Risalah Al Ghautsiyyah
Syekh Abdul Qadir Al Jailani
Sebagai bekal untuk Sobat-sobat Pejalan Cahaya di belahan dunia manapun berada kini, yg selalu setia mendampingi diri, bersama dalam menapaki tangga ruhani, lahir dan batin. Semoga Allah SWT Senantiasa Memperkuat lingkaran cahayaNya dalam diri kita & ukhuwah bashariah kita, aamin ...
Risalah Al Ghautsiyyah adalah sebentuk dialog batiniah antara Allah SWT dan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yang diterima melalui ilham qalbi dan penyingkapan ruhani [kasyf ma’nawi].
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Sang Penghapus Duka. Shalawat atas manusia terbaik, Muhammad. Berkatalah sang penolong agung, yang terasing dari selain Allah dan amat intim dengan Allah.
Allah SWT Berkata : “Wahai penolong agung!”
Aku menjawab : “Aku mendengar panggilan-Mu, Wahai Tuhannya si penolong.”
Dia Berkata : “Setiap tahapan antara alam Naasut dan alam Malakut adalah syariat; setiap tahapan antara alam Malakut dan Jabarut adalah tarekat; dan setiap tahapan antara alam Jabarut dan alam Lahut adalah hakikat.” 1
Lalu Dia berkata kepadaku : “Wahai penolong agung ! Aku tidak pernah mewujudkan Diri-Ku dalam sesuatu sebagaimana perwujudanKu dalam diri manusia.”
Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, apakah Engkau memiliki tempat ?”, Maka Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Akulah Pencipta tempat, dan Aku tidak memiliki tempat.”
Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, apakah Engkau makan dan minum ?”, Maka Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, makanan dan minuman kaum fakir adalah makanan dan minuman-Ku.”2
Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, dari apa Engkau ciptakan malaikat ?”. Dia Berkata kepadaku : “Aku Ciptakan malaikat dari cahaya manusia, dan Aku Ciptakan manusia dari cahaya-Ku.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Jadikan manusia sebagai kendaraan-Ku, dan Aku jadikan seluruh isi alam sebagai kendaraan baginya.”3
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, betapa indahnya Aku sebagai Pencari ! Betapa indahnya manusia sebagai yang dicari ! Betapa indahnya manusia sebagai pengendara, dan betapa indahnya alam sebagai kendaraan baginya.”4
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah Rahasianya. Jika manusia menyadari kedudukannya di sisi-Ku, maka ia akan berucap pada setiap hembusan nafasnya, ‘milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?’.”5
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tidaklah manusia makan sesuatu, atau minum sesuatu, dan tidaklah ia berdiri atau duduk, berbicara atau diam, tidak pula ia melakukan suatu perbuatan, menuju sesuatu atau menjauhi sesuatu, kecuali Aku Ada [Berperan] di situ, Bersemayam dalam dirinya dan Menggerakkannya.”6
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tubuh manusia, jiwanya, hatinya, ruhnya, pendengarannya, penglihatannya, tangannya, kakinya, dan lidahnya, semua itu Aku Persembahkan kepadanya oleh Diri-Ku, untuk Diri-Ku. Dia tak lain adalah Aku, dan Aku Bukanlah selain dia.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, jika engkau melihat seseorang terbakai oleh api kefakiran dan hancur karena banyaknya kebutuhan, maka dekatilah ia, karena tidak ada penghalang antara Diri-Ku dan dirinya.”7
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, janganlah engkau makan sesuatu atau minum sesuatu dan janganlah engkau tidur, kecuali dengan kehadiran hati yang sadar dan mata yang awas.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa terhalang dari perjalanan-Ku di dalam batin, maka ia akan diuji dengan perjalanan lahir, dan ia tidak akan semakin dekat dari-Ku melainkan justru semakin menjauh dalam perjalanan batin.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, kemanunggalan ruhani merupakan keadaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Siapa yang percaya dengannya sebelum mengalaminya sendiri, maka ia telah kafir. Dan barang siapa menginginkan ibadah setelah mencapai keadaan wushul, maka ia telah menyekutukan Allah SWT.”8
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa memperoleh kebahagiaan azali, maka selamat atasnya, dia tidak akan terhina selamanya. Dan barang siapa memperoleh kesengsaraan azali, maka celaka baginya, dia tidak akan diterima sama sekali setelah itu.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Jadikan kefakiran dan kebutuhan sebagai kendaraan manusia. Barangsiapa menaikinya, maka ia telah sampai di tempatnya sebelum menyeberangi gurun dan lembah.”9
Lalu Dia Berkatak kepadaku : “Wahai penolong agung, bila manusia mengetahui apa yang terjadi setelah kematian, tentu ia tidak menginginkan hidup di dunia ini. Dan ia akan berkata di setiap saat dan kesempatan, ‘Tuhan, matikan aku !’.”10
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, semua makhluk pada hari kiamat akan dihadapkan kepadaKu dalam keadaan tuli, bisu dan buta, lalu merasa rugi dan menangis. Demikian pula di dalam kubur.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, cinta merupakan tirai yang membatasi antara sang pencinta dan yang dicintai. Bila sang pencinta telah padam dari cintanya, berarti ia telah sampai kepada Sang Kekasih.”11
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Melihat Ruh-ruh menunggu di dalam jasad-jasad mereka setelah ucapanNya, ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu ?’ sampai hari kiamat.”
Lalu sang penolong berkata : “Aku melihat Tuhan Yang Maha Agung dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa bertanya kepadaKu tentang melihat setelah mengetahui, berrti ia terhalang dari pengetahuan tentang melihat. Barangsiapa mengira bahwa melihat tidak sama dengan mengetahui, maka berarti ia telah terperdaya oleh melihat Allah SWT.’”12
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, orang fakir dalam pandangan-Ku bukanlah orang yang tidak memiliki apa-apa, melainkan orang fakir adalah ia yang memegang kendali atas segala sesuatu. Bila ia berkata kepada sesuatu, ‘jadilah !’ maka terjadilah ia.”13
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Tak ada persahabatan dan kenikmatan di dalam surga setelah kemunculan-Ku di sana, dan tak ada kesendirian dan kebakaran di dalam neraka setelah sapaan-Ku kepada para penghuninya.”14
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Yang Paling Mulia di antara semua yang mulia, dan Aku Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tidurlah di sisi-Ku tidak seperti tidurnya orang-orang awam, maka engkau akan melihatKu.” Terhadap hal ini aku bertanya : “Wahai Tuhanku, bagaimana aku tidur disisi-Mu ?”. Dia Berkata : “Dengan menjauhkan jasmani dari kesenangan, menjauhkan nafsu dari syahwat, menjauhkan hati dari pikiran dan perasaan buruk, dan menjauhkan ruh dari pandangan yang melalaikan, lalu meleburkan dzatmu di dalam Dzat.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, katakan kepada sahabatmu dan pencintamu, siapa di antara kalian yang menginginkan kedekatan dengan-Ku, maka hendaklah ia memilih kefakiran, lalu kefakiran dari kefakiran. Bila kefakiran itu telah sempurna, maka tak ada lagi apapun selain Aku.”15
Lalu Dia Berkata : “Wahai penolong agung, berbahagialah jika engkau mengasihi makhluk-makhluk-Ku, dan beruntunglah jika engkau memaaafkan makhluk-makhluk-Ku.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, katakan kepada pencintamu dan sahabatmu, ambillah manfaat dari do’a kaum fakir, karena mereka bersama-Ku dan Aku Bersama mereka.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Bersama segala sesuatu, Tempat Tinggalnya, Pengawasnya, dan kepada-Ku tempat kembalinya.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, jangan peduli pada surga dan apa yang ada di sana, maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara. Dan jangan peduli pada neraka serta apa yang ada di sana, maka engkau akan melihat Aku tanpa perantara.”16
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, para penghuni surga disibukkan oleh surga, dan para penghuni neraka disibukkan oleh-Ku.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sebagian penghuni surga berlindung dari kenikmatan, sebagaimana penghuni neraka berlindung dari jilatan api.”17
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, barangsiapa disibukkan dengan selain Aku, maka temannya adalah sabuk [tanda kekafiran] pada hari kiamat.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, orang-orang yang dekat mencari pertolongan dari kedekatan, sebagaimana orang-orang yang jauh mencari pertolongan dari kejauhan.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sesungguhnya Aku Memiliki hamba-hamba yang bukan nabi maupun rasul, yang kedudukan mereka tidak diketahui oleh siapapun dari penghuni dunia maupun penghuni akhirat, dari penghuni surga ataupun neraka, tidak juga malaikat Malik ataupun Ridwan, dan Aku Tidak Menjadikan mereka untuk surga maupun untuk neraka, tidak untuk pahala ataupun siksa, tidak untuk bidadari, istana maupun pelayan-pelayan mudanya. Maka beruntunglah orang yang mempercayai mereka meski belum mengenal mereka.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, engkau adalah salah satu dari mereka. Dan di antara tanda-tanda mereka di dunia adalah tubuh-tubuh mereka terbakar karena sedikitnya makan dan minum; nafsu mereka telah hangus dari syahwat, hati mereka telah hangus dari pikiran dan perasaan buruk, ruh-ruh mereka juga telah hangus dari pandangan yang melalaikan. Mereka adalah pemilik keabadian yang terbakar oleh cahaya perjumpaan [dengan Tuhan].”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila seseorang yang haus datang kepadamu di hari yang amat panas, sedangkan engkau memiliki air dingin dan engkau sedang tidak membutuhkan air, jika engkau menahan air itu baginya, maka engkau adalah orang yang paling kikir. Bagaimana Aku Menolak mereka dari rahmat-Ku padahal Aku Telah Menetapkan atas Diri-Ku, bahwa Aku Paling Pengasih di antara yang mengasihi.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tak seorang pun dari ahli maksiat yang jauh dari-Ku, dan tak seorangpun dari ahli ketaatan yang dekat dari-Ku.”18
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila seseorang dekat kepada-Ku, maka ia adalah dari kalangan maksiat, karena ia merasa memiliki kekurangan dan penyesalan.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, merasa memiliki kekurangan merupakan sumber cahaya, dan mengagumi cahaya diri sendiri merupakan sumber kegelapan.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, ahli maksiat akan tertutupi oleh kemaksiatannya, dan ahli taat akan tertutupi oleh ketaatannya. Dan Aku Memiliki hamba-hamba selain mereka, yang tidak ditimpa kesedihan maksiat dan keresahan ketaatan.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sampaikan kabar gembira kepada para pendosa tentang adanya keutamaan dan kemurahan, dan sampaikan berita kepada para pengagum diri sendiri tentang adanya keadilan dan pembalasan.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, ahli ketaatan selalu mengingat kenikmatan, dan ahli maksiat selalu mengingat Yang Maha Pengasih.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Dekat dengan pelaku maksiat setelah ia berhenti dari kemaksiatannya, dan Aku Jauh dari orang yang taat setelah ia berhenti dari ketaatannya.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, Aku Menciptakan orang awam namun mereka tidak mampu memandang cahaya kebesaran-Ku, maka Aku Meletakkan tirai kegelapan di antara Diri-Ku dan mereka. Dan Aku Menciptakan orang-orang khusus namun mereka tidak mampu mendekati-Ku dan mereka sebagai tirai penghalang.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, katakan kepada para sahabatmu, siapa di antara mereka yang ingin sampai kepada-Ku, maka ia harus keluar dari segala sesuatu selain Aku.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, keluarlah dari batas dunia, maka engkau akan sampai ke akhirat. Dan keluarlah dari batas akhirat, maka engkau akan sampai kepada-Ku.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, keluarlah engkau dari raga dan jiwamu, lalu keluarlah dari hati dan ruhmu, lalu keluarlah dari hukum dan perintah, maka engkau akan sampai kepada-Ku.”
Maka aku bertanya : “Wahai Tuhanku, shalat sepert apa yang paling dekat dengan-Mu ?.” Dia Berkata : “Shalat yang di dalamnya tiada apapun kecuali Aku, dan orang yang melakukannya lenyap dari shalatnya dan tenggelam karenanya.”19
Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, puasa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Puasa yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, dan orang yang melakukannya lenyap darinya."
Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, amal apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Amal yang di dalamnya tiada apa pun selain Aku, baik itu [harapan] surga ataupun [ketakutan] neraka, dan pelakunya lenyap darinya."
Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, tangisan seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Tangisan orang-orang yang tertawa." Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, tertawa seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Berkata : “Tertawanya orang-orang yang menangis karena bertobat.” Lalu aku berkata : “Wahai Tuhanku, tobat seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Menjawab : “Tobatnya orang-orang yang suci.” Lalu aku bertanya : “Wahai Tuhanku, kesucian seperti apa yang paling utama di sisi-Mu ?.” Dia Menjawab : “Kesucian orang-orang yang bertobat.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, pencari ilmu di mata-Ku tidak mempunyai jalan kecuali setelah ia mengakui kebodohannya, karena jika ia tidak melepaskan ilmu yang ada padanya, ia akan menjadi setan.”20
Berkatalah sang penolong agung : “Aku bertemu Tuhanku SWT dan aku bertanya kepada-Nya, ‘Wahai Tuhan, apa makna kerinduan [‘isyq] ?’, Dia Menjawab : ‘Wahai penolong agung, [artinya] engkau mesti merindukan-Ku dan mengosongkan hatimu dari selain Aku.’” Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, jika engkau mengerti bentuk kerinduan maka engkau harus lenyap dari kerinduan, karena ia merupakan penghalang antara si perindu dan yang dirindukan.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila engkau berniat melakukan tobat, maka pertama kali engkau harus bertobat dari nafsu, lalu mengeluarkan pikiran dan perasaan buruk dari hati dengan mengusir kegelisahan dosa, maka engkau akan sampai kepada-Ku. Dan hendaknya engkau bersabar, karena bila tidak bersabar berarti engkau hanya bermain-main belaka.”
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila engkau ingin memasuki wilayah-Ku, maka hendaknya engkau tidak berpaling kepada alam mulk, alam malakut, maupun alam jabarut. Karena alam mulk adalah setannya orang berilmu, dan malakut adalah setannya ahli makrifat, dan jabarut adalah setannya orang yang sadar. Siapa yang puas dengan salah satu dari ketiganya, maka ia akan terusir dari sisi-Ku.”
Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, perjuangan spiritual [mujahadah] adalah salah satu lautan di samudera penyaksian [musyahadah] dan tela dipilih oleh orang-orang yang sadar. Barangsiapa hendak masuk ke samudera musyahadah, maka ia harus memilih mujahadah, karena mujahadah merupakan benih dari musyahadah dan musyahadah tanpa mujahadah adalah mustahil. Barangsiapa telah memilih mujahadah, maka ia akan mengalami musyahadah, dikehendaki atau tidak dikehendaki.”21
Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, para pencari jalan spiritual tidak dapat berjalan tanpa mujahadah, sebagaimana mereka tak dapat melakukannya tanpa Aku.”
Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, sesungguhnya hamba yang paling Ku Cintai adalah hamba yang mempunyai ayah dan anak tetapi hatinya kosong dari keduanya. Jika ayahnya meninggal, ia tidak sedih karenanya, dan jika anaknya pun meninggal, ia pun tidak gundah karenanya. Jika seorang hamba telah mencapai tingkat seperti ini, maka di sisi-Ku tanpa ayah dan tanpa anak, dan tak ada bandingan baginya.”22
Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, siapa yang tidak merasakan lenyapnya seorang ayah karena kecintaan kepada-Ku dan lenyapnya seorang anak karena kecintaan kepada-Ku, maka ia tak akan merasakan lezatnya Kesendirian dan Ketunggalan.”
Dia juga Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, bila engkau ingin memandang-Ku di setiap tempat, maka engkau harus memilih hati resah yang kosong dari selain Aku.” Lalu aku bertanya : “Tuhanku, apa ilmunya ilmu itu ?.” Dia Menjawab : “Ilmunya ilmu adalah ketidaktahuan akan ilmu.”
Dan Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, berbahagialah seorang hamba yang hatinya condong kepada mujahadah, dan celakalah bagi hamba yang hatinya condong kepada syahwat.”
