kiai Rori memang dirasakan berbeda dengan thariqah atau mursyid mursyid lainnya pada umumnya. Jika kebanyakan para mursyid setelah membaiat kepada murid baru, untuk amaliyah sehari-hari diserahkan kepada murid yang bersangkutan di tempat masing-masing untuk pengamalannya, tidak demikian dengan Kiai Rori. Beliau sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah memiliki tanggung jawab besar, yakni tidak sekedar membaiat kepada murid baru kemudian tugasnya selesai, akan tetapi beliau secara terus-menerus melakukan pembinaan secara rutin melalui majelis khususi mingguan, pengajian rutin bulanan setiap Ahad awal bulan hijriyah dan kunjungan rutin ke berbagai daerah.

Untuk membina jama’ah yang telah melakukan baiat, khususnya di wilayah Jawa Tengah, bahkan Kiai Rori telah menggunakan media elektronik yaitu Radio Siaran untuk penyebaran dakwahnya, sehingga murid muridnya tidak lagi akan merasa kehilangan kendali. Ada lima radio di Jawa Tengah yang dimilikinya setiap pagi, siang dan malam selalu memutar ulang dakwahnya Kiai Rori, yakni Radio Rasika FM dan “W” FM berada di Semarang, Radio Citra FM di Kendal, Radio Amarta FM di Pekalongan dan Radio Suara Tegal berada di Slawi.

Radio radio inilah setiap harinya mengumandangkan dakwahnya yang sangat khas dan disukai oleh banyak kalangan, meski mereka tidak atau belum berbaiat, bahkan ketemu saja belum pernah, toh tidak ada halangan baginya untuk menikmati suara merdu yang selalu mengumandang lewat istighotsah di awal dan tutup siaran radio. Kemudian juga dapat didengar lewat manaqib rutin mingguan dan bulanan serta acara-acara khusus seperti Haul Akbar di Kota Pekalongan beberapa waktu lalu disiarkan langsung oleh tiga radio ternama di Kota Pekalongan dan Batang.

Dalam setiap memberikan siraman rohani, Kiai Rori menggunakan rujukan Kitab Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi Al Bantani, Al Hikam karya Imam Ibnu Atha’illah dan lain lain. Selain pengajian yang lebih banyak mengupas soal tasawuf, Kiai Rori juga sering menyisipkan masalah fiqih sebagai materi penunjang. Seorang ulama asal Ploso Kediri Jawa Timur, KH. Nurul Huda pernah bertutur, sulit mencari ulama yang cara penyampaiannya sangat mudah dipahami oleh semua kalangan dan do’anya sanggup menggetarkan hati seperti Kiai Asrori. Hal senada diakui oleh KH. Abdul Ghofur seorang ulama asal Pekalongan, Kiai Asrori seorang figur yang belum ada tandingnya, baik ketokohannya maupun kedalaman ilmunya.

Jama’ah Al Khidmah sebagai wadah

Sadar bahwa manusia tidak akan hidup di dunia selamanya, Kiai Asrori telah berfikir jauh ke depan untuk keberlangsungan pembinaan jama’ah yang sudah jutaan jumlahnya. Perkembangan jumlah murid cukup menggembirakan ini sekaligus mengundang kekawatiran. Apa pasal ? banyaknya murid yang berbaiat di Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah menunjukkan bahwa ajaran ini memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi murid murid yang telah berbaiat terus dibina melalui berbagai majelis, sehingga amalan-amalan dari sang guru tetap terpelihara.

Di sisi lain banyaknya murid juga mengundang kekhawatiran sang guru. Karena mereka tidak terurus dan terorganisir dengan baik, sehingga pembinaannya pun kurang termonitor. Kondisi inilah yang mendorong beberapa murid senior memiliki gagasan untuk perlunya membentuk wadah di samping dorongan yang cukup kuat dari Kiyai Asrori sendiri, sehingga diharapkan dengan terbentuknya wadah bagi para murid-muridnya dapat lebih mudah melaksanakan amalan amalan dari gurunya.

Maka dibentuklah wadah bernama “Jama’ah Al Khidmah”. Organisasi ini resmi dideklarasikan tanggal 25 Desember 2005 kemarin di Semarang Jawa Tengah, dengan kegiatan utamanya ialah menyelenggarakan Majelis Dzikir, Majelis Khotmil Al Qur’an, Maulid dan Manaqib serta kirim do’a kepada orang tua dan guru-gurunya. Kemudian menyelenggarakan Majelis Sholat Malam, Majelis Taklim, Majelis Lamaran, Majelis Akad Nikah, Majelis Tingkepan, Majelis Memberi nama anak dan lain lain.

H. Hasanuddin menjelaskan, organisasi ini sengaja dibentuk bukan karena latah apalagi berorientasi ke politik praktis, akan tetapi semata mata agar pembinaan jama’ah lebih terarah dan teratur. Siapapun bisa menjadi anggotanya, baik yang sudah baiat atau yang belum baiat. Seperti kegiatan kegiatan Haul Akbar di Kota Pekalongan tempo hari merupakan salah satu bukti bahwa kegiatan Jama’ah Al Khidmah banyak diminati oleh berbagai kalangan khususnya di wilayah Pekalongan dan sekitarnya.

Meskipun di wilayah ini belum banyak yang menyatakan baiat ke Kiai Asrori, ternyata magnet kiai yang berpenampilan kalem dan sederhana ini dapat menghadirkan puluhan ribu ummat Islam untuk duduk bersimpuh bersama-sama dengan para kiyai, ulama, habaib dan ratusan undangan lainnya untuk bersama-sama melakukan dzikir dan mendoa’akan istri Rasulullah Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro yang kini telah mulai banyak dilupakan ummat Islam.

Acara ini memang tergolong khusus, pasalnya kegiatan Haul Sayyidatina Siti Khodijah tidak lazim dilaksanakan oleh ummat Islam. sehingga banyak yang tidak menyangka kegiatan ini akan mendapat perhatian yang cukup besar. Bahkan Habib Umar Bin Salim cucu Rasulullah SAW asal Hadramaut Yaman Yordania yang hadir dalam secara khusus di majelis dzikir itu mengatakan, sudah selayaknya ummat Islam mendoakan istri Rasulullah, karena beliau mempunyai peranan yang sangat penting dan banyak jasanya membantu Rasulullah dalam pengembangan ajaran Islam. ”Kami siap hadir setiap majelis ini digelar”, ujarnya usai acara. [mu’is]

Mengenal Guru Thareqah Naqsyabandi


Awal mula Thareqat Naqsyabandiah adalah ilmu rahasia Allah yang amat suci yang kemudian Allah menyuruh malaikat Jibril untuk memberikan ilmu rahasia yang sangat halus dan suci itu kepada satu-satunya hambanya yang sangat dikasihi dan sangat disucikan ruhaninya, hamba yang menjadi pilihannya, yang menjadi junjungan para nabi, rasul, para khalifah Allah Ta’ala, para waliyullah dan manusia seluruhnya, yaitu Nabi Muhammad Saw.

Ilmu rahasia ini selanjutnya oleh ulama sufi disebut dengan ilmu tasawuf atau ilmu thareqat. Dan nama-namanya mengikuti guru-guru yang mengembangkannya dari zaman Rasulullah sampai zaman sekarang ini. Tetapi agaknya dari zaman Baha’udin sampai saat ini, thareqat ini tidak banyak mengalami perubahan nama, yaitu Naqsyabandi. Yang ada setelah Baha’uddin hanya nama tambahan, seperti al Mujaddidi, al Kholidi, al Madhari, al Haqqani, dan al Amini. Bahkan ada yang menamai Thareqat Jabal Abu Qubais, sebagai tanda silsilahnya masih bersambung terus sampai Rasulullah.

Thareqat Jabal Hindi, untuk nama Thareqat Naqsyabandi yang terputus silsilahnya, atau thareqat yang mursyidnya mengangkat sendiri, bukan diangkat oleh guru

 Thareqat Pada Zaman Rasulullah (571-632 M)
Semasa Nabi masih hidup, belum dikenal bentuk perkumpulan yang didefinisikan dan dinamai Thareqat tetapi keberadaannya berbentuk sebuah kegiatan rutin, khusus, halus, dan tersembunyi berupa kegiatan dzikir-dzikir untuk Tazqiyatun Nafs dan Tazqiyatul Qolb, {pembersihan jiwa dan hati}, karena halusnya maka dinamai thareqatus Sirriyah. Kemudian dari padanya ilmu rahasia ini diwariskan kepada Abu Bakar as Shiddik.

 Thareqat Pada Zaman Khalifah-Khalifah
1. Abu Bakar as Shiddiq
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar as Shiddiq, kegiatan rutin dan halus itu dinamai Thareqatul Ubudiyah, karena wujud gambaran tingginya dan totalitas pengabdian Abu Bakar kepada Nabi Muhammad, dalam rangka mengabdi kepada Allah Swt. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

2. Salman al Farisi
Kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar as Siddiq dalam pengabdiannya dan perjuangannya melaksanakan seluruh perintah dan amalan Nabi Muhammad, termasuk kegiatan dzikir-dzikir secara terus-menerus. Dikembangkan dan diamalkan dzikir-dzikir khusus dan halus tersebut. Kemudian dinamai dengan Thareqatus Siddiqiyyah. Thareqat ini namanya populer sampai pada masa Abu Yazid al Bustami. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