Lalu aku bertanya kepada Tuhanku SWT tentang mi’raj. Dia Berkata : “Mi’raj adalah naik meninggalkan segala sesuatu kecuali Aku, dan kesempurnaan mi’raj adalah pandangan tidak berpaling dan tidak pula melampauinya [ QS 53 : 17].” Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, tidak ada shalat bagi orang yang tidak melakukan mi’raj kepada-Ku.”23
Lalu Dia Berkata kepadaku : “Wahai penolong agung, orang yang kehilangan shalatnya adalah orang yang tidak mi’raj kepada-Ku.”
Keterangan :
1. Alam Naasut adalah alam manusia, di dalamnya yang tampak adalah urusan-urusan kemanusiaan yang lembut dan bersifat ruhaniah. Alam Malakut adalah alam dimana para malaikat berkiprah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah SWT. Alam Jabarut adalah alam gaib tempat urusan-urusan ilahiah yang menunjukkan hakikat daya paksa, kekerasan, kecepatan tindak pembalasan, dan ketidakbutuhan kepada segala sesuatu. Alam Lahut adalah alam gaib yang di dalamnya hanya tampak urusan-urusan ilahiah murni.
2. Yang dimaksud fakir disini bukanlah orang yang membutuhkan harta benda, melainkan orang yang merasa butuh kepada Allah SWT.
3. Kendaraan di sini berarti sarana untuk menyampaikan seseorang kepada tujuan. Untuk tujuan tertentu, Allah SWT memanfaatkan manusia sebagai saranaNya, sementara manusia memanfaatkan alam sebagai sarana untuk mencapai tujuannya.
4. Allah SWT sebagai pencari sarana, memilih manusia – makhluk yang paling mulia – sebagai kendaraanNya. Betapa Agungnya Dia dan betapa terhormatnya manusia yang telah dipilihNya. Dan merupakan keagungan pula bagi alam karena telah dijadikan oleh manusia sebagai kendaraan yang membawanya kepada tujuannya.
5. Jika manusia mengetahui secara hakiki betapa tinggi kedudukannya dan betapa dekat ia dengan Allah SWT, maka ia akan merasa bahwa suatu saat nanti – karena kedekatan itu – Allah akan memberikan kekuasaanNya kepadanya. Karena itulah ia akan senantiasa menanti, kapan saat penyerahan itu tiba, dengan kalimat : “Milik siapakah kekuasaan pada hari ini ?.”
6. Allah SWT selalu berperan dalam setiap gerak dan diamnya manusia.
7. Orang yang telah menyadari kefakiran dan kebutuhannya di hadapan Allah SWT, berarti ia telah memahami posisi dirinya terhadap Tuhannya. Sehingga tiada lagi penghalang antara dirinya dan Allah SWT.
8. Penyatuan ruhani antara makhluk dan Khaliq tidak akan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Jika seseorang belum mengalaminya sendiri, maka ia akan cenderung mengingkarinya. Dan orang yang mengaku telah mengalaminya padahal belum, maka ia telah kafir. Orang yang telah mencapai keadaan ini, tiada yang ia inginkan selain perjumpaan dengan Allah. Jika ia menginginkan hal lain, meski itu berupa ibadah sekalipun, dalam maqam ini, ia dianggap telah menyekutukan Allah dengan keinginannya yang lain.
9. Kefakiran dan kebutuhan merupakan sarana yang membawa manusia kepada kesadaran akan jati dirinya dan kebesaran Allah SWT. Orang yang telah sampai pada kesadaran semacam ini berarti telah sampai pada posisinya yang tepat tanpa harus menempuh perjalanan yang berliku-liku.
10. Kematian merupakan saat disingkapkannya hakikat segala sesuatu, dan perjumpaan dengan Tuhan adalah saat yang paling dinantikan oleh orang yang merindukanNya.
11. Cinta tiada lain kecuali keinginan sang pencinta untuk berjumpa dan bersatu dengan yang dicintai. Bila keduanya telah bertemu, maka cinta itu sendiri akan lenyap, dan keberadaan cinta itu justru akan menjadi penghalang antara keduanya.
12. Yang dimaksud mengetahui adalah melihat dengan mata hati. Jadi, di sini melihat sama dengan mengetahui.
13. Fakir dalam pandangan Allah SWT bukanlah orang yang tidak memiliki harta benda, melainkan orang yang merasa butuh kepada Allah SWT, dan tidak memiliki perhatian kepada apapun selain Allah SWT. Orang seperti ini, kehendaknya sama dengan kehendak Allah SWT, sehingga apa yang ia inginkan untuk terwujud akan terwujud.
14. Keinginan dan kenikmatan terbesar manusia di alam akhirat itu hanyalah perjumpaan dengan Allah SWT. Maka kenikmatan di dalam surga dan kesengsaraan di dalam neraka tidak akan terasa jika dihadapkan pada kenikmatan perjumpaan dengan Allah SWT, meski itu hanya dalam bentuk sapaan belaka.
15. Kefakiran adalah suatu keadaan butuh. Jika seseorang tidak membutuhkan apa pun selain Allah, maka kefakirannya telah sempurna. Baginya, Yang Wujud hanyalah Allah SWT, tak ada selainNya.
16. Ini seperti ungkapan Rabi’ah Al Andawiyah : “Aku menyembah Allah bukan karena mengharap surga atau takut akan neraka, melainkan karena Dia memang layak untuk disembah dan karena aku mencintai-Nya.”
17. Penghuni surga berlindung dari kenikmatan agar mereka tidak terlena sehingga lupa akan kenikmatan yang paling besar, yakni perjumpaan dengan Allah SWT.
18. Maksudnya, walaupun seseorang termasuk ahli maksiat, Allah tetap dekat dengannya sehingga jika ia mau bertobat, Allah pasti menerimanya. Dan janganlah seorang yang taat menyombongkan diri atas ketaatannya, karena dengan begitu ia justru akan semakin jauh dari Allah. Memiliki perasaan kekurangan dan penyesalan itulah yang menyebabkan seseorang dekat kepada Allah.
19. Lenyap dari shalat bermakna bahwa niat dan perhatian si pelaku shalat hanya tertuju kepada Allah SWT. Fokusnya bukan lagi penampilan fisik maupun gerakan-gerakan, melainkan kepada makna batiniah shalat itu.
20. Ilmu yang sesungguhnya adalah yang ada di sisi Allah SWT, sementara ilmu yang kita miliki hanyalah semu dan palsu. Selama manusia tidak melepas kepalsuan itu, ia tidak akan menemukan ilmu sejati. Ilmu sejati tidak akan berlawanan dengan perbuatan. Setan adalah contoh pemilik ilmu yang perbuatannya berlawanan dengan ilmu yang dimilikinya.
21. Mujahadah adalah perjuangan spiritual dengan cara menekan keinginan-keinginan jasmani, nafsu, dan jiwa, agar tunduk di bawah kendali ruh kita. Musyahadah adalah penyaksian akan kebesaran dan keagungan Allah SWT melalui tanda-tanda keagungan-Nya di alam ini.
22. Kecintaan seseorang kepada anak atau orang tua semestinya tidak melebihi kecintaannya kepada Allah SWT. Ia harus menyadari bahwa orang tua maupun anak adalah anugerah Allah SWT yang bersifat sementara, dan cepat atau lambat ia akan berpisah dengan mereka. Maka seharusnya perpisahan itu tidak membuatnya gundah dan gelisah mengingat hal itu terjadi karena kehendak Allah SWT [ QS 80 : 34-37]
23. Dalam sebuah hadist, Nabi SAW berkata : “Shalat adalah mi’raj kaum mukmin.” Mi’raj berarti naiknya ruh menghadap Allah SWT meski jasad kita tetap berada di alam ini. Jika shalat seseorang belum membawanya kepada keadaan seperti ini, berarti ia belum melakukan shalat dengan sempurna
Karomah Syeh Abu Bakar Bin SAlim
1. Binatang ternak yang hilang
Seorang Lelaki Badui yang kehilangan binatang ternaknya dan ia telah mencari kesana kemari, namun tidak ia ketemukan juga. Kemudian ia teringat akan perkataan salah seorang pembantu dari Syekh Abu bakar bin Salim Ra, bahwa Syekh Abu Bakar bin Salim dapat mengetahui dimanakah binatang ternaknya, ia pun menemui syekh dan memberitahukan perkataan pembantu beliau itu sebagai alasan yang menyebabkan dirinya datang dan bertanya kepada Syekh Abu Bakar bin salim Ra. Lalu Syekh memanggil pembantunya dan beliau menanyakan apakah benar perkataan si Badui tadi dan apa sebabnya ?. pembantu beliau menjawab : “Sesungguhnya aku pernah mendengar anda berkata bahwa dunia ini dalam pandangan mata anda bagaikan sebuah piring belaka.”Syekh Abu Bakar bin Salim kemudian menegur pembantunya tersebut dan melarang jangan berbicara seperti itu lagi, karena beliau tidak ingin dianggap sombong. Namun beliau tetap menolong si Badui tersebut dengan memberitahukan dimana binatang
ternaknya. Lalu si Badui tersebut pergi ke tempat yang ditunjuk oleh Syekh dan menemukan binatang tersebut persis seperti yang diberitahukan beliau.
2. Ramalan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Syekh Abu Bakar bin Salim pernah memberikan khabar kepada Umar bin Abdullah Ja’far Al-Katsiry, sewaktu Umar bin Abdullah berada di dalam penjara. Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mengabarkan bahwa Umar bin Abdullah akan segera keluar dari penjara dan akan menjadi penguasa di Hadrhamaut. Tak lama kemudian Umar bin Abdullah keluar dari penjara dan menjadi penguasa Hadrhamaut.
3. Isyarat Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan dari Syekh Sholeh As-Salik Ahmad bin Ali Bajabir Rahimahullah, beliau berkata :“ Tatkala sudah termasyhurnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, aku merindukan untuk berziarah kepada beliau, dan aku menginginkan mendapatkan isyarah lebih dahulu sebelum aku berziarah. Dan dikala tengah malam tiba, ada cahaya yang memancar dari atas atap rumahku, lalu cahaya tersebut memenuhi seluruh rumahku, kemudian tiba-tiba hadirlah Syekh Abu Bakar bin salim Ra turun dan kemudian duduk disampingku, berbicara kepada diriku dan beliau memberikan isyarat kepadaku, maka setelah itu akupun berziarah kepada beliau.”
4. Kesembuhan dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Ada seorang Sholihin yang bercerita : “ Sekali waktu aku sakit keras, dan pada saat menjelang malam aku merasakan kepayahan, lalu aku bertawassul kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Tak lama kemudian aku tertidur dan bermimpi jumpa beliau, ku lihat diri beliau di atas kendaraan, kedua kakinya sampai tujuh lapis bumi dan kepalanya menembus sampai ke langit dan beliau mengucapkan dua bait syair
“Kaum yang sudah sampai di Hadhirah Tuhan mereka dan telah nyataBagi mereka keindahan akan hal tersebut dengan senyata-nyatanya “Dan tatkala mereka dipanggil olehnya kepada jalan kesuksesan,Mereka pun menyahuti dengan penuh keta’atan : “Kami menyahutiPanggilanmu wahai yang memanggil kami dengan segala keindahan( amal dan ganjaran )”
Di dalam mimpiku, beliau mengisyaratkan bahwa aku berhasil mendapatkan kesembuhan dan kesehatan dari sakitku, dan ketika aku bangun di pagi harinya, ternyata aku telah sehat dan penyakitku telah hilang dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim.
Diriwayatkan dari Syekh Al Wali Abiyd bin Abdul Malik bin Nafi As- Syibamy:
“Sekali waktu aku ditimpa suatu penyakit sedangkan aku berada di negeriku, di Syibam, maka aku lalu bertawassul kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu beliau tiba-tiba hadir dan masuk ke rumahku lalu memdo’akan diriku, kemudian aku pun sehat dengan keberkahan beliau.”
5. Mangkuk kopi yang dikirim Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan bahwa ada rombongan yang berziarah kepada beliau yang berasal dari Syam, dan salah satu dari mereka bercerita :
“Tatkala aku sedang duduk bersama Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, terlintas dalam benakku, aku ingin minta do’a beliau, agar istriku yang berada di Syam tidak marah kepadaku dan ridho atas diriku, karena aku telah lama meninggalkan dirinya karena lamanya perjalananku.
maka tiba-tiba Syekh Abu Bakar bin Salim berbicara dan memberitahukan kepadaku, padahal aku belum sempat berkata sepatah katapun, beliau berkata ; “keluargamu akan ridho atas dirimu ketika engkau pulang. Sekiranya aku mau, sungguh aku akan hadirkan keluargamu pada saat ini juga di majlis ini, tetapi cukup (sudah) kuberikan kopi didalam mangkuk ini kepada mereka.”
Pada saat itu ku lihat di tangan beliau ada mangkuk yang berisi kopi, kemudian ketika aku pulang ke negeriku dan bertemu keluargaku, akupun terheran-heran karena ternyata mereka semuanya merasa senang dengan kepulanganku dan mereka tidak marah sama sekali kepadaku; persis seperti yang dikatakan oleh Syech Abu Bakar bin Salim. Lalu karena penasaran dan masih merasa takjub, akupun bertanya kepada mereka adakah orang yang telah datang kepada mereka? Dengan memakai pakaian seperti yang dipakai Syekh Abu Bakar bin Salim Ra saat itu, serta berciri-ciri seperti beliau, juga dengan membawa mangkuk yang berisi kopi, pada hari yang dikatakan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra? Mereka pun berkata :
“Benar ada seorang Syekh yang telah datang kepada kami dengan membawa semangkuk kopi dan kamipun meminumnya”.
6. Kasyafnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan bahwa ada serombongan jama’ah yang datang kepada beliau untuk berrziarah kepada beliau. Tatkala ditengah jalan mereka berbincang satu sama lain : “sungguh kita ingin mengetahui kasyafnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, kita minta saja didalam hati masing-masing, sekarang, agar dijamu beliau dengan makanan laut dan kurma”
Padahal saat itu bukanlah musimnya, kemudian setelah melalui perjalanan panjang, merekapun bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim, dan dikala waktu sarapah tiba. Syekh Abu Bakar bin Salim berkata kepada pembantunya :“pergilah engkau dengan rombongan ke rumah si Fulan, sesungguhnya di rumahnya ada makanan untuk sarapan mereka”
Kemudian si pembantu tersebut pergi mengantarkan rombongan tadi menuju kerumah yang dimaksud, setibanya mereka disana, kagetlah mereka karena semuaMakanan yang mereka minta dalam hati sewaktu dalam perjalanan tadi sudah terhidang lengkap. Setelah mereka selesai makan dan telah pulang, sang empunya rumah datang dan ia tidak mendapati apapun dirumahnya ataupun juga bekas makanan tersebut.
7. Penderita Lepra yang sembuh dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim.
Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki di Maroko yang ditimpa lepra disekujur tubuhnya, dan ia mempunyai saudara laki-laki yang sudah berikhtiar kesana-kemari, namun tiada hasil dan mereka berdua adalah orang-orang kaya. Saudaranya sudah memanggil seluruh tabib yang terkenal di masa itu dan sudah meminta do’a kepada para wali yang termasyhur di masa itu. Tetapi penyakit saudaranya tidak kunjung sembuh. Sampai akhirnya ada seorang ahli batin yang berkata kepada mereka :“Cobalah kalian meminta keberkahan dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di kota I’nat, Yaman agar saudaramu mendapat kesembuhan.”
Kemudian saudaranya ini bermusafir pada saat itu juga ke kota I’nat. ketika telah sampai, iapun berziarah dan berjumpa dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Sebelum sempat ia berbicara; Syekh Abu Bakar bin Salim telah berkata lebih dulu, dengan jalan kasyaf, beliau berkata :“Aku telah terima ziarahmu dan keinginan dirimu untuk menyembuhkan saudaramu yang sedang sakit di Maroko. Nanti pada waktu hari Jum’at, pada waktu khotib berdiri di mimbar, masuklah engkau ke masjid kami, lalu pergilah ke telaga yang ada di masjid kami, basahilah sekujur badanmu dengan air telaga tersebut, apabila tubuhmu telah kering dari air, ulangi lagi sebanyak 3x berturut – turut”.
Lelaki tersebut melakukan apa yang diperintahkan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Kemudian pada waktu yang telah ditentukan yaitu hari jum’at, iapun masuk ke telaga, lalu berendam kedalamnya berturut-turut selama 3x. kemudian setelah itu, ia sholat Jum’at, pada waktu ia menunaikan sholat Jum’at ada seorang laki-laki disebelahnya berkata kepada dirinya bahwa ibundanya pada saat itu telah wafat di Maroko.