3. Qasim ibn Muhammad ibn ‘Abi Bakar al Shiddiq.
Qutubul Aulia’, Imam Thareqatus Siddiqiyah. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

4. Ja’far as Shidiq (w.148/765).
Sayyidina Ja’far as Shiddiq ra cucu Sayyidina Qasim ra dari Ibundanya. Diangkat menjadi Imam Syiah ke-6 menggantikan ayahandanya Muhammad Baqir sebagai Imam Syiah ke-5, cucu Sayyidina Ali ra. selama proses belajar. Pengaruh Ibundanya paling merasuk pada ilmunya. Yang bernasabkan pada kakeknya Sayyidina Qasim, dan secara politis mengikuti jejak ayahandanya konsekuensi putra seorang Imam syiah. Khalifah-khalifah Ja’far ash Soddiq yang mengemban Thareqat ash Shiddiqiyah dan menjadi penyambung antara Imam Ja’far dan Abu Yazid al Busthami adalah Sayyidina Imam Musa al Qadim, Sayyidina Imam Ali Ridho dan Syaikh Ma’ruf al Kharhi. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan secara barzakhi kepada :

5. Abu Yazid Thaifur al Bisthami (w.260/874).
Auliya’ Akbar, al Qutub. Karya-karyanya yang dieksplorasi dari pengalaman ruhaninya, merupakan salah satu dasar doktrin Wahdatul al Wujud, Wahdatul al syuhud, Ana al Haq dan Rabbani. Doktrin ini juga dianut oleh Abu Hafas al Naisabur, Abu Sa’id al Harraz, Junaid al Baghdadi, at Thusi, al Kalabasi, al Hallaj, Ibnu Arabi, Suhrawardi dan Maulana Rummi sedangkan Wahdatul al syuhud dianut oleh sufi al Makki, Muhasibi al Sulami, Hujwiri, al Qusyairi dan al Ghazali serta Abdul Qadir Jilani dan Ahmad Rifa’i. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan secara barzakhi kepada :


6. Abul Hasan al Kharaqani (w.425/1034).
Inisiasi atau bai’at Abu Yazid kepada Abu Hasan dilakukan secara gaib atau melalui Nabi Hidir yang dikenal dengan istilah bai’at uwaisi. Status kemursyidannya diperoleh langsung dari Nasabut Thareqatut Thaifuriyah. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

7. Abu ‘Ali al Farmadzi (w.535/1084),
Quthubul Auliya, ahli fiqih dan ahli haditas. Di Nesafur fatwa-fatwanya senantiasa menjadi rujukan-rujukan para juru da’wah (da’i). Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

8. ‘Abu Ya’kub Yusuf al Hamadani (w.535/1140)
8 Dasar Thareqat diperkenalkan sebagai bentuk doktrin penyempurnaan, (1) Husy dar dam, (2) nazhar bar qadam, (3) safar dar watan, (4) khalwat dar anjuman, (5) yadkard, (6) bazgasyt, (7) nigah dast, dan (8) yads dast Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada:

9. ‘Abd al Khalik al Ghujdawani (w.617/1220).
Syaikh Abdul Khalik al Fajduani nasabnya sampai kepada al Imam Malik bin Anas RA. Abdul Khalik pernah diajari praktek pelaksanaan Nafi-Isbat di laut oleh Nabi Hidir. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

10. ‘Arif al Riwgari (w. 657/1259).
Al Qutub dan ahli tafsir. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

11. Mahmud Anjir Faghnawi (w.643/1245 atau 670/1272). Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada:

12. ‘Azizan ‘Ali al Ramitani (w.705/1306 atau 721/1321). Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

13. Muhammad Baba al Sammasi (w.740/1340 atau 721/1321).
Sufi besar penganut doktrin Wahdatul al Syuhud dan Wahdatul al Wujud. Ahli Fiqih dan Tafsir al Qur’an. Ilmu agama (Fiqih, Hadits serta Tafsir al Qur’an) Baha’uddin diperolehnya atas bimbingannya. Baba Samasi orang Cina yang bermukim di Sammas dekat Tasken perbatasan dengan Cina. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

14. Amir Sayyid Kulal al Bukhari (w.772/1371).
Sufi besar, seorang ahli Fikih dan Ilmu Kalam, Wali al Qutub serta ahli tembikar terkenal yang produksinya tersebar ke Asia (Cina) dan Eropa. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

15. Muhammad Baha’ al Din Naqsyaband (717-791/1318-1389).
Auliya Allah yang Qutub, Penasehat Utama Sultan Khalil di Samarqand, fatwa-fatwanya menjadi rujukan Hakim-Hakim Agung dalam memutuskan perkara. Karena kebesaran namanya, Thareqat yang di pimpinnya tersebar dengan cepat dan termasyhur serta memiliki pengikut yang sangat banyak dan tersebar ke seluruh dunia. Kemudian darinya diwariskan kepada :