Setelah ia menunaikan ziarah dan telah selesai seluruh maksud tujuannya, ia kemudian pamit kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan segera pulang ke negerinya, Maroko.
Ketika telah sampai dirumahnya, ia menemui saudaranya yang sakit, ternyata saudaranya tersebut pada saat itu telah sembuh, dan badannya telah bersih dari penyakit kusta. Lalu ia pun bertanya kepada saudaranya, bagaimana sampai dirinya bisa sembuh, kemudian saudaranya bercerita :“Pada hari jum’at ( pada saat bersamaan saudaranya bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di I’nat dan menunaikan perintah beliau ) datang kepadaku seorang lelaki ( yang sifatnya seperti Syekh Abu Bakar bin Salim Ra ) membasahi diriku, sampai 3x berturut-turut, setelah itu akupun langsung sembuh, dan laki-laki tersebut hilang dari hadapanku”.
Dan memang benar ibunda mereka telah wafat pada saat itu, tetapi ternyata dengan madad keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, saudaranya yang sakit lepra tersebut mendapatkan kesembuhan.
8. Jari tangan Syekh Abu Bakar bin Salim ra bersinar.
Diriwayatkan bahwasanya istri beliau pada suatu malam meminta lampu kepada beliau, maka beliau mengeluarkan jari-jari beliau dan pada saat itu jari-jari tangan beliau bersinar seperti lampu.
9. Syekh Abu Bakar bin Salim Ra Wali Shohibul waqt.
Diriwayatkan dari sebagian kaum Sadah Ba’alawi, ia bercerita :“Satu ketika aku bermimpi seolah-olah aku bermaksud pergi haji ke Makkah Musyarofah. Tatkala aku memasuki Masjidil Haram, aku tidak mendapati Baitullah sebagaimana mestinya berada di tempatnya. Akupun lalu merasa bingung. Pada saat itu aku melihat ada seorang laki-laki dari pada Bani Alawi, akupun lalu bertanya kepadanya : “Dimanakah Ka’bah ?.
Ia menjawab :”Jalanlah bersamaku, aku akan menunjukkan kepada engkau Ka’bah”.Maka aku pun berjalan disisinya. Sampai akhirnya kami masuk ke kota ‘Inat. Di sana aku melihat satu kubah yang sangat besar di sisi rumah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, dan aku mendengar suara beliau didalamnya. Laki-laki tersebut berkata kepadaku : “Inilah rumah yang diagungkan”, dan kulihat Baitullah ada di sisi rumah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra”.
Kemudian akupun bangun dari tidurku pada saat itu juga. Lalu setelah aku memikirkan mimpiku tersebut dan mengenai hal Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yang kulihat dalam mimpiku, maka tahulah aku bahwasanya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra adalah Wali Shohibul waqt.”
10. Rombongan Musafir yang diselamatkan Allah swt dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan oleh Faqih Muhammad bin Sirojuddin Jamal Rohimahullah, beliau bercerita :“Sesungguhnya aku bermusafir ke negeri India pada bulan Asyura tahun 973 H dengan naik kapal, sampai akhirnya pada satu tempat yang dikenal dengan nama Khuril Gari. Pada saat kapal kami mengalami kerusakan, keadaan saat itu sangatlah gelap dan hujan turun dengan lebatnya. Para penumpangnya merasa kebingungan dan ketakutan sehingga mereka menangisi keadaan mereka. Aku sendiri berdo’a kepada Allah swt dan bertawassul dengan para waliyullah, lalu aku beristighotsah dan hatiku bertawajuh kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Setelah aku bertawasul kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, aku mendengar suara beliau seolah-olah dekat denganku. Kemudian aku bangun dan memberitahukan kepada para penumpang yang lain bahwasanya telah ada isyarah dan bisyarah dalam keadaan yang sangat sulit saat itu. Dan ternyata kamipun selamat oleh bantuan Allah swt dengan kemuliaan Syekh Abu
Bakar bin Salim ra.
11. Panjang umur dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Dari Faqih Muhammad juga diriwayatkan, beliau bercerita :“Sekali waktu diriku mengalami sakit yang sangat parah. Hal ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 988 H, pada saat itu keadaanku sangat payah, sehingga tak ubahnya sedang mendekati ajal dan dalam keadaan sakratul maut. Pada saat itu seolah-olah hadir sosok ghaib yang bisa kudengar dan dapat kulihat, kemudian tiba-tiba aku mendapati surat dari Syekh Abu Bakar bin salim Ra. Pada surat tersebut, ketika kubaca tertulis sebagai berikut :“Sesungguhnya kami mengetahui akan keadaanmu, engkau sedang sakit sedemikian rupa. Tidak usahlah engkau cemaskan penyakitmu, insya Allah engkau akan sehat dan terlepas dari pada maut dan kembali kepada kami. Karena kehidupannmu dibutuhkan untuk kemaslahatan zhohir maupun batin bagi kaum muslimin. Dan janganlah sekali-kali engkau merasa cemas didalam hatimu terhadap penyakitmu ini. Sesungguhnya aku telah memberikan syafa’at bagimu dengan keselamatan dan panjang
umur.”Maka tatkala aku telah selesai melihat surat yang sampai kepadaku secara ghaib dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, tanpa diduga aku sembuh pada saat itu juga dengan izin Allah swt dengan keberkahan daripada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
12. Makanan yang dihabiskan pembantu Syekh abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan, tatkala beliau hendak mengadakan perayaan dalam rangka khitan dari sebagian anak-anak beliau. Beliaupun mengadakan walimah yang besar dan mengundang penduduk Tarim dan sekitarnya. Pada perayaan tersebut, Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mempersiapkan jamuan yang banyak bagi yang hadir, tetapi ternyata entah kenapa para undangan makan hidangan tersebut sedikit sekali. Hal ini menyinggung perasaan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, beliau lalu berkata kepada pembantunya, yaitu audh bin Syekh Ali Bamazru’ ( penduduk wasithoh ), beliau berkata :
“berdirilah engkau dan bersihkan hidangan ini, dan makan olehmu sendiri.”
Sedangkan jumlah hidangan pada waktu itu adalah sebanyak 60 hidangan. Pembantu beliau makan setiaphidangan tersebut satu persatu tanpa mendapatkan Mudharat sedikitpun daripada tindakannya tersebut.
Dan tatkala orang-orang yang telah diundang Syekh abu Bakar bin Salim Ra itu hendak pulang menuju Tarim, dipertengahan jalan mereka tiba-tiba ditimpa rasa lapar yang sangat luar biasa, sehingga merekapun mengutus sebagian dari pada mereka ke kota mishtoh untuk meminta kurma, tetapi mereka tidak mendapatkan kurma sedikitpun; setelah itu barulah mereka menyadari bahwa rasa lapar yang mereka derita, karena tidak menghabiskan jamuan Syekh Abu Bakar bin salim ra, atau dengan kata lain mereka tidak menghargai perjamuan yang telah dihidangkan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, maka mereka pun lalu meminta maaf kepada beliau.
13. Dinding Masjid yang berjalan dengan perintah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan dari Al-Mualim Al-Fadhil Ahmad bin Abdurrahman Bawazir, ia berkata : Ada satu kisah yang diriwayatkan dari Ar-Rojul As-Sholeh Al-Mualim Al-Walid Abdurrahman binMuhammad bin Abdullah Bawazir yang ia terima riwayatnya dari beberapa orang Arifin, ia berkata :“Sesungguhnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, tatkala sedang membangun masjid beliau yang masyhur di kota ‘Inat, beliau berkata kepada seorang pekerja bangunannya yaitu ibnu Ali sambil menunjuk satu dinding yang baru didirikan, beliau berkata : “Dinding yang didirikan ini tidak akan dimakmurkan oleh kaum muslimin, kami menginginkannya agar dibuat sedikit maju.”
Ibnu Ali menjawab :“Ya Sayyidi yang anda inginkan adalah kemaslahatan, tetapi bagaimanakah kami akan merubahnya lagi, karena dinding ini sudah terlanjur didirikan di tempat ini.”
Pada saat itu Syekh abu Bakar bin Salim Ra memegang tongkat, beliau lalu memukul dinding tersebut dengan tongkat beliau, maka dengan seizin Allah swt dinding tersebut berpindah tempat dari tempatnya semula sampai kepada tempat yang diinginkan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
14. Darwisy yang mendapatkan futuh dengan barokah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan dari Sayyidina Al-Imam Al-qutb Al-habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, bahwasanya beliau bercerita :“Sesungguhnya ada seorang Darwisy yang telah datang kepada Sayyid As-Syekh Abdullah bin Syekh Al Aydrus dan berkhidmat kepada beliau sampai beberapa waktu.”Pada suatu ketika, si Darwisy ini berkata kepada pembantu As-Syekh Abdullah bin Syekh Al-aydrus :
“Katakan kepada tuanmu, sesungguhnya aku menginginkan daripada As-syekh Abdullah sabun.”
Maka pembantu inipun menyampaikan pesan si Darwisy itu kepada beliau. Kemudian As-Syekh Abdullah Al-aydrus memberikan sabun untuk mencuci baju. Maka tatkala pembantu beliau memberikan sabun ini kepada Darwisy tersebut, ia terbelalak dan berkata :“Sesungguhnya bukanlah sabun seperti ini yang aku inginkan, tetapi yang aku inginkan adalah sabun untuk hatiku”
Kemudian Syekh abdullahbun Syekh Al-aydrus berkata kepada Darwisy ini :“kami tidak mempunyai sabun yang engkau inginkan, kalau sekiranya engkau menginginkan sabun untuk hatimu; pergilah engkau kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra,.”
Kemudian keluarlah si Darwisy ini untuk pergi menemui Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan berkhidmat kepada beliau. Tak lama kemudian iapun mendapatkan keinginannya dan mendapatkan Futuh daripada Allah swt dengan barokah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
15. Tanah Dhorikh ( Makam ) Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mujarab unuk obat segala macam penyakit.
Di Turbah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra terdapat pasir atau tanah (katsib) yang sangat termasyhur kemujarabannya bagi orang-orang yang menginginkan keberkahan. Salah satu yang termasyhur adalah bahwa tanah ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, oleh karena jugalah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mendapatkan gelar “ Maula Katsib “.Diceritakan oleh Sayyid Abdul qodir bin Abdullah bin Umar bin Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, beliau berkata :
“Adalah aku berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra satu ketika bersama guruku Guruku Sayyid Ahmad al-Junaidi banal-Imam Ahmad Al-Junaid. Kami berziarah ke ‘Inat dan berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Sesudah berziarah, beliau menginginkan untuk mengambil pasir di makam tersebut untuk menyembuhkan luka yang diderita beliau di salah satu kaki beliau. Dan beliau meminta kepada salah seorang keturunan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra agar meletakkan pasir tersebut atas luka beliau, dan luka tersebut sembuh dengan seizin Allah swt”.
Dan diceritakan juga dari Syekh Abdullah Qadri Basya’ib, ia bercerita :
“Sesungguhnya aku selalu membawa tanah dari makam Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, tatkala aku bermusafir menuju ke Makkah, aku membawa tanah tersebut, dan selama perjalanan aku tidak mendapatkan musibah apapun juga. Tatkala kami telah sampai di Makkah, maka kami mencengar khabar bahwa kapal yang kami tumpangi tersebut pecah dan tenggelam. Akupun bersyukur kepada Allah swt. Tanah ini juga selalu aku jaga dan bawa kemanapun aku pergi; juga selama aku bermukim di Al-Haramain selam 9 tahun. Sampai akhirnya akupun keluar dari makkah. Dan selama itu, aku selalu membawa tanah tersebut dan tidak pernah sekalipun aku di timpa kesusahan.
16. Berpindahnya maqom kewilayahan Syekh Ma’ruf Ba jamal kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diceritakan dalam kitab Insussalikin Ila Maqomatil Wasilin yang ditulis oleh Sayyid Abdullah bin Ahmad Baharun. Di dalam kitab tersebut diceritakan kisah dari Umar bin Ali Bamansur, ia bercerita :“Telah memberi kabar kepada kami seorang daripada kaum Arifin,ia bercerita : tatkala wafat seorang wali besar yaitu Syekh Ma’ruf Ba Jamal di Budhoh salah satu daerah di Dau’an. Kaum sholihin melihat dengan ‘Ainul Bashiroh mereka, ada sungai yang mengalir dari Budhoh, sungai tersebut di penuhi cahaya yang cemerlang. Sungai itu mengalir sampai ke Syibam dan memenuhi kota Sybam dengan cahaya, sampai ke Ghurfah dan terus ke Tarim sampai akhirnya ke kota ‘Inat dan sungai tersebut berkumpul di hadirat Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Maka tahulah seluruh murid Al-Wali Syekh Ma,ruf Ba jamal bahwa maqom atau kewalian daripada Syekh Ma’ruf Ba Jamal telah berpindah dan diwarisi oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Kemudian murid-murid Syekh Ma’ruf Ba jamal
menemui beliau. Sebelum mereka ingin berkata-kata, semuanya di kasyaf oleh Syekh Abu Bakar bin Salim. Lalu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mengajari mereka dan memberitahukan kepada mereka mengenai beberapa hal ghaib. Kemudian merekapun pulang ke Tarim, termasuk di antara rombongan mereka yaitu Syekh umar Baraja As-Shonubari. Dan mereka berkumpul bersama Syekh Husain bin Faqih Abdullah Balhaj Bafadhol. Dan merekapun menceritakan daripada keagungan Syekh Abu Bakar bin salim Ra.”
17. Kekasyafan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan Ziarah yang qobul.
Berkata Al-Faqih Muhammad bin Abdurrahman Sirojuddin Rohimahullah : Daripada sebagian kekeramatan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, sebagaimana yang telah dikabarkan kepadaku dari ayahandaku bahsanya ia bercerita :“Sungguh telah terbayang atas kami banyak manusia yang berziarah kepada Nabi Hud as. Dan tatkala itu adalah permulaan atau bidayah akan zuhurnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Dan sesungguhnya aku sangat menginginkan berziarah bersama mereka didalam jama’ah mereka, rombongan yang agung, tetapi aku merasa segan dan terlintas dalam hatiku sekiranya aku menginginkan untuk menulis surat kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan meminta kepada beliau mendo’akan kami agar mendapat fadhilah daripada ziarah tersebut. Tetapi akupun merasa sangat segan untuk menulis surat tersebut dan akupun tidak pernah memberitahu satu orangpun atas keinginanmu itu. Dan tatkala aku pulang setelah berziarah kepada Nabi Hud as, tiba-tiba aku aku mendapatkan surat dari
Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yang isinya adalah sebagai berikut :“Sesungguhnya kami menghadirkan ruh kalian didalam acara ziarah kepada Nabi Allah Hud as, dan kami mendoa’kan kalian, dan kamipun mendoa’kan agar kalian sekeluarga mendapatkan fadhilah dan keutamaan pada ziarah tersebut.”Setelah aku membaca surat dari pada Syekh Abu Bakar bin Salim tersebut, akupun mengucapkan puji dan syukur kepada Allah swt. Dan bertambah ta’zhimlah diriku kepada beliau.”
18. Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dipilih oleh Syekh Faris Ba Qais.
Ketika Syekh Faris, seorang wali besar yang berkunjung ke Tarim dan hendak melanjutkan perjalanannya untuk berziarah ke makam Nabi Allah Hud as, beliau meminta seseorang untuk mengantar beliau beserta rombongan, lalu beliau memilih diantara penduduk Tarim yang pantas untuk mengantar beliau berziarah, tatkala Syekh Faris melihat Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yang kala itu masih berusia 4 ( empat ) tahun; beliaupun menunjuk Syekh Abu Bakar bin Salim Ra untuk mengantar beliau, dan Syekh Faris tidak mau digantikan oleh orang lain; lalu pergilah Syekh Abu Bakar bin salim Ra bersama rombongan Syekh Faris dengan digendong pembantu beliau yang bernama Baqahawil.