16. Maulana Syaikh Muhammad al Bukhari al Khawarizumi QS.
Penghulu di Bhukara’ tempat kelahiran seorang perawi hadits Bukhari Muslim. beliau adalah al Qutub. Pengajar Hadits di beberapa sekolah. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

17. Maulana Syaikh Ya’kub al Jarkhi al Hasyary QS.
Wali Qutub dan ahli Tafsir al Qur’an. Bersama Kwaja Muhammad Parsa yang juga murid Baha’uddin Naqsyabandi telah membuat Tafsir Qur’an. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

18. Syaikh Nasiruddin Ubaidullah al Ahrary as Samarqandi
Salah satu Wali Qutub yang amat kaya. Kekayaannya pernah menutup hutang-hutang kerajaan Samarqan, membantu kerajaan Mugol India keluar dari krisis keuangan. Setiap tahun berzakat 60.000 ton gandum. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

19. Maulana Syaikh Muhammad az Zahid QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

20. Maulana Syaikh Darwisy Muhammad as Samarqandi QS.
Anak saudara perempuan Syaikh Muhammad az Zahid QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

21. Maulana Syaikh Muhammad al Khawajiki al Amkany as Samarqandi QS.
Putra Syaikh Darwisi Muhammad as Samarqandi QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

22. Syaikh Muayyiduddin Muhammad al Baqibillah QS.
Al Qutub. Asal Turki yang kemudian bermukim di India. Membangun Madrasah termegah dan terbesar di masanya. Kemudaian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

23. Syaikh Akhmad al Faruqi as Sirhindi QS.
Murid kesayangan Baqibillah. Ketika al Faruqi mulai belajar kepadanya dan berbaiat, baqibillah telah berfatwa al Faruqi adalah orang yang akan menggantikan dirinya. Menjelang kematiannya, Baqibillah memohon untuk menunda ruhnya dicabut sampai menunjuk al Faruqi sebagai penggantinya, ketika al Faruqi sedang bepergian jauh. Ia seorang yang ahli Fiqih dan hafal al Qur’an. ia adalah Mujadid Millenium ke dua. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

24. Syaikh Muhammad Ma’sum QS.
Beliau adalah putra Syaikh Akhmad al Faruqi as Sirhindi QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

25. Syaikh Muhammad Saifuddin QS.
Beliau adalah putra Syaikh Syaikh Muhammad Ma’sum QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

26. Syaikh Syarif Nur Muhammad al Badwani QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

27. Syaikh Samsuddin Habibullah Jan Janany Muzhhir al ‘Alawi QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

28. Syaikh Abdullah ad Dahlawi QS.
Nasab Syaikh Abdullah sampai pada Sayyidina Ali bin Abu Thalib. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

29. Maulana asy Syaik Dhiyauddin Khalid al Utsmani al Kurdi QS.
Auliya Akbar, Sultanul Auliya’, al Qutub yang sangat termasyhur, khalifah-khalifahnya tersebar ke seluruh dunia. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

30. Syaikh Abdullah al Affandi QS.
Kepala sekalian guru-guru dalam negeri Mekkah al Musyarrafah. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

31. Syaikh Sulaiman al Qarimi QS.
Khalifahnya yang terkenal di Indonesia: KH. Ubaidah dan KH. Abdurrahman kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

32. Saidis Syaikh Sulaiman az Zuhdi QS.
Menantu Syaikh Sulaiman al Qarimi QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada:

33. Saidis Syaikh Ali Ridha QS.
Menantu Maulana Sayyidisy Syaikh Sulaiman az Zuhdi QS. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

34. Saidis Syaikh Muhammad Hasyim al Khalidi QS.
Khalifahnya yang sangat menonjol adalah Prof. Dr. Kadirun Yahya. KH. As’ad Syamsul Arifin Situbondo pernah meminta talkin dzikir Naqsyabandi, ia dianjurkan untuk mengembangkan pesantren ayahandanya KH. Syamsul Arifin. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

35. Saidis Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin al Khalidi QS (1917-2001).
Kadirun Yahya dikenal sebagai thabib besar, wali qutub dan seorang akademisi serta ahli fisika-kimia yang bergelar profesor dan doktor. Di bawah bimbingannya Thareqat Naqsyabandiah. Mujaddiyah Khalidiah berkembang di perkotaan melalui kampus-kampus, yang sebelumnya sangat asing. Kemudian darinya ilmu rahasia ini diwariskan kepada :

36. Saidis Syaikh Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur QS (1935- sekarang)
Muhammad Syukur adalah Khalifah Prof DR. Kadirun Yahya yang sangat menonjol kekeramatannya, baik sebelum maupun setelah gurunya berlindung. Sekarang ia memimpin Thareqat Naqsyabandi al Mujaddidiah al Khalidi yang berpusat di Batam.