19. Berubahnya warna rambut Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan oleh Syekh Abdullah bin Zen : “Sekali waktu kami sedang berada di majlis Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu terlintaslah di dalam hatiku keraguan kepada beliau, tiba-tiba pada saat itu juga dalam Hal-nya warna ( kulit dan baju ) Syekh Abu Bakar bin Salim Ra berubah-rubah, dan rambut beliau juga sesaat berubah warna menjadi putih dan sekejap kemudian kembali berwarna hitam.”
Syekh Abdurrahman bin Zen berkisah :“Sekali waktu aku berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu kami melihat warna beliau berubah-rubah; seketika itu juga terkadang-kadang berwarna putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian berubah lagi menjadi hitam manis, dan rambut beliaupun terkadang berubah warna menjadi putih kemudian kembali berwarna hitam”.
20. Perempuan yang bertemu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Syarif Umar bin Muhammad bin Ali bercerita bahwa ada seorang perempuan dari salah satu qabilah arab yang telah mendengar tentang kekeramatan beliau, dan ia berkata bahwa ia ingin bertemu dan berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra; sebelum kalimatnya selesai ia ucapkan, tiba-tiba pada saat itu juga hadir seseorang didepannya yang tak ia kenal dan berkata kepadanya :“Engkau ingin bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim ? Akulah Syekh Abu Bakar bin Salim ”Dan kemudian langsung hilang pada saat itu juga, tak lama berselang, iapun berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim di ‘Inat, dan tatkala ia melihat syekh Abu baker bin salim Ra, iapun terkejut karena ternyata wajah beliau sama dengan seseorang yang mendatanginya secara ghaib di kala lalu itu, lalu syekh Abu Bakar bin Salim Ra berkata kepadanya :“Yang mendatangimu tempo hari itu adalah aku “Padahal jarak tempuh antara daerah tempat tinggal perempuan itu dan kota ‘Inat adalah satu
bulan perjalanan.
21. Orang-orang yang bernazar bagi Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Dikisahkan oleh Al-Imam Al-quthb Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-‘Athas, bahwa ada seorang perempuan yang bernazar ingin memberikan makanan kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu ia pun membawa makanan ala kadar tersebut ke rumah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, ketika ia meminta kepada yang ada disana, pembantu tersebut merasa enggan untuk menyampaikan makanan yang ala kadarnya itu dan ia berkata kepada si perempuan tadi :“Syekh Abu Bakar bin Salim Ra tidak berhajat kepada makananmu”Sedihlah ia mendengar perkataan pembantu tadi, tapi tiba-tiba Syekh Abu Bakar bin Salim Ra keluar dari rumah beliau dan mendatangi si perempuan tadi dan menerima makanan tersebut, seraya mengucapkan terima kasih dan pembantu tadi ditegur beliau.Dikisahkan bahwa ada seorang yang mempunyai kebun yang luas dan ia bernazar; seandainya tanamannya tidak dirusak oleh binatang, maka sepersepuluh dari hasil panennya akan diberikan kepada Syekh Abu Bakar bin Salim ra, tak lama
kemudian ia melihat binatang yang biasanya merusak tanaman di kebunnya tidak bisa masuk kekebunnya tersebut dan hasil panennya sangat bagus semuanya dengan barokah dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
22. Orang-orang yang berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan oleh Sayyid Ahmad bin Syekh Al-faqih Ali bin Sayyid Al-Faqih Syekh Al- Hasan Ra :“Ada serombongan jama’ah yang ingin berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim ra, tatkala mereka telah sampai di Sewun mampirlah mereka ke Sulthan Al-Katsiriy, sebagian dari rombongan ada yang tinggal dan sebagian yang lain meneruskan perjalanan mereka untuk berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra; tak lama kemudian rombongan yang tinggal tadi merasa menyesal dan mereka berniat ingin melanjutkan perjalanan untuk berziarah kembali, lalu mereka berpikir untuk menemui pembantu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yaitu yang bernama Baraja untuk bertabarruk, lalu mereka menemui pembantu beliau tersebut yang sedang berada di rumah beliau yang berada di Sewun; tanpa diduga pembantu beliau tersebut berkata kepada mereka :“Kalian akan bertemu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di rumah ini, masuklah kalian, Bismillah”Lalu merekapun masuk dan mereka bertemu dengan Syekh
Abu Bakar bin Salim Ra di rumah tersebut ( yang berada di Seiwun ); kemudian mereka lama berbincang-bincang dengan beliau, dan beliau juga membaca fatehah untuk mereka, setelah itu mereka pulang, dan didalam perjalanan mereka bertemu dengan rombongan lainnya yang baru pulang dari ‘Inat dan berkata kepada mereka :“Syekh Abu Bakar bin Salim mengirimkan salam buat kalian “Mendengar hal ini merekapun merasa ta’jub karena merekapun baru saja berkumpul dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di waktu yang sama di Sewun.
23. Mendapatkan anak dengan barokah Syekh Abu Bakar bun Salim Ra.
Berkata Al-Mu’allim Ahmad bin Abdurrahman Bawazir :Ketika Syekh Abu Bakar bin Salim sedang duduk di majlis beliau dan sedang menemui orang-orang yang berziarah kepada beliau, tiba-tiba ada seseorang yang berpenampilan seperti seorang Darwisy menghampiri beliau dan beliaupun berdiri menyambut orang tersebut seraya berkata :
“Engkau adalah Syekh Al-Bakri? Yang mengajar di Makkah?”Orang tersebut menjawab :”benar”Kemudian syekh Abu Bakar bin Salim Ra bertanya :“Apakah engkau mempunyai anak?” Jawabnya : “tidak”Kemudian Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mengeluarkan mangkuk beliau yang berwarna merah, kemudian dipenuhi oleh beliau dengan kopi, kemudian diberikan Kepada Syekh Al-Bakri, seraya berkata :“Wahai Syekh Al-Bakri berikanlah kopi ini kepada istrimu, Insya Allah ia akan segera mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan menjadi seorang Ulama Makkah “
Tak lama kemudian Syekh Bakri mendapatkan anak laki-laki dan anak tersebut menjadi seorang Ulama Makkah, persis seperti yang dikatakan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra”
Diriwayatkan bahwa Al-Fadhil Al-Wali Al-Imam Abdurrahman Al-Biyd Al- Ba’alawi, salah seorang murid Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, suatu hari hendak menemui beliau bersama seseorang bernama Utsman Khatib sambil membawa kopi, ketika mereka telah berjumpa dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, beliau lebih dulu berkata kepada mereka berdua :“Wahai Sayyid Abdurrahman sesungguhnya engkau ingin mempunyai keinginan untuk mempunyai seorang anak laki-laki; karena engkau hanya mempunyai anak perempuan; sesungguhnya Allah swt berfirman : Yahabu liman yasinasan wa yahabu liman yasya az-zukur”
Sayyid Abdurrahman menjawab:”Benar ya Sayyidi, selain ingin berjumpa dengan anda, itulah juga keinginanku”Kemudian Syekh Abu Bakar bin Salim Ra berkata kepada Sayyid Abdurrahman :“Sesungguhnya anak perempuan akan mendapatkan kelapangan dunia dan akherat, dan engkau akan mendapatkan anak laki-laki yang mengkhatamkan Al-qur’an, minumlah kopimu, sedangkan engkau ya Utsman keinginanmu adalah agar engkau mendapatkan kemuliaan, engkau akan mendapatkan kemaslahatan dari anak cucumu dan mereka akan diberikan Allah swt kelapangan dalam urusan duniawi mereka”
Kemudian sayyid Abdurrahman kembali meneruskan cerita beliau :Demi Allah sungguh yang terjadi pada kami berdua persis seperti yang dikatakan Syekh Abu Bakar bin salim Ra’ nyaris tidak meleset barang satu huruf pun dari perkataan beliau.”
Makam WaliAllah di Jakarta
1. AL-HABIB HUSEIN BIN MUHSIN AL-AYDRUS
2. SYARIFAH SALMA BINTI HUSEIN AL-AYDRUS
3. MBAH PANGERAN SYARIF (DATUK BANJIR) BIN SYEIKH ABDURROHMAN (LUBANG BUAYA)
4. AL-HABIB UMAR BIN MUHAMMAD BIN HASAN BIN HUD AL-ATHOS (Al-Khaerot)
5. AL-HABIB ‘ALI BIN HUSEIN AL-ATHOS (Al-Hawi)
6. AL-HABIB AHMAD BIN ABDULLAH BIN HASAN AL-ATHOS (Al-Khaerot)
7. AL-HABIB ‘IDRUS BIN HUSEIN AL-HAMID AL-KHOIROT (Kramat Al-Khaerot)
8. PANGERAN JAYAKARTA BIN PANGERAN SUNGRASA WIJAYA KARTA BIN TUBAGUS ANGKE (Klender)
9. PANGERAN LAHUT (Klender)
10. PANGERAN SEGIRI BIN SULTAN AGUNG TIRTAYASA (Klender)
11. PANGERAN SURYA (KLENDER)
12. RATU ROFIAH (KLENDER)
13. SYEIKH KOMPI UBAN (KRAMAT CIPINANG)
14. SYEIKH DATUK GEONG (KRAMAT JATI)
15. SYEIKH DATUK BANJAR (KRAMAT JATI)
16. KYAI QOSIM BIN KYAI TOHIR (PULO)
17. AL-HABIB UMAR (KRAMAT KOMPI MAS SEMPER)
18. AL-HABIB MUHAMMAD SYARIF BIN ALWI BIN HASAN BIN ALI ASSEGAF (KOMPI JENGGOT)
19. SYEIKH KOMPI TIMUR (KRAMAT SUNTER)
20. SYEIKH KOMPI BARAT (KRAMAT SUNTER)
21. SYEIKH KOMPI RESO (KRAMAT SUNTER)
22. SYEIKH KOMPI PENGANTIN (KRAMAT YOS SUDARSO)
23. AL-HABIB SYARIF BIN ‘ALI BIN HUSEIN BIN UTSMAN (CUCU SUNAN GUNUNG JATI 19, KRAMAT MENGKOK) SEMPER
24. SAYYID ALI (KRAMAT BATU TIMBUL/TUMBUH SEMPER)
25. PANGERAN PUGER BIN MUHAMMAD BIN SULTAN HASANUDIN (KRAMAT DEWA KEMBAR)
26. AL-HABIB SALIM BIN SYEIKH ABU BAKAR (DEWA KEMBAR)
27. AL-HABIB SAYYID HUSEIN BIN HASAN BIN SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT DEWA KEMBAR)
28. AL-HABIB ‘ALI BIN AHMAD ABDULLOH AL-HABSYI/MBAH SAYYID ARELI DATO KEMBANG (KRAMAT ANCOL)
29. SYARIFAH ENENG (KRAMAT ANCOL)
30. AL-HABIB HANUN BIN SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT ANCOL)
31. HABABAH SYARIFAH REGOAN BINTI HANUN BINTI SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT ANCOL)
32. AL-HABIB HASAN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (MBAH PRIUK)
33. AL-HABIB SYARIF MUHSIN BIN ‘ALI BIN ISHAQ BIN YAHYA (KRAMAT CILINCING)
34. AL-HABIB SYEIKH ABDUL HALIM BIN YAHYA (KRAMAT AL-ALAM MARUNDA)
35. AL-HABIB MUHAMMAD BIN UMAR AL-QUDSY (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)
36. AL-HABIB ‘ALI BIN ABDURROHMAN BA’ALAWY (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)
37. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN ALWI ASSATIRI (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)
38. SYARIFAH FATIMAH KECIL BINTI HUSEIN AL-AYDRUS (KRAMAT PEKOJAN)
39. AL-HABIB HUSEIN BIN ABU BAKAR AL-AYDRUS (KRAMAT LUAR BATANG)
40. AL-HABIB MUHAMMAD BIN SYEIKH BIN HUSEIN AL-BAHAR (KRAMAT TUNGGAK)
41. MU’ALLIM SYAFI’I HADZAMI BIN SHOLEH RO’IDI (KEBAYORAN)
42. AL-HABIB UTSMAN BIN ABDULLOH BIN AQIL BIN YAHYA BIN AL’ALAWY (PONDOK BAMBU)
43. PANGERAN SYARIF HAMID AL-QODRI BIN AL-HABIB SULTON SYARIF ABDUL ROHMAN AL-QODRY BIN MAULANA SYARIF HUSEIN (KRAMAT ANGKE)
44. SYARIFAH AMINAH BINTI PANGERAN SYARIF HUSEIN AL-HABSYI (KRAMAT ANGKE)
45. AL-HABIB SHOLEH AL-HABSYI (KRAMAT ANGKE)
46. KOMPI NA SYEIKH (KRAMAT ANGKE)
47. SYEIKH JA’FAR (KRAMAT ANGKE)
48. SYEIKH LIONG (KRAMAT ANGKE)
49. SYARIFAH MARIAM (KRAMAT ANGKE)
50. PANGERAN TUBAGUS ANJANI (KRAMAT ANGKE)
51. AL-HABIB SAYYID ABU BAKAR BIN SAYYID ALWI BAHSAN JAMALULLAIL (KRAMAT MANGGA DUA)
52. AL-HABIB ALWI BIN AHMAD JAMALULLAIL (KRAMAT MANGGA DUA)
53. AL-HABIB ABU BAKAR BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT WACUNG)
54. SYARIFAH HUDZAIFAH BINTI ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT WACUNG)
55. PANGERAN WIJAYA KUSUMA (KRAMAT KEDOYA)
56. PANGERAN PAPAK ADIPATI TANJUNG JAYA (KRAMAT PEDONGKELAN)
57. AL-HABIB UMAR BIN HAMID BIN HASAN BIN ABDULLOH BIN AHMAD BIIN HASAN BIN SHOHIBUL ROTIB AL-HADDAD (KRAMAT PESING)
58. AL-HABIB ABBAS BIN ABU BAKAR BIN HUSEIN BIN AHMAD BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT RAYA BOKOR)
59. AL-HABIB UTSMAN BIN MUHAMMAD BIN AHMAD BANAHSAN (KRAMAT ABIDIN)
60. AL-HABIB UMAR BIN UTSMAN BIN MUHAMMAD BANAHSAN (KRAMAT ABIDIN)
61. SHOHIBUL KAROMAH WAL BAROKAH AL-HABIB ABU BAKAR BIN ALWI BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT ABIDIN PONDOK BAMBU)
62. SAYYID HABIB HUSEIN BIN UMAR BIN ‘ALI BIN SYAHAB (KRAMAT PECENONGAN)
63. AL-HABIB ALI BIN SHOLEH ABDURROHMAN AL-QODRY RADEN ATENG KERTADRIA (KRAMAT JAYAKARTA)
64. AL-HABABAH SYARIFAH FATHIMAH (KRAMAT SAWAH BESAR)
65. AL-HABIB HASAN BIN ‘IDRUS AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)
66. AL-HABIB ABDUL QODIR BIN MUHAMMAD AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)
67. AL-HABIB UMAR BIN ‘IDRUS AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)
68. AL-HABIB ‘ALI BIN ABDURROHMAN AL-HABSYI (KWITANG)
69. AL-HABIB MUHAMMAD BIN ‘ALI BIN ABDURROHMAN AL-HABSYI KWITANG)
70. SYARIFAH NI’MAH BINTI ZEIN BIN AHMAD BIN SYAHAB (KWITANG)
71. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN ABDULLOH AL-HABSYI (KRAMAT CIKINI)
72. SYARIFAH AL-HABSYI (KRAMAT CIKINI)
73. SYEIKH UPU DAENG H.ARIF UDIN (KRAMAT SENEN, WAFAT TAHUN 17)
74. AL-HABIB ZEIN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
75. AL-HABIB AHMAD ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
76. AL-HABIB ‘ALI BIN ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
77. AL-HABIB UMAR BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
78. AL-HABIB ‘ALI BIN HASAN BIN UMAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
79. AL-HABIB THOHA BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
80. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN HASAN BIN SHAHAB (KALIBATA)
81. AL-HABIB ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA AL-HADDAD (KALIBATA)
82. AL-HABIB AHMAD BIN ‘ALWI BIN AHMAD BIN HASAN BIN ‘ABDULLOH AL-HADDAD / HABIB KUNCUNG (KALIBATA)
83. AL-HABIB ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA AL-HADDAD (KALIBATA)
84. AL-HABIB ABDULLOH BIN HUSEIN ASSAMI AL-ATHOS
85. AL-HABIB THOHA BIN MUHAMMAD BIN ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA BIN ABDULLOH BIN THOHA BIN UMAR BIN ALWI AL-HADDAD (KALIBATA)
86. SYEIKH RAHMATULLOH (KEBAYORAN)
87. DATUK BIRU (KRAMAT RAWA BANGKE)
88. AL-HABIB ZEIN BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (AL-HAWI)
89. AL-HABIB SALIM BIN JINDAN (AL-HAWI)
90. WAN SYARIFAH FATHIMAH BINTI ABDULLOH AL’AIDID (KRAMAT PETOGOGAN)
91. AL-HABIB ‘ALI BIN AHMAD BIN ZEIN AL’AIDID (KRAMAT PULAU PANGGANG, KECAMATAN PULAU SERIBU, JAKARTA / KRAMAT TIMUR)
92. AL-HABIB HUSEIN BIN AQIL BIN AHMAD BIN SOFI ASSEGAF (KRAMAT BARAT PULAU PANGGANG)
93. AL-HABIB MUSTOFA BIN IDRUS BIN HASAN AL-BAHAR (KRAMAT LUBANG BUAYA)
94. SAYYID AHMAD BIN HAMZAH AL-ATHOS (KRAMAT PEKOJAN)
95. AL-HABIB ZEIN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
96. AL-HABIB AHMAD ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
97. AL-HABIB ‘ALI BIN ZEIN ALHADDAD (KRAMAT PRIUK)
98. AL-HABIB MUHAMMAD BIN ABDUL QODIR AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
99. AL-HABIB SALIM BIN THOHA JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
100. AL-HABIB UMAR BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
101. AL-HABIB ‘ALI BIN HASAN BIN UMAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
102. RA KANJENG ADIPATI DALAM NEGERI 1 SOSRODININGRAT (KRAMAT JAYAKARTA)
103. RA AJENG SULARTI (KRAMAT JAYAKARTA)
104. SYEIKH MANSYUR (KRAMAT LIO-PASAR PAGI)
105. HABIB ALWI BIN HUSEIN AL-HABSYI (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)
106. HABIB MUHAMMAD BIN ALWI AL-HABSYI (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)
107. PANGERAN USMAN (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)
108. AL-HABIB SALIM BIN ABDULLOH AL-QODRY / PANGERAN SALIM (KRAMAT PULO GEBANG
2. SYARIFAH SALMA BINTI HUSEIN AL-AYDRUS
3. MBAH PANGERAN SYARIF (DATUK BANJIR) BIN SYEIKH ABDURROHMAN (LUBANG BUAYA)
4. AL-HABIB UMAR BIN MUHAMMAD BIN HASAN BIN HUD AL-ATHOS (Al-Khaerot)
5. AL-HABIB ‘ALI BIN HUSEIN AL-ATHOS (Al-Hawi)
6. AL-HABIB AHMAD BIN ABDULLAH BIN HASAN AL-ATHOS (Al-Khaerot)
7. AL-HABIB ‘IDRUS BIN HUSEIN AL-HAMID AL-KHOIROT (Kramat Al-Khaerot)
8. PANGERAN JAYAKARTA BIN PANGERAN SUNGRASA WIJAYA KARTA BIN TUBAGUS ANGKE (Klender)
9. PANGERAN LAHUT (Klender)
10. PANGERAN SEGIRI BIN SULTAN AGUNG TIRTAYASA (Klender)
11. PANGERAN SURYA (KLENDER)
12. RATU ROFIAH (KLENDER)
13. SYEIKH KOMPI UBAN (KRAMAT CIPINANG)
14. SYEIKH DATUK GEONG (KRAMAT JATI)
15. SYEIKH DATUK BANJAR (KRAMAT JATI)
16. KYAI QOSIM BIN KYAI TOHIR (PULO)
17. AL-HABIB UMAR (KRAMAT KOMPI MAS SEMPER)
18. AL-HABIB MUHAMMAD SYARIF BIN ALWI BIN HASAN BIN ALI ASSEGAF (KOMPI JENGGOT)
19. SYEIKH KOMPI TIMUR (KRAMAT SUNTER)
20. SYEIKH KOMPI BARAT (KRAMAT SUNTER)
21. SYEIKH KOMPI RESO (KRAMAT SUNTER)
22. SYEIKH KOMPI PENGANTIN (KRAMAT YOS SUDARSO)
23. AL-HABIB SYARIF BIN ‘ALI BIN HUSEIN BIN UTSMAN (CUCU SUNAN GUNUNG JATI 19, KRAMAT MENGKOK) SEMPER
24. SAYYID ALI (KRAMAT BATU TIMBUL/TUMBUH SEMPER)
25. PANGERAN PUGER BIN MUHAMMAD BIN SULTAN HASANUDIN (KRAMAT DEWA KEMBAR)
26. AL-HABIB SALIM BIN SYEIKH ABU BAKAR (DEWA KEMBAR)
27. AL-HABIB SAYYID HUSEIN BIN HASAN BIN SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT DEWA KEMBAR)
28. AL-HABIB ‘ALI BIN AHMAD ABDULLOH AL-HABSYI/MBAH SAYYID ARELI DATO KEMBANG (KRAMAT ANCOL)
29. SYARIFAH ENENG (KRAMAT ANCOL)
30. AL-HABIB HANUN BIN SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT ANCOL)
31. HABABAH SYARIFAH REGOAN BINTI HANUN BINTI SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT ANCOL)
32. AL-HABIB HASAN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (MBAH PRIUK)
33. AL-HABIB SYARIF MUHSIN BIN ‘ALI BIN ISHAQ BIN YAHYA (KRAMAT CILINCING)
34. AL-HABIB SYEIKH ABDUL HALIM BIN YAHYA (KRAMAT AL-ALAM MARUNDA)
35. AL-HABIB MUHAMMAD BIN UMAR AL-QUDSY (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)
36. AL-HABIB ‘ALI BIN ABDURROHMAN BA’ALAWY (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)
37. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN ALWI ASSATIRI (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)
38. SYARIFAH FATIMAH KECIL BINTI HUSEIN AL-AYDRUS (KRAMAT PEKOJAN)
39. AL-HABIB HUSEIN BIN ABU BAKAR AL-AYDRUS (KRAMAT LUAR BATANG)
40. AL-HABIB MUHAMMAD BIN SYEIKH BIN HUSEIN AL-BAHAR (KRAMAT TUNGGAK)
41. MU’ALLIM SYAFI’I HADZAMI BIN SHOLEH RO’IDI (KEBAYORAN)
42. AL-HABIB UTSMAN BIN ABDULLOH BIN AQIL BIN YAHYA BIN AL’ALAWY (PONDOK BAMBU)
43. PANGERAN SYARIF HAMID AL-QODRI BIN AL-HABIB SULTON SYARIF ABDUL ROHMAN AL-QODRY BIN MAULANA SYARIF HUSEIN (KRAMAT ANGKE)
44. SYARIFAH AMINAH BINTI PANGERAN SYARIF HUSEIN AL-HABSYI (KRAMAT ANGKE)
45. AL-HABIB SHOLEH AL-HABSYI (KRAMAT ANGKE)
46. KOMPI NA SYEIKH (KRAMAT ANGKE)
47. SYEIKH JA’FAR (KRAMAT ANGKE)
48. SYEIKH LIONG (KRAMAT ANGKE)
49. SYARIFAH MARIAM (KRAMAT ANGKE)
50. PANGERAN TUBAGUS ANJANI (KRAMAT ANGKE)
51. AL-HABIB SAYYID ABU BAKAR BIN SAYYID ALWI BAHSAN JAMALULLAIL (KRAMAT MANGGA DUA)
52. AL-HABIB ALWI BIN AHMAD JAMALULLAIL (KRAMAT MANGGA DUA)
53. AL-HABIB ABU BAKAR BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT WACUNG)
54. SYARIFAH HUDZAIFAH BINTI ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT WACUNG)
55. PANGERAN WIJAYA KUSUMA (KRAMAT KEDOYA)
56. PANGERAN PAPAK ADIPATI TANJUNG JAYA (KRAMAT PEDONGKELAN)
57. AL-HABIB UMAR BIN HAMID BIN HASAN BIN ABDULLOH BIN AHMAD BIIN HASAN BIN SHOHIBUL ROTIB AL-HADDAD (KRAMAT PESING)
58. AL-HABIB ABBAS BIN ABU BAKAR BIN HUSEIN BIN AHMAD BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT RAYA BOKOR)
59. AL-HABIB UTSMAN BIN MUHAMMAD BIN AHMAD BANAHSAN (KRAMAT ABIDIN)
60. AL-HABIB UMAR BIN UTSMAN BIN MUHAMMAD BANAHSAN (KRAMAT ABIDIN)
61. SHOHIBUL KAROMAH WAL BAROKAH AL-HABIB ABU BAKAR BIN ALWI BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT ABIDIN PONDOK BAMBU)
62. SAYYID HABIB HUSEIN BIN UMAR BIN ‘ALI BIN SYAHAB (KRAMAT PECENONGAN)
63. AL-HABIB ALI BIN SHOLEH ABDURROHMAN AL-QODRY RADEN ATENG KERTADRIA (KRAMAT JAYAKARTA)
64. AL-HABABAH SYARIFAH FATHIMAH (KRAMAT SAWAH BESAR)
65. AL-HABIB HASAN BIN ‘IDRUS AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)
66. AL-HABIB ABDUL QODIR BIN MUHAMMAD AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)
67. AL-HABIB UMAR BIN ‘IDRUS AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)
68. AL-HABIB ‘ALI BIN ABDURROHMAN AL-HABSYI (KWITANG)
69. AL-HABIB MUHAMMAD BIN ‘ALI BIN ABDURROHMAN AL-HABSYI KWITANG)
70. SYARIFAH NI’MAH BINTI ZEIN BIN AHMAD BIN SYAHAB (KWITANG)
71. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN ABDULLOH AL-HABSYI (KRAMAT CIKINI)
72. SYARIFAH AL-HABSYI (KRAMAT CIKINI)
73. SYEIKH UPU DAENG H.ARIF UDIN (KRAMAT SENEN, WAFAT TAHUN 17)
74. AL-HABIB ZEIN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
75. AL-HABIB AHMAD ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
76. AL-HABIB ‘ALI BIN ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
77. AL-HABIB UMAR BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
78. AL-HABIB ‘ALI BIN HASAN BIN UMAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
79. AL-HABIB THOHA BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
80. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN HASAN BIN SHAHAB (KALIBATA)
81. AL-HABIB ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA AL-HADDAD (KALIBATA)
82. AL-HABIB AHMAD BIN ‘ALWI BIN AHMAD BIN HASAN BIN ‘ABDULLOH AL-HADDAD / HABIB KUNCUNG (KALIBATA)
83. AL-HABIB ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA AL-HADDAD (KALIBATA)
84. AL-HABIB ABDULLOH BIN HUSEIN ASSAMI AL-ATHOS
85. AL-HABIB THOHA BIN MUHAMMAD BIN ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA BIN ABDULLOH BIN THOHA BIN UMAR BIN ALWI AL-HADDAD (KALIBATA)
86. SYEIKH RAHMATULLOH (KEBAYORAN)
87. DATUK BIRU (KRAMAT RAWA BANGKE)
88. AL-HABIB ZEIN BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (AL-HAWI)
89. AL-HABIB SALIM BIN JINDAN (AL-HAWI)
90. WAN SYARIFAH FATHIMAH BINTI ABDULLOH AL’AIDID (KRAMAT PETOGOGAN)
91. AL-HABIB ‘ALI BIN AHMAD BIN ZEIN AL’AIDID (KRAMAT PULAU PANGGANG, KECAMATAN PULAU SERIBU, JAKARTA / KRAMAT TIMUR)
92. AL-HABIB HUSEIN BIN AQIL BIN AHMAD BIN SOFI ASSEGAF (KRAMAT BARAT PULAU PANGGANG)
93. AL-HABIB MUSTOFA BIN IDRUS BIN HASAN AL-BAHAR (KRAMAT LUBANG BUAYA)
94. SAYYID AHMAD BIN HAMZAH AL-ATHOS (KRAMAT PEKOJAN)
95. AL-HABIB ZEIN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
96. AL-HABIB AHMAD ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
97. AL-HABIB ‘ALI BIN ZEIN ALHADDAD (KRAMAT PRIUK)
98. AL-HABIB MUHAMMAD BIN ABDUL QODIR AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)
99. AL-HABIB SALIM BIN THOHA JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
100. AL-HABIB UMAR BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
101. AL-HABIB ‘ALI BIN HASAN BIN UMAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)
102. RA KANJENG ADIPATI DALAM NEGERI 1 SOSRODININGRAT (KRAMAT JAYAKARTA)
103. RA AJENG SULARTI (KRAMAT JAYAKARTA)
104. SYEIKH MANSYUR (KRAMAT LIO-PASAR PAGI)
105. HABIB ALWI BIN HUSEIN AL-HABSYI (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)
106. HABIB MUHAMMAD BIN ALWI AL-HABSYI (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)
107. PANGERAN USMAN (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)
108. AL-HABIB SALIM BIN ABDULLOH AL-QODRY / PANGERAN SALIM (KRAMAT PULO GEBANG
Samudra Ilahiyyah
Kubangkitkan ruhmu di alam arwah, maka ruhmu mengembara dialam arwah selama waktu yang Kuinginkan, lalu Kukumpulkan semua makhluk Ku di hadapan Ku, Kutanyakan kepada langit, bumi dan gunung gunung, maukah mereka mengemban kepemimpinan di muka bumi, mereka bungkam, tak satupun makhluk Ku sanggup mengemban kepemimpinan di bumi Ku, lalu kalian menyanggupi tugas itu, maka kuangkatlah kalian sebagai khalifah di muka bumi, kubiarkan ruh mu bertebaran dialam Ku, lalu kupilih kalian satu persatu untuk bertugas, Ku pilih ruh kalian satu sama lain untuk bergantian memimpin di bumi Ku, yang terdahulu merupakan ayah bagi yang datang kemudian. Kutebarkan bibit-bibit seluruh manusia di sulbi Adam, tidaklah ada manusia yang menginjak bumi, terkecuali telah kusiapkan bibit tubuhnya di sulbi adam.