Ciri Waliyulloh dan Tawassul untuk Menembus Dimensi Kewalian


a. PENGERTIAN TENTANG WALI ALLAH SWT

Wali berasal dari akar kata waliya-yawla, yang berarti “ dekat dengan sesuatu”. Al-Waliyyu adalah orang yang memiliki kedekatan dengan Allah atau orang yang disayang Allah.
Demikian pula kata waliy, memiliki dua pengertian. Bisa berarti “ orang yang mencintai Allah” atau bahkan ‘ orang yang mencintai dan dicintai Allah sekaligus”.

Menurut Imam Al-Qusyairi waliy, memiliki 2 pengertian :

- Pertama
Orang yang sekuat tenaga berusaha menjaga hatinya agar tetap hanya bergantung kepada Allah dan terus menerus melakukan ketaatan tanpa diselingi kedurhakaan. Disebut juga waliy salik.

- Kedua
Orang yang hatinya secara penuh dan terus menerus dalam penjagaan dan pemeliharaan Allah.Sering juga disebut waliy majdzub.

Dalam kitab Al-Futuhat Al Makkiyyah Ibnu araby menelusuri kriteria orang yang dicintai Allah dalam Al Qur’an dan menemukan kriteria :

- Pertama
Orang yang hanya menjadikan Allah sebagai pelindung

- Kedua
Orang yang mencintai Allah dan berusaha meniru sifat-sifatnya, misal menjadi lebih sabar, lebih penyayang, pemaaf dsb.

- Ketiga
Orang yang senantiasa kembali kepada Allah, bertaubat. Dalam pengertian setiap kali terpeleset dalam maksiat, dengan segera ia bertaubat.

- Keempat
Orang yang selalu menyucikan diri lahir dan batin.

- Kelima
Orang yang selalu bersyukur atas nikmat dan kehendak Allah.
Bagi para wali musibah dan karunia adalah sama-sama nikmat, karena keduanya datang dan berasal dari Allah.

- Keenam
Orang yang selalu berbuat baik dan memperbaiki, yang disebut Muhsin.

- Ketujuh
Orang yang selalu menghadirkan Allah dalam hatinya, pada setiap detak jantung dan hembusan nafasnya.
Para wali Allah adalah Ahlullah atau “ keluarga Allah”.Yakni hamba-hamba yang mendapatkan bimbingan dan penjagaan Allah, sekaligus tugas tertentu dari Allah.

Mengenai kedekatan dan hubungan khusus para wali dengan Allah, rasullulah SAW bersabda :” Sesungguhnya dari kalangan para hamba Allah ada segolongan orangyang bukan nabi dan bukan pula syuhada, namun para nabi dan para Syuhada berebut dengan mereka dalam kedudukan terhadap Allah”.

Wahai Rasullulah, ceritakan kepada kami siapa mereka itu dan apa amal perbuatan mereka. Sebab kami senang kepada mereka karena kedudukan mereka itu, kata para sahabat.

Sabda nabi : “Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, tidak atas dasar pertalian keluarga dan tidak pula karena harta. Demi Allah wajah mereka bercahaya terang. Mereka tidak merasa takut ketika semua orang takut, tidak merasa khawatir ketika semua orang merasa khawatir”.

Lalu beliau membaca Surat Yunus ayat 62 :” Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tiada merasa takut pada mereka dan tidak pula merasa khawatir”.


b. MENEMBUS DIMENSI KEWALIAN DENGAN BERTAWASSUL

Kisah perjalanan para waliyulloh di era pertengahan maupun di zaman sekarang tak pernah sepi dari cerita yang sangat menakjubkan.

Walau berabad abad yang silam mereka telah meninggalkan, pulang ke rahmatulloh, namun nama dan lakon hidup mereka masih tetap abadi dan terus di kenang sepanjang masa.

Tidak hanya itu, tempat dan atap di mana sosok seorang waliyulloh di kebumikan, niscaya tempat itu menjadi naungan para umat manusia dalam mencari berkah atau hanya berziarah.

Kisah hidup mereka dari berbagai ulasan ahli sejarah maupun dongeng para orang tua, menjadi suatu kajian berbagi kalangan dan pihak, khususnya umat Islam untuk terus mengembangkan berbagai ilmu dan pemahaman serta segala bentuk tingkah laku dan sifatnya untuk selalu ditiru. Sehingga dari keluasan ilmu yang pernah diajarkan oleh para waliyulloh masa lalu masih terus bermanfaat untuk kita di zaman sekarang.

Bercerita tentang sosok waliyulloh tentu kita banyak berkhayal karena terobsesi akan kelebihannya, baik dari segi karomah yang dimilikinya maupun dari kebersihan hati serta peran hidup sebagai derajat teragung di hadapan Alloh SWT.

Dalam konsep batin kita sebagai manusia di era modernisasi seperti sekarang ini, ingin sekali bertemu atau setidaknya bisa sedikit diberi perlindungan baik tentang keluasan ilmu maupun yang lainnya.

Namun sayangnya zaman kewalian sudah tidak bisa kita temui lagi, sehingga untuk mencari guru / mursyid yang bisa menuntun kita menuju puncak ma’rifatillah teramat sulit dan langka.

Lantas, masih adakah sosok waliyulloh di zaman ma’asi seperti sekarang ini? Mungkin jawabannya (masih ada) sebab setiap perputaran zaman ke zaman, titisan dari sifat Rosululloh SAW. Di muka bumi ini harus ada yang memegang, yaitu disebut dengan nama, “Quthbul Muthlak”

Tapi di manakah keberadaan mereka sebagai waliyulloh kamil bisa kita temui?… disinilah para umat manusia mulai kehilangan kontak.

Sebab bagaimanapun juga antara zaman kewalian dengan sekarang ini jauh sekali perbedaannya.

Di zaman wali, sosok waliyulloh dapat kita jumpai di berbagai daerah, karena derajat wali pada masa itu sangat ditampakkan oleh Alloh SWT. Sebagai Himmatul Ummat sosok manusia yang mempunyai kharisma dan karomah tinggi di hadapan ummatnya.

Sedangkan di zaman sekarang para waliyulloh, banyak menutup diri dari pandangan sifat manusia karena alasan fitnah.

Mengapa disebut fitnah? Mengulas realita zaman ke zaman, kehidupan manusia selalu berubah-ubah. Nah, seperti zaman sekarang ini misalnya, sifat manusia lebih terarah kepada sifat duniawiyah dan terbelakang dalam hal ilmu agama.

Segala argumen dan hujjah banyak memakai logika dan pikiran belaka, bukan dari hukum atau pemahaman ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, atau keluasan kitab para Ahlillah.

Sehingga dalam kenyataannya, umat manusia lebih banyak tertutup hati karena kebodohan akan ilmunya dan akhirnya Alloh SWT. Menjauhkan mereka dari orang-orang yang menjadi kekasih-Nya.

Lewat nukilan kitab para ulama khosois, seperti “IHYA ULUMUDDIN, TAFSIR QUR’AN AL-MUNIR, dan syarakh BUCHORI” banyak menerangkan: “mencari guru mursyid yang bisa menjalurkan suatu keselamatan dunia akherat di zaman sekarang, bagai KAL IBRITIL AHMAR / mencari microorganisme dalam tubuh kita sendiri”.

Karena saking sulitnya, sehingga 97% ummat manusia banyak yang mati dalam keadaan tersiksa, karena tidak membawa amal kebajikan yang memadai.

Memang sungguh sangat mengerikan para ummat manusia di zaman yang sudah terbilang akhir ini. Kita semua harus bekerja keras untuk mencapai tujuan mulia dihadapan Sang Kholik di akhir zaman nanti.

Sebagai ummat manusia yang penuh ke-dho’if-an, penulis ingin mengajak bersama-sama dalam meraih derajat mulia di sisi-Nya kelak, lewat jalan bertawassul.

Namun sebelum pembedaran tawassul ini penulis kupas secara detil, alangkah baiknya bila kita mulai membersihkan hati dari sifat yang kurang diridhoi-Nya, mulai dari sekarang.

Sebab, bagaimanapun semangatnya hidup kita dalam pembuktian suatu wujud ilmu, apabila hati kita belum bersih dari sifat riya, ujub, takabur, dan dipaksakan dalam melakukan setiap meritualkan amalan / wiridan, karena suatu alasan, ada tujuan tertentu, dan bila tujuan kita sudah terkabul, suatu amalan / wiridan ditinggalkannya lagi, maka apapun semangat hidup kita dalam hal keikhlasan hati belum terbilang bersih.

Nah untuk mengenal arti tawassul secara luas, misteri akan beberkan rahasianya, sehingga, walau zaman telah berubah dan syafa’at para nabi dan waliyulloh telah berkurang, semoga dengan bertawassul ini kita masih tetap bisa berhubungan dengan para waliyulloh hingga mencapai kesuksesan derajat termulia.

Tawassul atau wasilah, adalah suatu alat penghubung antara manusia hidup dengan orang yang sudah tiada (mati).