Wahai Hambaku, ketika waktu yang Kukehendaki telah tiba untuk memunculkanmu di muka bumi, Kutebarkan 1 milyar sel dari sulbi ayahmu ke tubuh ibumu, dan dirimu ada diantara 1 milyar sel itu, maka tak ada yang berhasil hidup selamat dan mencapai alam rahim kecuali satu sel saja, itulah dirimu.., maka Kupelihara kejadianmu 40 hari pertama masih berupa sel, 40 hari kedua engkau berubah menjadi segumpal darah, lalu dengan kasih sayang Ku yang menyelubungimu 40 hari ketiga engkau berubah menjadi daging, Lalu dengan Kelembutan Ku 40 hari kemudian Kuciptakan untukmu mata, telinga, mulut, tangan kaki, kujadikan tulang tulang penguat untukmu, dengan kadar kekuatan yang kutentukan, lalu kubungkus daging, dan diatasnya sebagai lapisan terluar adalah kulit yang padanya beribu fungsi, dengan kebutuhan dan manfaatnya yang telah kutentukan pula, lalu kujadikan darah terus mengalir kesekujur tubuhmu, jantung yang memompanya, paru-paru yang memompa udara keseluruh tubuhmu, lambung yang menyaring makanan di tubuhmu, kujadikan pula sepasang mata agar engkau melihat, telinga agar engkau mendengar, lidah agar engkau berkata-kata, lalu setelah sempurna tubuhmu untuk memangku ruhmu, Kuhembuskan ruhmu ke tubuhmu, maka ruhmu melayang meninggalkan alam ruh, menuju alam rahim, maka bergeraklah dan berfungsilah tubuhmu dialam rahim,
Setelah tubuhmu siap untuk menerima kehidupan bumi, maka kutentukan rasa sakit yang luar biasa pada ibumu, agar menjadi bukti yang mengikatmu untuk selalu patuh kepadanya kelak, Maka lahirlah engkau ke bumiku, Kutitipkan kasih sayang Ku dan Pemeliharaanmu kepada ayah dan ibumu untuk mewakili kasih sayangku, yang akan mengayomimu hingga engkau dapat berdikari, mereka akan membimbingmu mengenal benda-benda, menuntunmu berjalan, berbicara, dan mengenalkan kepadamu baik dan buruk, kupenuhi sanubari ibumu dengan kasih sayang, agar ia rela mengorbankan segalanya demi kelembutannya padamu, lantas kusiapkan pula kelembutan dan kasih sayang pada sanubari orang-orang lain yang akan mengayomimu kelak, lalu engkau menjadi manusia dewasa yang bertebaran dibumiku, engkaupun melihat, mendengar, bernafas, makan dan minum dibumiku, yang tak satupun perbuatan kalian terkecuali Kusaksikan.., Kulihat.., Kudengar..,
Kuutus pula untukmu semulia-mulia Rasul dari bangsamu, yang sangat berat memikirkan penderitaan yang menimpamu, selalu berusaha menjagamu dari bencana, dan sangat berlemah lembut pada hamba-hamba Ku yang mu'min, Ia membawa semua Rahmat Ku yang sudah kuperbolehkan untuk engkau dapatkan, maka setelah kutunjukkan kepadamu jalan yang semestinya kau tempuh, maka kulihat apakah yang kau perbuat, bersyukur atau kufur (kufur dalam bahasa arab adalah berpaling, sedangkan kafir adalah orang yang berpaling, bisa termasuk orang yang diluar islam, bisa juga pada keislaman seseorang, lain dengan kafir yang difahami di Indonesia, yang berarti keluar dari islam),
Setelah segala kemuliaan dan keluhuran kuizinkan untukmu, namun engkaupun berbuat kehinaan yang tak Ku kehendaki engkau melakukannya dimuka bumi Ku, setelah engkau tenggelam dalam kehinaan, dan melampaui batas dalam berbuat kesalahan, sehingga engkau semakin jauh dari Ku, maka engkau kupanggil untuk kembali kepada Ku, agar engkau jangan berputus asa dari kasih sayang Ku, sangat mudah bagi Ku mengampuni seluruh dosamu, asalkan kau kembali bersama Ku, Aku bersamamu ketika engkau mengingat Ku, apabila engkau menyebut nama Ku, maka Akupun menyebut namammu, apabila engkau mendekat kepada Ku dengan merangkak, maka Aku akan mendekat kepada dengan lebih cepat.
Sampailah waktu kehidupanmu di bumiku selesai, maka engkau harus meninggalkan kehidupan bumi, dengan lebih dulu merasakan kepedihan yang jauh lebih besar dari kepedihan yang dirasakan ibumu saat engkau memasuki bumiku, Maka kau berpindah dengan Kehendak Ku ke alam Barzakh, Ruhmu tercabut dari tubuhmu, Kau berpisah dengan semua yang kau lihat, berpisah dengan semua yang kau dengar, berpisah dengan semua yang kau kenal, berpisah dengan semua hartamu, berpisah dengan semua saudaramu, berpisah dengan semua orang yang kau cintai, berpisah dengan semua orang yang mencintaimu, berpisah dengan semua orang yang kau benci, berpisah dengan semua orang yang membencimu, berpisah dengan segala galanya selain Ku..
Engkau akan dimandikan oleh saudara saudaramu yang masih kuizinkan hidup, mereka menanggalkan seluruh pakaianmu, dan menggantikan kain putih dan beberapa pengikat kafan untuk hartamu yang terakhir, mereka mengantarmu ke dalam lobang kuburmu, sebuah lobang di perut bumi yang gelap dan lembab itulah rumahmu selanjutnya sebagai ganti rumahmu yang kini kau masih tinggali, mereka meletakkanmu sendirian, membuka kain yang menutup wajahmu, lalu memiringkan tubuhmu agar wajahmu mencium tanah, lalu sedikit demi sedikit kau ditimbun, mereka menangisimu.., lalu mereka meninggalkanmu sendiri.., tak satupun dari kekasihmu yang perduli keadaanmu selanjutnya, mereka tak akan mau menemanimu disitu, Saat itu Engkau kembali pada Ku, Hanya bersama Ku.., Hanya bersama Ku.., Hanya bersama Ku..,
INNAA LILLAAH WA INNAA ILAIHI RAAJI'UUN (SUNGGUH KAMI ADALAH MILIK ALLAH, DAN KAMI AKAN KEMBALI KEPADA NYA)
Wahai Hambaku, ketika waktu yang Kukehendaki telah tiba untuk memunculkanmu di muka bumi, Kutebarkan 1 milyar sel dari sulbi ayahmu ke tubuh ibumu, dan dirimu ada diantara 1 milyar sel itu, maka tak ada yang berhasil hidup selamat dan mencapai alam rahim kecuali satu sel saja, itulah dirimu.., maka Kupelihara kejadianmu 40 hari pertama masih berupa sel, 40 hari kedua engkau berubah menjadi segumpal darah, lalu dengan kasih sayang Ku yang menyelubungimu 40 hari ketiga engkau berubah menjadi daging, Lalu dengan Kelembutan Ku 40 hari kemudian Kuciptakan untukmu mata, telinga, mulut, tangan kaki, kujadikan tulang tulang penguat untukmu, dengan kadar kekuatan yang kutentukan, lalu kubungkus daging, dan diatasnya sebagai lapisan terluar adalah kulit yang padanya beribu fungsi, dengan kebutuhan dan manfaatnya yang telah kutentukan pula, lalu kujadikan darah terus mengalir kesekujur tubuhmu, jantung yang memompanya, paru-paru yang memompa udara keseluruh tubuhmu, lambung yang menyaring makanan di tubuhmu, kujadikan pula sepasang mata agar engkau melihat, telinga agar engkau mendengar, lidah agar engkau berkata-kata, lalu setelah sempurna tubuhmu untuk memangku ruhmu, Kuhembuskan ruhmu ke tubuhmu, maka ruhmu melayang meninggalkan alam ruh, menuju alam rahim, maka bergeraklah dan berfungsilah tubuhmu dialam rahim,
Setelah tubuhmu siap untuk menerima kehidupan bumi, maka kutentukan rasa sakit yang luar biasa pada ibumu, agar menjadi bukti yang mengikatmu untuk selalu patuh kepadanya kelak, Maka lahirlah engkau ke bumiku, Kutitipkan kasih sayang Ku dan Pemeliharaanmu kepada ayah dan ibumu untuk mewakili kasih sayangku, yang akan mengayomimu hingga engkau dapat berdikari, mereka akan membimbingmu mengenal benda-benda, menuntunmu berjalan, berbicara, dan mengenalkan kepadamu baik dan buruk, kupenuhi sanubari ibumu dengan kasih sayang, agar ia rela mengorbankan segalanya demi kelembutannya padamu, lantas kusiapkan pula kelembutan dan kasih sayang pada sanubari orang-orang lain yang akan mengayomimu kelak, lalu engkau menjadi manusia dewasa yang bertebaran dibumiku, engkaupun melihat, mendengar, bernafas, makan dan minum dibumiku, yang tak satupun perbuatan kalian terkecuali Kusaksikan.., Kulihat.., Kudengar..,
Kuutus pula untukmu semulia-mulia Rasul dari bangsamu, yang sangat berat memikirkan penderitaan yang menimpamu, selalu berusaha menjagamu dari bencana, dan sangat berlemah lembut pada hamba-hamba Ku yang mu'min, Ia membawa semua Rahmat Ku yang sudah kuperbolehkan untuk engkau dapatkan, maka setelah kutunjukkan kepadamu jalan yang semestinya kau tempuh, maka kulihat apakah yang kau perbuat, bersyukur atau kufur (kufur dalam bahasa arab adalah berpaling, sedangkan kafir adalah orang yang berpaling, bisa termasuk orang yang diluar islam, bisa juga pada keislaman seseorang, lain dengan kafir yang difahami di Indonesia, yang berarti keluar dari islam),
Setelah segala kemuliaan dan keluhuran kuizinkan untukmu, namun engkaupun berbuat kehinaan yang tak Ku kehendaki engkau melakukannya dimuka bumi Ku, setelah engkau tenggelam dalam kehinaan, dan melampaui batas dalam berbuat kesalahan, sehingga engkau semakin jauh dari Ku, maka engkau kupanggil untuk kembali kepada Ku, agar engkau jangan berputus asa dari kasih sayang Ku, sangat mudah bagi Ku mengampuni seluruh dosamu, asalkan kau kembali bersama Ku, Aku bersamamu ketika engkau mengingat Ku, apabila engkau menyebut nama Ku, maka Akupun menyebut namammu, apabila engkau mendekat kepada Ku dengan merangkak, maka Aku akan mendekat kepada dengan lebih cepat.
Sampailah waktu kehidupanmu di bumiku selesai, maka engkau harus meninggalkan kehidupan bumi, dengan lebih dulu merasakan kepedihan yang jauh lebih besar dari kepedihan yang dirasakan ibumu saat engkau memasuki bumiku, Maka kau berpindah dengan Kehendak Ku ke alam Barzakh, Ruhmu tercabut dari tubuhmu, Kau berpisah dengan semua yang kau lihat, berpisah dengan semua yang kau dengar, berpisah dengan semua yang kau kenal, berpisah dengan semua hartamu, berpisah dengan semua saudaramu, berpisah dengan semua orang yang kau cintai, berpisah dengan semua orang yang mencintaimu, berpisah dengan semua orang yang kau benci, berpisah dengan semua orang yang membencimu, berpisah dengan segala galanya selain Ku..
Engkau akan dimandikan oleh saudara saudaramu yang masih kuizinkan hidup, mereka menanggalkan seluruh pakaianmu, dan menggantikan kain putih dan beberapa pengikat kafan untuk hartamu yang terakhir, mereka mengantarmu ke dalam lobang kuburmu, sebuah lobang di perut bumi yang gelap dan lembab itulah rumahmu selanjutnya sebagai ganti rumahmu yang kini kau masih tinggali, mereka meletakkanmu sendirian, membuka kain yang menutup wajahmu, lalu memiringkan tubuhmu agar wajahmu mencium tanah, lalu sedikit demi sedikit kau ditimbun, mereka menangisimu.., lalu mereka meninggalkanmu sendiri.., tak satupun dari kekasihmu yang perduli keadaanmu selanjutnya, mereka tak akan mau menemanimu disitu, Saat itu Engkau kembali pada Ku, Hanya bersama Ku.., Hanya bersama Ku.., Hanya bersama Ku..,
INNAA LILLAAH WA INNAA ILAIHI RAAJI'UUN (SUNGGUH KAMI ADALAH MILIK ALLAH, DAN KAMI AKAN KEMBALI KEPADA NYA)
Adab Mencari Ilmu Menurut Kaum Sufi
Syeikh ABu Nashr as-Sarraj-Rahimahullah berkata : Saya mendengar Ahmad bin Ali al Wajihi berkata: Saya mendengar Abu Muhammad al Jariri - rahimahullah - berkata, “Duduk untuk bermudzakaroh (belajar ilmu) akan menutup pintu manfaat, sedangkan duduk untuk saling memberi nasihat akan membuka pintu manfaat.”
Abu Yazid - rahimahullah - berkata, “Barangsiapa tidak bisa mengambil manfaat dari diamnya orang yang berbicara maka ia tidak akan bisa mengambil manfaat dari pembicaraannya.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Mereka (kaum Sufi) sangat tidak suka bila lisan melampaui keyakinan hati.”
Disebutkan bahwa Abu Muhammad al Jariri berkata, “Keadilan dan adab ialah hendaknya orang yang mulia tidak membicarakan ilmu ini (tasawuf sehingga Ia ditanya.” Abu Ja’far al-Faraji, sahabat karib Abu Turab an-Nakhsyabi - rahimahullah - berkata, “Aku tinggal diam selama dua puluh tahun tidak bertanya suatu persoalan kecuali bila aku mantapkan terlebih dahulu sebelum aku menyatakan dengan lisanku.”
Abu Hafsh - rahimahullah - berkata, “Tidak dibenarkan berbicara kecuali bagi seseorang yang apabila ia diam malah mendapatkan siksa.”
la juga berkata, ‘Ada seseorang datang pada Abu Abdillah Ahmad bin Yahya al Jalla’ - rahimahullah - yang menanyakan tentang masalah tawakal. Saat itu ada sekelompok orang (jamaah), maka ia tidak menjawabnya dan masuk ke dalam kamarnya, kemudian la keluar lagi dengan membawa seikat kain yang berisi empat dananiq (mata uang) yang diberikan kepada mereka. Kemudian la berkata kepada mereka, `Dengan uang ini silakan kalian membeli sesuatu.’ Kemudian ia baru mau menjawab apa yang ditanyakan orang tersebut. Kemudian ia ditanya, `Mengapa ia melakukan hal itu?’ Maka la menjawab, Aku malu pada Allah untuk menjawab masalah tawakal sedangkan aku masih memiliki empat dananiq’.”
Dikisahkan dari Abu Abdillah al-Hushri yang berkata: Saya pernah berkata kepada Ibnu Yazdaniar ketika la sedang mencari ilmu, `Aku tidak melihat apa yang ada pada semua makhluk kecuali kabar tentang gaib dan sangat mungkin Anda adalah yang gaib.” Kemudian la berkata, “Coba ulangi apa yang Anda katakan.” Lalu saya menjawabnya, “Saya tidak akan mengulanginya.”
Ibrahim al-Khawwash - rahimahullah - berkata, “Ilmu ini tidak layak kecuali bagi mereka yang mampu mengungkapkan wajd (suka cita ruhani)nya dan berbicara tentang perbuatannya.”
Abu Ja’far ash-Shaidalani - rahimahullah - berkata: Ada seseorang bertanya suatu masalah kepada Abu Said al-Kharraz - rahimahullah. la hanya memberi isyarat tentang masalah yang ditanyakan. Abu Said kemudian berkata, “Kami telah mencapai kedudukan anda dan sepakat dengan apa yang Anda inginkan tanpa harus dengan isyarat dari Anda. Sebab orang yang banyak memberi isyarat pada Allah adalah orang yang paling jauh dari¬Nya.”
Al-Junaid - rahimahullah - berkata, “Andaikan aku tahu, bahwa di kolong langit ini ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kami ini (tasawuf), niscaya aku akan berusaha mencarinya dan menemui orang yang memilikinya, sehingga aku mendengar dari mereka tentang ilmu tersebut. Dan andaikan aku tahu, bahwa ada waktu yang lebih mulia daripada waktu kami ini ketika berkumpul dengan para sahabat dan guru kami, dan ketika kami menanyakan berbagai masalah dan mencari ilmu ini, tentu aku akan bangkit mencarinya.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Bagiku tidak ada kelompok manusia dan kaum yang berkumpul untuk mencari ilmu yang lebih mulia dari kelompok ini.
Tidak pula ada ilmu yang lebih mulia dari ilmu mereka. Andaikan tidak demikian, maka aku tak mungkin duduk dan berteman dengan mereka. Namun karena mereka dalam pandanganku adalah seperti apa yang aku ucapkan maka aku lakukan semua itu.”
Abu Ali ar-Rudzabari - rahimahullah - berkata, “Ilmu kami ini adalah ilmu isyarat. Apabila menjadi suatu ungkapan maka akan ringan bobotnya.”
Abu Said al-Kharraz - rahimahullah - berkata, “Aku diberi tahu tentang Abu Hatim al-Aththar dan keutamaannya, dimana ia tinggal di Basrah. Kemudian dari Mesir, aku berangkat menuju Basrah. Sampai di sana kemudian aku masuk masjid Jami` Basrah. Ternyata la duduk di masjid ini, yang di sekelilingnya banyak orang dari sahabat-sahabatnya. la berbicara kepada mereka tentang ilmu. Pertama kali yang aku dengar dari pembicaraannya setelah la melihatku ialah, Aku duduk hanya untuk seseorang. Lalu di mana seseorang tersebut? Dan siapa untukku dengan seseorang tersebut? Kemudian la memberi isyarat padaku, `Orang tersebut adalah Anda.’ Kemudian la berkata, `Menampakkan apa yang menjadikan mereka ahli, membantu mereka apa yang diwajibkan kepada mereka, menjadikan gaib apa yang dihadirkan pada mereka. . Maka hanya untuk-Nya mereka berbuat, dari-Nya dan kepada-Nya mereka kembali’.”