Dalam konsep, tawassul sering dilakukan di berbagai tempat peziarah maupun tempat peribadatan, seperti, saat akan memulai suatu dzikir, baca barjamzi, tahlilan dan sebagainya.

Biasanya, tawassul disini mempunyai saf / runtutan dari para nabi, malaikat, waliyulloh dan semua ahli kubur dan lainnya, namun untuk membuktikan bahwa bertawassul adalah suatu alat penghubung untuk yang dituju, harus mempunyai peraturan dan tata cara tersendiri.

Lewat ulasan para waliyulloh kamil, mereka banyak memberi suatu pendapat, di antaranya:

Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani, pernah berujar, “Bila aku mati kelak, ruhku akan terus hadir di sela orang-orang yang setiap malamnya mengistiqomahkan, bertawassul kepadaku dengan keikhlasannya, sambil tak pernah henti-hentinya membaca surat Al-fatihah sebanyak 20.000 x setiap malamnya”

Menurut Imam Ibnul Aroby, “Barang siapa yang bertawassul kepadaku secara istiqomah dengan hitungan 7 jam lamanya (dari jam 21.00 s.d. 04.00) niscaya aku akan hadir tanpa perantara / suruhan / khodam, di manapun kamu menginginkannya”.

Menurut imam Abu Hasan Asy-Syadili r.a., “aku kan bertanggung jawab demi keselamatanmua di dunia dan akherat, dan aku akan terus memohonkan kepada-Nya atas segala permohonanmu, dan aku akan menyambangimu / menjumpai di setiap malammu dan aku akan membawamu hidup-hidup di antara kenikmatanku (surga) apabila kamu terus beristiqomah bertawassul kepadaku di setiap malamnya, dengan memudawamkan 5000x surat Al-Fatihah dan 4500x asma Hasbunalloh wa ni’mal wakil”.

Menurut imam Abu Sufyan Atssaury, “Berbahagialah wahai ummatku, sesungguhnya aku diberikan keluasan ilmu sebagai hamba yang mempunyai derajat syafa’at di kemudian hari. Istiqomahkan bertawassul kepadaku di setiap malamnya dengan terus membaca surat Al-Fatihah 7700 x dan solawat nabi (Allohumma Sholli ala sayidina Muhammad) 7000x niscaya ruhku akan selalu hadir setiap kau membutuhkanku, dan percayalah kepadaku, karena sesungguhnya aku takkan tinggal diam untuk selalu mendoakanmu sampai mencapai derajat mulia (surga)”.

Menurut Syarifah Robiatul Adawiyah, ”sesungguhnya aku diciptakan antara hidup dan setelah mati hanya punya satu tujuan, mengabdi kepada Alloh SWT. Dan barang siapa yang bertawassul kepadaku secara istiqomah setiap malamnya dengan membaca surat Al-Fatihah 3333x dan membaca istighfar sebanyak 30.000x niscaya aku akan terus hadir menjumpaimu sampai dirimu tanpa sadar menjadi seorang derajat waliyulloh kamil”.

Menurut imam Asy-Sya’roni, “Jangan kau sesekali meninggalkan istiqomah bertawassul kepada para nabi, malaikat dan wali lainnya. Sesungguhnya bertawassul adalah suatu kebajikan hati dalam mencari syafa’at dan rahmat para Ahlillah yang menjadi kekasih-Nya”. Tambahnya lagi, “sesungguhnya derajat yang paling mudah didapat adalah, kedekatan hati kita dengan para Ahlillah yang menjadi kekasih-Nya, maka tiada lain dan tiada bukan, istiqomahkan bertawassul kepadanya!”.

Menurut imam Ibnu Athoillah, “Keluasan dan penghayatan ilmu sangat diperlukan oleh setiap ummat di dunia. Namun, sebagai rasa takdzim akan penghormatan kepada para kekasih Alloh SWT. Lebih sangat diutamakan. Karena sesungguhnya batu loncatan kita sebagai manusia hidup tak lain adalah bantuan rahmat dari para Ahlillah yang sudah mendahului kita, kuncinya perbanyaklah bertawassul untuknya”.

Menurut pendapat para walijawa (walisongo), “Gunakanlah waktumu untuk kebajikan di jalan-Nya. Sesungguhnya sifat manusia terbagi dalam kelebihan dan kekurangan. Sebagai seorang mahluk yang serba kekurangan akan ilmu dan pengetahuan, dekatkanlah dirimu kepada-Nya lewat jalan para kekasih-Nya (bertawassul) sesungguhnya hanya lewat jalan inilah kamu sekalian akan mendapat derajat mulia di sisi-Nya”.