Dikisahkan dari al Junaid - rahimahullah - yang mengatakan, “Andaikan ilmu kami ini dibuang ke tempat sampah, maka setiap orang hanya akan mengambil sesuai dengan ukurannya.”
Dikisahkan dari asy-Syibli, pada suatu hari la pernah berkata kepada anggota majelisnya, “Kalian adalah leontin dari kalung, dimana mimbar-mimbar dari cahaya dipasang untuk kalian dan para malaikat merasa bahagia dengan kalian.” Kemudian ada seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang menjadikan para malaikat merasa bahagia?” la menjawab, “Karena mereka berbicara tentang ilmu ini (tasawuf).”
Saya mendengar Ja’far al-Khuldi berkata: Saya mendengar al-Junaid berkata:
Sari as-Saqathi - rahimahullah - pernah berkata, “Sebagaimana yang saya dengar, bahwa ada sekelompok orang di masjid Jami` yang duduk di sekeliling Anda.”
Saya jawab, “Ya, benar! Mereka adalah saudara-saudara kami, dimana kami saling
ber-mudzakarah (belajar) ilmu. Masing-masing di antara kami saling mengambil manfaat antara yang satu dengan yang lain.” Kemudian ia berkata, “Alangkah jauhnya wahai Abu al-Qasim (nama panggilan al Junaid), saya sekarang telah menjadi tempat bagi para penganggur.”[pagebreak]
Dikisahkan dari al Junaid - rahitnahullah - yang mengatakan, “Jika Sari as-Saqathi - rahimahullah - ingin mengajariku sesuatu maka la menanyakan suatu masalah. Suatu hari la pernah bertanya, `Wahai anak muda, apa syukur itu?’ Maka aku menjawabnya, `Syukur ialah Anda tidak bermaksiat kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan kepada Anda.’ Akhirnya ia menganggap baik atas jawabanku. la memintaku untuk mengulang jawabanku tentang syukur sembari berkata, `Bagaimana jawabanmu tentang syukur? Coba ulangi jawabanmu!’ Aku kemudian mengulanginya.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Aku dapatkan kisah ini lewat tulisan Abu Ali ar-Rudzabari dari al Junaid.
Diceritakan dari Sahl bin Abdullah - rahimahullah - bahwa ia pernah ditanya tentang masalah-masalah ilmu (tasawuf). Namun la tidak mau menjawabnya. Setelah beberapa waktu, ia berbicara tentang ilmu tersebut dan tampak sangat menguasai dengan balk. Kemudian ia ditanya tentang alasan, mengapa waktu itu la tidak mau berbicara tentang ilmu tersebut. Lalu la menjawab, “Pada saat itu Dzun-Nun masih hidup, sehingga aku sangat tidak suka bicara tentang ilmu ini (tasawuf) ketika la masih hidup. Karena aku sangat menghormatinya.”
Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Andaikan di Mekkah ini aku tahu ada seseorang yang bisa memberiku ilmu ma’rifat sekalipun hanya satu kata, niscaya aku akan mendatanginya dengan berjalan kaki, sekalipun jarakyang harus ditempuh seribu farsah, sehingga aku bisa medengar langsung darinya.”
Abu Bakar az-Zaqqaq berkata, ‘Aku mendengar satu kalimat dari al Junaid tentang fana’ sejak empat puluh tahun yang lalu, dimana kalimat tersebut selalu membangkitkanku, sedangkan aku setelah itu dalam ketidaktahuan.”
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Saya mendengar kisah ini dari az-Zaqqaq.
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Dikatakan kepada Abu Abdillah al Jalla’ - rahimahullah, “Mengapa ayah Anda disebut dengan al Jalla’?” la menjawab, “Bukan karena kata al Jalla’ ini mengandung arti pembersih karat besi, akan tetapi jika la berbicara kepada hati nurani akan memperlihatkan karat bekas dosa-dosa yang dilakukan.”
Al-Harits al-Muhasibi - rahimahullah - berkata, “Sesuatu yang paling mulia di dunia ini adalah orang alim yang mengamal¬kan ilmunya dan orang arif yang berbicara tentang hakikatnya.”
Saya mendengar Ibnu ‘Ulwan berkata, “Jika ada seorang ber¬tanya kepada al Junaid tentang suatu masalah, sedangkan la tidak termasuk dalam kondisi spiritual dari masalah yang ditanyakannya, maka la akan berkata:
‘Tidak ada daya upaya dan kekuatan apa pun kecuali dengan Allah.’
Dan jika orang itu mengulangi lagi pertanyaannya maka ia akan menjawabnya:
’Cukuplah Allah penolong kami dan Dialah sebaik-baik Dzat Yang menjadi Wakil’.” (Q.s. Ali Imran: 173).
Dikisahkan bahwa Abu Amr az-Zujajii - rahimahullah - berkata, “Jika Anda sedang duduk mendengar seorang syekh berbicara tentang suatu ilmu, sementara Anda mau kencing dan hampir tidak bisa ditahan, maka andaikan Anda kencing di tempat Anda duduk akan lebih balk daripada Anda bangkit dari tempat duduk Anda meninggalkan majelis. Sebab kencing masih bisa dicuci dengan air sedangkan apa yang terlewatkan dari ilmu yang ia ajarkan tak mungkin Anda memperoleh kembali untuk selamanya.”
Al-Junaid - rahimahullah - berkata: Saya pernah berkata kepada Ibnu al-Kurraini - rahimahullah, “Jika ada seseorang yang berbicara tentang suatu ilmu yang la sendiri tidak mampu mengamalkannya. Maka yang lebih Anda sukai, kalau kondisinya demi¬kian diam ataukah berbicara?” Kemudian la menundukkan kepala, dan kemudian mengangkatnya kembali sembari berkata, “Jika Anda ahlinya maka bicaralah!”
Asy-Syibli - rahimahullah - berkata, “Bagaimana pendapat Anda tentang suatu ilmu, yaitu ilmu para ulama yang menimbulkan dugaan?”
Sementara itu Sari as-Saqathi - rahimahullah - berkata, “Barangsiapa menghiasi dirinya dengan ilmu, maka kebaikannya adalah kejelekan.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj - rahimahullah - berkata: Dari masing-masing kisah ini memiliki keterangan dan kesimpulan yang cukup jelas bagi mereka yang sanggup memahaminya.
Abu Yazid - rahimahullah - berkata, “Barangsiapa tidak bisa mengambil manfaat dari diamnya orang yang berbicara maka ia tidak akan bisa mengambil manfaat dari pembicaraannya.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Mereka (kaum Sufi) sangat tidak suka bila lisan melampaui keyakinan hati.”
Disebutkan bahwa Abu Muhammad al Jariri berkata, “Keadilan dan adab ialah hendaknya orang yang mulia tidak membicarakan ilmu ini (tasawuf sehingga Ia ditanya.” Abu Ja’far al-Faraji, sahabat karib Abu Turab an-Nakhsyabi - rahimahullah - berkata, “Aku tinggal diam selama dua puluh tahun tidak bertanya suatu persoalan kecuali bila aku mantapkan terlebih dahulu sebelum aku menyatakan dengan lisanku.”
Abu Hafsh - rahimahullah - berkata, “Tidak dibenarkan berbicara kecuali bagi seseorang yang apabila ia diam malah mendapatkan siksa.”
la juga berkata, ‘Ada seseorang datang pada Abu Abdillah Ahmad bin Yahya al Jalla’ - rahimahullah - yang menanyakan tentang masalah tawakal. Saat itu ada sekelompok orang (jamaah), maka ia tidak menjawabnya dan masuk ke dalam kamarnya, kemudian la keluar lagi dengan membawa seikat kain yang berisi empat dananiq (mata uang) yang diberikan kepada mereka. Kemudian la berkata kepada mereka, `Dengan uang ini silakan kalian membeli sesuatu.’ Kemudian ia baru mau menjawab apa yang ditanyakan orang tersebut. Kemudian ia ditanya, `Mengapa ia melakukan hal itu?’ Maka la menjawab, Aku malu pada Allah untuk menjawab masalah tawakal sedangkan aku masih memiliki empat dananiq’.”
Dikisahkan dari Abu Abdillah al-Hushri yang berkata: Saya pernah berkata kepada Ibnu Yazdaniar ketika la sedang mencari ilmu, `Aku tidak melihat apa yang ada pada semua makhluk kecuali kabar tentang gaib dan sangat mungkin Anda adalah yang gaib.” Kemudian la berkata, “Coba ulangi apa yang Anda katakan.” Lalu saya menjawabnya, “Saya tidak akan mengulanginya.”
Ibrahim al-Khawwash - rahimahullah - berkata, “Ilmu ini tidak layak kecuali bagi mereka yang mampu mengungkapkan wajd (suka cita ruhani)nya dan berbicara tentang perbuatannya.”
Abu Ja’far ash-Shaidalani - rahimahullah - berkata: Ada seseorang bertanya suatu masalah kepada Abu Said al-Kharraz - rahimahullah. la hanya memberi isyarat tentang masalah yang ditanyakan. Abu Said kemudian berkata, “Kami telah mencapai kedudukan anda dan sepakat dengan apa yang Anda inginkan tanpa harus dengan isyarat dari Anda. Sebab orang yang banyak memberi isyarat pada Allah adalah orang yang paling jauh dari¬Nya.”
Al-Junaid - rahimahullah - berkata, “Andaikan aku tahu, bahwa di kolong langit ini ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kami ini (tasawuf), niscaya aku akan berusaha mencarinya dan menemui orang yang memilikinya, sehingga aku mendengar dari mereka tentang ilmu tersebut. Dan andaikan aku tahu, bahwa ada waktu yang lebih mulia daripada waktu kami ini ketika berkumpul dengan para sahabat dan guru kami, dan ketika kami menanyakan berbagai masalah dan mencari ilmu ini, tentu aku akan bangkit mencarinya.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Bagiku tidak ada kelompok manusia dan kaum yang berkumpul untuk mencari ilmu yang lebih mulia dari kelompok ini.
Tidak pula ada ilmu yang lebih mulia dari ilmu mereka. Andaikan tidak demikian, maka aku tak mungkin duduk dan berteman dengan mereka. Namun karena mereka dalam pandanganku adalah seperti apa yang aku ucapkan maka aku lakukan semua itu.”
Abu Ali ar-Rudzabari - rahimahullah - berkata, “Ilmu kami ini adalah ilmu isyarat. Apabila menjadi suatu ungkapan maka akan ringan bobotnya.”
Abu Said al-Kharraz - rahimahullah - berkata, “Aku diberi tahu tentang Abu Hatim al-Aththar dan keutamaannya, dimana ia tinggal di Basrah. Kemudian dari Mesir, aku berangkat menuju Basrah. Sampai di sana kemudian aku masuk masjid Jami` Basrah. Ternyata la duduk di masjid ini, yang di sekelilingnya banyak orang dari sahabat-sahabatnya. la berbicara kepada mereka tentang ilmu. Pertama kali yang aku dengar dari pembicaraannya setelah la melihatku ialah, Aku duduk hanya untuk seseorang. Lalu di mana seseorang tersebut? Dan siapa untukku dengan seseorang tersebut? Kemudian la memberi isyarat padaku, `Orang tersebut adalah Anda.’ Kemudian la berkata, `Menampakkan apa yang menjadikan mereka ahli, membantu mereka apa yang diwajibkan kepada mereka, menjadikan gaib apa yang dihadirkan pada mereka. . Maka hanya untuk-Nya mereka berbuat, dari-Nya dan kepada-Nya mereka kembali’.”
Dikisahkan dari al Junaid - rahimahullah - yang mengatakan, “Andaikan ilmu kami ini dibuang ke tempat sampah, maka setiap orang hanya akan mengambil sesuai dengan ukurannya.”
Dikisahkan dari asy-Syibli, pada suatu hari la pernah berkata kepada anggota majelisnya, “Kalian adalah leontin dari kalung, dimana mimbar-mimbar dari cahaya dipasang untuk kalian dan para malaikat merasa bahagia dengan kalian.” Kemudian ada seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang menjadikan para malaikat merasa bahagia?” la menjawab, “Karena mereka berbicara tentang ilmu ini (tasawuf).”
Saya mendengar Ja’far al-Khuldi berkata: Saya mendengar al-Junaid berkata:
Sari as-Saqathi - rahimahullah - pernah berkata, “Sebagaimana yang saya dengar, bahwa ada sekelompok orang di masjid Jami` yang duduk di sekeliling Anda.”
Saya jawab, “Ya, benar! Mereka adalah saudara-saudara kami, dimana kami saling
ber-mudzakarah (belajar) ilmu. Masing-masing di antara kami saling mengambil manfaat antara yang satu dengan yang lain.” Kemudian ia berkata, “Alangkah jauhnya wahai Abu al-Qasim (nama panggilan al Junaid), saya sekarang telah menjadi tempat bagi para penganggur.”[pagebreak]
Dikisahkan dari al Junaid - rahitnahullah - yang mengatakan, “Jika Sari as-Saqathi - rahimahullah - ingin mengajariku sesuatu maka la menanyakan suatu masalah. Suatu hari la pernah bertanya, `Wahai anak muda, apa syukur itu?’ Maka aku menjawabnya, `Syukur ialah Anda tidak bermaksiat kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan kepada Anda.’ Akhirnya ia menganggap baik atas jawabanku. la memintaku untuk mengulang jawabanku tentang syukur sembari berkata, `Bagaimana jawabanmu tentang syukur? Coba ulangi jawabanmu!’ Aku kemudian mengulanginya.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Aku dapatkan kisah ini lewat tulisan Abu Ali ar-Rudzabari dari al Junaid.
Diceritakan dari Sahl bin Abdullah - rahimahullah - bahwa ia pernah ditanya tentang masalah-masalah ilmu (tasawuf). Namun la tidak mau menjawabnya. Setelah beberapa waktu, ia berbicara tentang ilmu tersebut dan tampak sangat menguasai dengan balk. Kemudian ia ditanya tentang alasan, mengapa waktu itu la tidak mau berbicara tentang ilmu tersebut. Lalu la menjawab, “Pada saat itu Dzun-Nun masih hidup, sehingga aku sangat tidak suka bicara tentang ilmu ini (tasawuf) ketika la masih hidup. Karena aku sangat menghormatinya.”
Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Andaikan di Mekkah ini aku tahu ada seseorang yang bisa memberiku ilmu ma’rifat sekalipun hanya satu kata, niscaya aku akan mendatanginya dengan berjalan kaki, sekalipun jarakyang harus ditempuh seribu farsah, sehingga aku bisa medengar langsung darinya.”
Abu Bakar az-Zaqqaq berkata, ‘Aku mendengar satu kalimat dari al Junaid tentang fana’ sejak empat puluh tahun yang lalu, dimana kalimat tersebut selalu membangkitkanku, sedangkan aku setelah itu dalam ketidaktahuan.”
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Saya mendengar kisah ini dari az-Zaqqaq.
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Dikatakan kepada Abu Abdillah al Jalla’ - rahimahullah, “Mengapa ayah Anda disebut dengan al Jalla’?” la menjawab, “Bukan karena kata al Jalla’ ini mengandung arti pembersih karat besi, akan tetapi jika la berbicara kepada hati nurani akan memperlihatkan karat bekas dosa-dosa yang dilakukan.”
Al-Harits al-Muhasibi - rahimahullah - berkata, “Sesuatu yang paling mulia di dunia ini adalah orang alim yang mengamal¬kan ilmunya dan orang arif yang berbicara tentang hakikatnya.”
Saya mendengar Ibnu ‘Ulwan berkata, “Jika ada seorang ber¬tanya kepada al Junaid tentang suatu masalah, sedangkan la tidak termasuk dalam kondisi spiritual dari masalah yang ditanyakannya, maka la akan berkata:
‘Tidak ada daya upaya dan kekuatan apa pun kecuali dengan Allah.’
Dan jika orang itu mengulangi lagi pertanyaannya maka ia akan menjawabnya:
’Cukuplah Allah penolong kami dan Dialah sebaik-baik Dzat Yang menjadi Wakil’.” (Q.s. Ali Imran: 173).
Dikisahkan bahwa Abu Amr az-Zujajii - rahimahullah - berkata, “Jika Anda sedang duduk mendengar seorang syekh berbicara tentang suatu ilmu, sementara Anda mau kencing dan hampir tidak bisa ditahan, maka andaikan Anda kencing di tempat Anda duduk akan lebih balk daripada Anda bangkit dari tempat duduk Anda meninggalkan majelis. Sebab kencing masih bisa dicuci dengan air sedangkan apa yang terlewatkan dari ilmu yang ia ajarkan tak mungkin Anda memperoleh kembali untuk selamanya.”
Al-Junaid - rahimahullah - berkata: Saya pernah berkata kepada Ibnu al-Kurraini - rahimahullah, “Jika ada seseorang yang berbicara tentang suatu ilmu yang la sendiri tidak mampu mengamalkannya. Maka yang lebih Anda sukai, kalau kondisinya demi¬kian diam ataukah berbicara?” Kemudian la menundukkan kepala, dan kemudian mengangkatnya kembali sembari berkata, “Jika Anda ahlinya maka bicaralah!”
Asy-Syibli - rahimahullah - berkata, “Bagaimana pendapat Anda tentang suatu ilmu, yaitu ilmu para ulama yang menimbulkan dugaan?”
Sementara itu Sari as-Saqathi - rahimahullah - berkata, “Barangsiapa menghiasi dirinya dengan ilmu, maka kebaikannya adalah kejelekan.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj - rahimahullah - berkata: Dari masing-masing kisah ini memiliki keterangan dan kesimpulan yang cukup jelas bagi mereka yang sanggup memahaminya.
Hakikat Nur Muhammad & Lathifah Robbaniyah
Hakikat Nur Muhammad adalah Ar-Ruuhul A’dzom, dengan dimensi lain disebut sebagai Akal Pertama dan Hakikat Muhammadiyah atau An-Nafs al-Wahidah (Jiwa yang tunggal), yaitu yang pertama kali diciptakan oleh Allah swt. Atau disebut sebagai Khaliqah Akbar (ciptaan agung), disebut pula dengan Al-Jauhar an-Nurany (Inti cahaya). Jika dilihat dari segi inti segalanya disebut dengan jiwa yang tunggal, dan jika dipandang dari segi kecahayaan disebut sebagai Akal Pertama. Dalam fenomena semestanya memiliki sejumlah nama dan symbol, seperti Akal pertama, Al-Qolam yang luhur, An-Nuur, Jiwa yang tunggal dan Lauhul Mahfudz.
Syeikh Abdul Qadir al-Jilany mengutip hadits qudsy, ketika Allah menciptakan Ruh Muhammad dari Cahaya KemahaindahanNya, “Aku jadikan Muhammad dari Cahaya WajahKu.”
Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw, “Awal ciptaan Allah adalah ruhku. Awal yang dicipta oleh Allah adalah cahayaku, dan awal yang dicipta Allah adalah Al-Qolam, dan awal yang dicipta Allah adalah Akal.” (Hr. Abu Dawud).
Yang dimaksud dari keseluruhan (ruh, cahaya, qolam dan akal) adalah Hakikah Muhammadiyah. Disebut “cahaya” karena awal ciptaan itu bersih dari kegelapan Jalaliyah, sebagaimana firmanNya: “Telah dating padamu Nur dan Kitab dari Allah.” (al-Maidah 15)
Lalu disebut sebagai “akal” karena posisinya mengenal semesta global. Dan sebut sebagai al-Qolam (pena), karena sebagai faktor transmitor pengetahuan, seperti pena yang memindahkan pengetahuan dari huruf-huruf.
Ruh Muhammadi adalah adalah simpul dari semesta ciptaanNya, sedangkan awal dan asal semesta ini, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Aku ini dari Allah dan semua orang beriman dari diriku.”
Dari rasulullah saw, itulah semua ruh diciptakan di alam Lahut dalam bentuk hakikat paling sempurna. Dan Alam Lahut itu disebut dengan Al-Qathanul Ashly (Negeri primordial). Setelah berlangsung selama 4000 tahun, Allah swt menciptakan Arasy dari Cahaya Mata Muhammad saw, dan seluruh semesta ini berasal darinya. Kemudian dari Alam Lahut tadi diturunkan secara bertahap hingga di alam paling rendah yakni alam jasad, seperti dalam firmanNya, “Kemudian Kami turunkan secara bertahap sampai alam paling bawah. “ (At-Tiin: 5)
Pertama kali diturunkan dari Alam Lahut ke Alam Jabarut, dan Allah memberi pakaian dengan Nur Jabarut dengan pakaian dari dua tempat mulia yang disebut dengan Ar-Ruh as-Sulthany.
Dengan pakaian tersebut Allah menurunkan lagi ke Alam Malakut, lalu diberi pakaian dengan Cahaya Malakut yang dinamakan Ar-Ruh ar-Ruwany.
Kemudian Allah menurunkan ke Alam Mulki dan diberi pakaian dengan Cahaya Al-Mulki, yang disebut dengan Ar-Ruh al-Jismany (ruh jasad), baru kemudian Allah menciptakan berbagai jasad, sebagaimana firmanNya : “Darinya Kami ciptakan….” (Thaha 55), lalu Allah swt, memerintahkan ruh-ruh tersebut masuk dalam jasad, maka masuklah ruh itu denganperintah Allah Ta’ala, seperti difirmankan, “Dan Aku meniup di dalamknya dari RuhKu…”.
Ketika ruh-ruh tersebut berkait dengan jasad fisik, ia lupa pada janjinya kepada Allah di Hari Perjanjian (yaumul miitsaaq), di saat Allah swt berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu….” (Al-A’raf 172), hingga kealpaannya membuatnya ia tidak mau kembali ke Negeri Asal (Al-Wathanul Asly).
Kemudian Allah swt, melimpahkan rahmatNya, lalu diturunkanlah Kitab Samawi untuk mengingatkan pada mereka yang alpa atas Negeri Sejatinya, sebagaimana firmanNya, “Ingatkan mereka akan Hari-hari Allah…”(Ibrahim 14), yakni hari-hari pertemuan dengan Allah swt dengan para arwah.
Para Nabi saw, semuanya dating ke dunia, dan pergi menuju akhirat disebabkan oleh peringatan itu. Sedikit jumlahnya yang sadar, kembali dan rindu atas Negeri Sejatinya. Sampai akhirnya Kenabian melimpah pada Ruh Agung al-Muhammady, sebagai pamungkas para Nabi (semoga sholawat dan salam paling utama dan kehormatan paling sempurna terlimpah padanya dan kepada para Nabi dan Rasul lainnya).
Allah mengutus mereka untuk menyadarkan mereka yang alpa, darui tidur kealpaannya menuju kesadaran jiwanya. Mereka diutus untuk mengajak manusia bertemu dengan Kemahaindahan Allah azza wa-Jalla. “Katakan, inilah jalanku, aku mengajakmu kepada Allah dengan matahati, aku dan orang yang mengikutiku…(Yusuf: 108).
Matahati itulah disebut sebagai “mata ruh”, dibuka di Maqom Fuad bagi para Auliya’. Dan itu tyidak bisa diraih menurut pengetahuan eksoterik (lahiriyah) namun dengan Ilmu esoteris (bathiniyah) Laduniyah, sebagaimana firmanNya: “Dan Kami ajarkan padanya ilmu dari SisiKu…”(Al-Kahfi 65).
Maka sudah jadi kewajiban bagi manusia untuk mendapatkan matahati itu dari Ahli Batin dengan cara mengambil Talqin dari seorang Wali yang Mursyid, yang diambil dari Alam Lahut.
Nah, kita renungkan sendiri proses-proses luhur nan agung seperti itu. Dan kita harus segera bertaubat meraih ampunan Allah serta bersegera memasuki thariqah, agar kita kembali kepada Tuhan kita.
Sedangkan Lathifah Robbaniyah adalah hakikat-hakikat kelembutan Ilahi yang dilimpahkan dalam batin manusia, melalui NurNya, dan berujung menjadi aktivitas Ilahiyah dalam akhlak mulia manusia. Pertama kali melimpah pada Sirr (Rahasia Batin) kemudian memancar pada Qalbu, dan menggerakkan Ubudiyah sang hamba.
Syeikh Abdul Qadir al-Jilany mengutip hadits qudsy, ketika Allah menciptakan Ruh Muhammad dari Cahaya KemahaindahanNya, “Aku jadikan Muhammad dari Cahaya WajahKu.”
Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw, “Awal ciptaan Allah adalah ruhku. Awal yang dicipta oleh Allah adalah cahayaku, dan awal yang dicipta Allah adalah Al-Qolam, dan awal yang dicipta Allah adalah Akal.” (Hr. Abu Dawud).
Yang dimaksud dari keseluruhan (ruh, cahaya, qolam dan akal) adalah Hakikah Muhammadiyah. Disebut “cahaya” karena awal ciptaan itu bersih dari kegelapan Jalaliyah, sebagaimana firmanNya: “Telah dating padamu Nur dan Kitab dari Allah.” (al-Maidah 15)
Lalu disebut sebagai “akal” karena posisinya mengenal semesta global. Dan sebut sebagai al-Qolam (pena), karena sebagai faktor transmitor pengetahuan, seperti pena yang memindahkan pengetahuan dari huruf-huruf.
Ruh Muhammadi adalah adalah simpul dari semesta ciptaanNya, sedangkan awal dan asal semesta ini, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Aku ini dari Allah dan semua orang beriman dari diriku.”
Dari rasulullah saw, itulah semua ruh diciptakan di alam Lahut dalam bentuk hakikat paling sempurna. Dan Alam Lahut itu disebut dengan Al-Qathanul Ashly (Negeri primordial). Setelah berlangsung selama 4000 tahun, Allah swt menciptakan Arasy dari Cahaya Mata Muhammad saw, dan seluruh semesta ini berasal darinya. Kemudian dari Alam Lahut tadi diturunkan secara bertahap hingga di alam paling rendah yakni alam jasad, seperti dalam firmanNya, “Kemudian Kami turunkan secara bertahap sampai alam paling bawah. “ (At-Tiin: 5)
Pertama kali diturunkan dari Alam Lahut ke Alam Jabarut, dan Allah memberi pakaian dengan Nur Jabarut dengan pakaian dari dua tempat mulia yang disebut dengan Ar-Ruh as-Sulthany.
Dengan pakaian tersebut Allah menurunkan lagi ke Alam Malakut, lalu diberi pakaian dengan Cahaya Malakut yang dinamakan Ar-Ruh ar-Ruwany.
Kemudian Allah menurunkan ke Alam Mulki dan diberi pakaian dengan Cahaya Al-Mulki, yang disebut dengan Ar-Ruh al-Jismany (ruh jasad), baru kemudian Allah menciptakan berbagai jasad, sebagaimana firmanNya : “Darinya Kami ciptakan….” (Thaha 55), lalu Allah swt, memerintahkan ruh-ruh tersebut masuk dalam jasad, maka masuklah ruh itu denganperintah Allah Ta’ala, seperti difirmankan, “Dan Aku meniup di dalamknya dari RuhKu…”.
Ketika ruh-ruh tersebut berkait dengan jasad fisik, ia lupa pada janjinya kepada Allah di Hari Perjanjian (yaumul miitsaaq), di saat Allah swt berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu….” (Al-A’raf 172), hingga kealpaannya membuatnya ia tidak mau kembali ke Negeri Asal (Al-Wathanul Asly).
Kemudian Allah swt, melimpahkan rahmatNya, lalu diturunkanlah Kitab Samawi untuk mengingatkan pada mereka yang alpa atas Negeri Sejatinya, sebagaimana firmanNya, “Ingatkan mereka akan Hari-hari Allah…”(Ibrahim 14), yakni hari-hari pertemuan dengan Allah swt dengan para arwah.
Para Nabi saw, semuanya dating ke dunia, dan pergi menuju akhirat disebabkan oleh peringatan itu. Sedikit jumlahnya yang sadar, kembali dan rindu atas Negeri Sejatinya. Sampai akhirnya Kenabian melimpah pada Ruh Agung al-Muhammady, sebagai pamungkas para Nabi (semoga sholawat dan salam paling utama dan kehormatan paling sempurna terlimpah padanya dan kepada para Nabi dan Rasul lainnya).
Allah mengutus mereka untuk menyadarkan mereka yang alpa, darui tidur kealpaannya menuju kesadaran jiwanya. Mereka diutus untuk mengajak manusia bertemu dengan Kemahaindahan Allah azza wa-Jalla. “Katakan, inilah jalanku, aku mengajakmu kepada Allah dengan matahati, aku dan orang yang mengikutiku…(Yusuf: 108).
Matahati itulah disebut sebagai “mata ruh”, dibuka di Maqom Fuad bagi para Auliya’. Dan itu tyidak bisa diraih menurut pengetahuan eksoterik (lahiriyah) namun dengan Ilmu esoteris (bathiniyah) Laduniyah, sebagaimana firmanNya: “Dan Kami ajarkan padanya ilmu dari SisiKu…”(Al-Kahfi 65).
Maka sudah jadi kewajiban bagi manusia untuk mendapatkan matahati itu dari Ahli Batin dengan cara mengambil Talqin dari seorang Wali yang Mursyid, yang diambil dari Alam Lahut.
Nah, kita renungkan sendiri proses-proses luhur nan agung seperti itu. Dan kita harus segera bertaubat meraih ampunan Allah serta bersegera memasuki thariqah, agar kita kembali kepada Tuhan kita.
Sedangkan Lathifah Robbaniyah adalah hakikat-hakikat kelembutan Ilahi yang dilimpahkan dalam batin manusia, melalui NurNya, dan berujung menjadi aktivitas Ilahiyah dalam akhlak mulia manusia. Pertama kali melimpah pada Sirr (Rahasia Batin) kemudian memancar pada Qalbu, dan menggerakkan Ubudiyah sang hamba.
Dzikrul Jalaalah
Tiada tuhan selain Allah
wujud sepanjang zaman
Tiada tuhan selain Allah
disembah setiap tempat
Tiada tuhan selain Allah
disebut setiap lidah
Tiada tuhan selain Allah
dikenali dengan keihsanan
Tiada tuhan selain Allah
setiap masa sentiasa mentadbir 'alam
Tiada tuhan selain Allah
(Kami mohon) keamanan, keamanan dari kehilangan iman dan dari fitnah godaan syaithan. Wahai Tuhan yang sifat keihsananNya kekal abadi, telah banyak keihsananMu terhadap kami, keihsananMu yang berkekalan. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang, Wahai Tuhan yang Maha Penganugerah, Wahai Tuhan yang Maha Pengasih, Wahai Tuhan yang Maha Pemurah, Wahai Tuhan yang Maha Pengampun, Wahai Tuhan yang Maha Pemaaf, ampunkanlah kami dan rahmatkanlah kami, Engkaulah sebaik-baik Pengasih.
Dzikrul Jalaalah adalah satu doa yang biasa diamalkan oleh para ulama kita. Ianya merupakan amalan berzikir menyebut lafaz tahlil diikuti permohonan untuk keamanan dari hilangnya keimanan dan keamanan dari fitnah godaan syaithan yang terkutuk. Dan ianya diakhiri dengan memohon keampunan dan rahmat Allah s.w.t. Almarhum Buya al-Maliki rahimahUllah dalam "Khulaashatu Syawaariqil Anwaari min ad`iyatis Saadatil Akhyaar" menganjurkan agar ianya dibaca setelah membaca asma-ul husna. Bisa sahaja dzikir dan doa ini dibaca tanpa didahului asma-ul husna sebagaimana diamalkan oleh sebahagian guru kita. Ya ianya bisa diamalkan kapan sahaja, sebaiknya dengan dawam. Mudah-mudahan kabul dan terpelihara dari hilangnya iman tatkala menghembuskan nafas kita yang terakhir.... Allahumma aamiin.
Langganan:
Postingan (Atom)
Entri Unggulan
Maksiat Hati.
Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...
Entri paling diminati
-
Ibnu Mash’ud berkata: “Ketika Rosulullah saw telah mendekati ajalnya, beliau mengumpulkan kami sekalian dikediaman ibu kita Siti Aisyah, kem...
-
Foto dari Dokumentasi Perpustakaan MEKKAH, tentang 4 orang Waliyullah dan Ulama Besar Indonesia yang menuntut ilmu agama di MEKKAH sedan...
-
Rahasia nasehat dari sufi adalah sebuah pahaman menuju "Jejak keagungan", t api terhadap peristiwa ini se...