Munajat Al-Faaqir

بسم الله ألرحمن ألرحيم
Ya Allah dengan Engkau aku minta pertolongan maka tolonglah aku.
Dan dengan Engkau aku terkaya maka kayakanlah aku.
Dan atas Engkau aku berserah maka padakanlah aku.
Wahai Tuhan Yang Mencukupi cukupkanlah aku segala perkara yang penting daripada urusan dunia dan akhirat.
Wahai Tuhan Yang Pemurah di dunia dan di akhirat dan Yang Amat Mengasihi keduanya bahawasanya :
Aku adalah hamba Mu berada di pintu Mu.
Aku adalah orang yang hina berada di pintu Mu.
Aku adalah orang tawanan Mu berada di pintu Mu.
Aku adalah orang yang miskin berada di pintu Mu.
Aku adalah tetamu Mu berada di pintu Mu.
Wahai Tuhan Sekalian Alam.
Aku adalah orang yang jahat berada di pintu Mu.
Wahai Tuhan Yang Menolong orang yang minta tolong (pertolongan).
Aku adalah orang yang dukacita berada di pintu Mu.
Wahai Tuhan Yang Menghilangkan tiap-tiap kesusahan sekalian orang yang susah.
Aku adalah orang yang derhaka.
Wahai Yang Meminta segala orang yang meminta ampun lagi mengaku berada di pintu Mu.
Dan juga mengaku kesalahan berada di pintu Mu.
Wahai Tuhan Yang terlebih Kasih dari segala yang kasih.
Akulah bersalah berada di pintu Mu.
Wahai Tuhan Sekalian `Alam.
Akulah orang yang zalim berada di pintu Mu.
Aku adalah hamba Mu yang papa lagi khusyu` berada di pintu Mu.
Kasihanilah aku wahai Tuhanku.

Majelis Taklim Guru Zhofaruddin bin Ja'far (Sekumpul ke-2)



Lantunan nasyid simthud Duror atau lebih akrab dengan sebutan Maulud Habsyi ini, sesekali ditingkahi suara tembang, menerabas gendang telinga setiap orang yang melewati Jalan Biawan, Samarinda Ilir, setiap Ahad malam.

Suara yang menghidupkan hati ini berasal dari sebuah rumah dalam Gang I, Jalan Biawan tepat diturunan jembatan Sei Pinang Dalam (jembatan III). Sebuah majelis Taklim yang dipimpin oleh Guru Zhofaruddin atau lebih akrab dikalangan jamaah dan muridnya dengan sebutan guru Udin. Sebelum memberikan tausiah, biasanya, bersama para jamaah guru Udin membaca Maulud Habsyi, dilanjutkan dengan pembacaan kitab Fikih. Menurut beberapa jamaahnya, kebiasaan itu berasal dari Sekumpul. Dimana sebelum melakukan pembacaan kitab, jamaah diajak untuk bersama-sama membaca Maulud Habsyi.

Meski pengajiannya berlangsung sampai larut, baru usai. Ratusan jamaahnya yang hadir terus mengikuti dengan tekun. Saking banyaknya para jamaah tidak semuanya tertampung dalam rumah sang guru. Sebagian memanfaatkan emperan rumah disekitarnya. Tidak kurang dari sekitar lima ratus orang hadir dalam setiap pengajian malam senin tersebut.

Guru Udin pertama kali datang kesamarinda, setelah lulus menimba ilmu di Pondok, sekitar tahun 1980-an beliau mengikuti majelis Taklim pimpinan Guru Usman Balghah, di Jalan Pulau Sebatik, terus berpindah dari majelis taklim yang satu kemajelis taklim yang lainnya.

Cara penyampaian pengajian atau tausiah yang di berikannya, menarik masyarakat untuk datang. Tidak kaku, sesekali diiringi dengan guyonan segar, merupakan ciri khas dari sang mantan Juara MTQ tingkat anak-anak tahun 70-an itu. Lebih dari itu, bahasa yang digunakan umumnya bahasa banjar yang sangat cocok dengan masyarakat Samarinda, yang sebagian besar adalah suku banjar walaupun yang hadir dalam pengajian beliau bukan hanya dari kalangan suku banjar saja, setidaknya memiliki kekerabatan dengan ”Urang banjar”.

MIRIP GURU SEKUMPUL

Tampilan guru Udin sehari-harinya, mirip dengan Al-Alimul Allamah Al-Arif Bilah, Syekh KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, atau guru Ijai, ulama kharismatik Indonesia. Tidak hanya serban dan gamis pakaian kesehariannya, bahkan suaranya pun sangatlah mirip, kecuali postur, keduanya (Guru Ijai dan Guru Udin) menurut sebagian jemaah dan muridnya, memiliki kemiripan. Baik tata busana sampai pada suaranya.

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati