MELIHAT WAJAH ULAMA’ DALAM BERTAREKAT

Keutamaan memandang wajah ulama

Mata yang memandang mempunyai pengaruh kuat dan berdampak signifikan terhadap aktiviti batiniyyah kita. Begitu kuatnya pengaruh itu sehingga mempengaruhi kekhusyu'kan seseorang untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi dalam kitabnya: Jawahirul Kalamiyah menguraikan sebuah permasalahan:

‘Bagaimana mata mempunyai pengaruh, padahal mata itu hanya termasuk bahagian badan manusia yang lembut dan tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang dilihat, dan tidak ada sesuatu yang keluar dari mata itu yang berhubungan dengan sesuatu yang dilihat?' Maka dijawab bahwa tidak ada yang menghalangi jika sesuatu yang lembut itu mempunyai pengaruh yang kuat, dan tidak diisyaratkan bahwa adanya pengaruh itu harus ada hubungannya, kerana sesungguhnya kita lihat sebahagian manusia yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan bila melihat kepada seseorang dengan pandangan yang mengandung amarah, kadang-kadang menyebabkan yang dipandang itu ketakutan dan gemetar, malah boleh menyebabkan kematiannya. Padahal pada lahirnya ia tidak memasukkan sesuatu pada yang dilihatnya dan tidak terjadi antara yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi hubungan ataupun sentuhan. Kalau magnet mempunyai kekuatan dapat menarik besi padahal tidak ada hubungan antara magnet dan besi yang ditariknya itu dan tidak keluar sesuatu yang dapat menyebabkan menariknya itu. Bahkan benda-benda yang lembut lebih besar pengaruhnya daripada benda-benda yang kasar. Kerana sesungguhnya perkara-perkara yang besar adalah timbul dari kuatnya kehendak dan niat, sedangkan kehendak dan niat itu termasuk hal yang tidak tampak. Maka tidak menghairankan kalau mata mempunyai pengaruh terhadap yang dipandangnya sekalipun mata itu sangat lembut, dan tidak ada hubungan atau sesuatu yang keluar dari mata itu.

Kekuatan dan kecepatan pengaruh mata dalam memandang telah disinggung oleh Nabi SAW dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas Ra.:

"Pandangan mata adalah suatu kebenaran. Jika ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir (ketetapan Allah), maka sungguh pandangan mata akan mendahuluinya". (HR. Muslim). Kerana itulah mata boleh membahayakan, seperti hipnotis, dll. dan Nabi SAW mengajarkan kepada kita suatu do'a:

"Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari setiap syaitan, binatang buas, dan pandangan mata yang membahayakan".

Sari As-Saqathi Rhm. berkata: "Lidahmu adalah penyambung dari hatimu, dan wajahmu adalah cermin darinya. Pada wajahmu ditemukan apa yang ada di dalam hatimu".[1]

Ketika anak-anak Ya'qub ingin pergi ke Mesir, menemui Yusuf As. yang ketika itu sudah menjadi Perdana Menteri, Ya'qub As. menasihati mereka:

"Hai anak-anakku, janganlah kamu bersama-sama masuk dari satu pintu gerbang, masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan!" (QS. Yusuf[17]: 67)

Qatadah mengatakan bahwa Ya'qub As. mengkhawatirkan mereka dari bahaya pandangan (Al-‘Ain) orang-orang yang melihat mereka kerana anak-anak Ya'qub As. tergolong orang-orang yang tampan dan berpenampilan menarik. Demikianlah Al-Quran mengisahkan tentang isyarat kuatnya pengaruh pandangan terhadap sesuatu yang diinginkan, yang difahami oleh sebahagian orang tertentu yang diberikan pengetahuan tentangnya.

Keutamaan pandangan kepada wajah seorang Ulama banyak sekali, di antaranya sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW:

"Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Allah menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat".

Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rasulullah SAW:

"Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Allah cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya". Kemudian sabda beliau SAW: "Jika tiada Ulama niscaya binasa (celaka)lah umatku".

Hadits tersebut menunjukkan betapa besarnya keutamaan memandang wajah orang Alim secara lahiriyyah, dikeranakan seseorang yang melakukannya akan mendapat pengaruh kekhusyu'kan dan ketenangan hati sehingga mendorongnya kepada Hubbul Akhirah. Tidak semua Ulama dikategorikan seperti makna hadits di atas, kerana kata ‘Ulama' menggunakan Isim Makrifah (Al-'Ulamaa-u), yang menandakan ketertentuan/kekhususan. Tentunya Ulama yang dimaksud di sini adalah Ulama yang telah mencapai kemakrifatan yang Hakiki, dimana pancaran jiwanya mampu melenyapkan sekat-sekat yang menutupi hati. Maka Rabithah, yakni memandang wajah Syeikh dengan mata hati lebih diutamakan dan memiliki tempat yang khusus di kalangan Ahli-ahli Thariqat, sebagai penyatuan ruhaniyah seorang murid yang dhaif lagi faqir, dengan Syeikhnya yang kamil menuju Hadhrat Allah Ta'ala.

Di dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ada sebagian ahli dzikir yang dapat menyebabkan orang lain ingat kepada Allah. Yakni dengan memandang wajahnya saja, membuat mereka teringat untuk dzikrullah. Hadits lain menyebutkan bahwa ‘Sebaik-baik orang di antara kamu ialah seseorang yang apabila orang lain memandang wajahnya, maka ia ingat kepada Allah, jika mendengar ucapannya maka bertambah ilmunya, dan jika melihat amal perbuatannya maka tertariklah pada akhirat'.[3] Atas dasar hadits ini para pembimbing dzikir (Syekh Shufi) terdahulu sangat menganjurkan untuk senantiasa mengenang wajah Syeikhnya sebagai alat untuk mempermudah dzikir (ingat) kepada Allah SWT, dan yang demikian itu akan membuat dirinya tenggelam dalam lautan mahabbah dzikir-Nya.

Berkata Syekh Mushthafa Al-Bakri Rahimahullaahu Ta'ala:

"Dan di antara apa yang diwajibkan atas seorang murid adalah rabithah hatinya dengan Gurunya dan maknanya bahawa murid senantiasa mengekalkan atas penyaksian akan rupa Syeikhnya. Inilah merupakan syarat yang dianjurkan bagi kaum Sufi yang mewariskan kepada maqam makrifat yang tinggi". (Hidayatus Salikin)

BEBERAPA MUKASYAFAH YANG DIALAMI WALI ALLAH


  • Ada wali yang mampu menyingkap alam gaib, hingga dinding dan kegelapan tidak menghalanginya untuk melihat apa yang dilakukan orang-orang di dalam rumah mereka.
  • Ada wali yang ketika berjumpa dengan seorang pezina, pemabuk, pencuri, pencela, atau orang yang suka berbuat zalim, ia melihat
    goresan tanda hitam pada anggota tubuh mereka yang melakukan maksiat 'Ali Abi Ya'zi, guru Ibnu 'Arabi, termasuk wali yang menempati maqam ini. Mukasyafah ini khusus bagi orang yang bersifat wara' (orang yang benar-benar menjauhi maksiat dan syubhat).
  • Ada wali yang jika ada orang yang ribut atau diam di majelisnya, ia mengetahui derajat dan apa yang akan terjadi dengan orang itu, kenyataannya sesuai dengan apa yang dikatakan wali itu, dan ia selamanya tidak akan salah. Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki ribut di majelis Abu Madyan, lalu orang itu disuruh keluar. Abu Madyan berkata, "Kamu akan melihat keadaanya setahun kemudian." Sebagian orang yang hadir meminta penjelasan, lalu Abu Madyan berkata, "Ia akan menganggap dirinya Imam Mahdi." Dua puluh tahun kemudian, apa yang dikatakan Abu Madyan terjadi. Kemampuan ini berasal dari ilmu ladunni.
  • Ada wali yang tatkala bangun tidur, di hadapannya sudah tersedia minuman dari madu, susu, dan air, lalu ia meminumnya.
  • Ada wali yang mampu mengetahui alam ruhani yang berbeda dengan alam fisik, tetapi ia tidak menggelutinya.
  • Ada wali yang mampu mengetahui rahasia batu-batu mineral, dan semacamnya. Ia mengetahui khasiat, rahasia, dan bahaya dari batu-batu itu.
  • Ada wali yang dianugerahi maqam bisa memahami Allah dan mendengar tanda-tanda kekuasaan-Nya, sehingga ia bisa mendengar ucapan benda-benda mati. Apakah kemampuan itu termasuk hal yang biasa atau luar biasa tergantung pada tingkatan pemahaman terhadap ucapan benda mati. Yang termasuk hal luar biasa ada 2 macam. Pertama, merujuk pada orang yang mendengarnya, yakni kemampuan memahami hakikat ucapan benda mati. Kedua, merujuk pada ucapan benda-mati itu sendiri melalui karamah, misalnya bertasbihnya kerikil di telapak tangan sebagian sahabat. Apabila seorang hamba memperoleh maqam ini, maka ia akan mendengar semua benda mati bertasbih dengan bahasa yang jelas seperti bahasa manusia.
  • Ada wali yang dianugerahi kemampuan menyingkap dunia tumbuh-tumbuhan. Semua tumbuhan dan rumput memberitahukan kepada wali itu sari-sari yang dikandungnya baik yang berbahaya atau yang berkhasiat. Tumbuh-tumbuhan itu berkata, "Hai hamba Allah, khasiatku begini dan bahayaku begini."
  • Ada wali yang dikaruniai kemampuan bergaul dengan binatang. Binatang-binatang mengucapkan salam kepadanya dengan bahasa
    yang jelas dan memberitahunya tentang khasiat-khasiat yang dikandungnya.
  • Ada wali yang diberi kemampuan menyibak perjalanan hidup orang yang masih hidup, rahasia-rahasia yang diberikan kepada orang itu sesuai dengan keadaannya, dan bagaimana perkembangan ibadahnya dalam perjalanan hidupnya itu.
  • Ada wali yang diberi kemampuan melihat hal-hal yang tidak mungkin melalui jentera dan merubah yang kasar menjadi lembut dan sebaliknya.
  • Ada wali yang diberi kemampuan meramalkan hal-hal jelek yang akan terjadi, lalu ia meminta dihindarkan sehingga ia tidak terkena hal buruk itu.
  • Ada wali yang diberi kemampuan ilmu astrologi dan cara-cara yang sistematis dan menyeluruh.
  • Ada wali yang dianugerahi kemampuan mencapai ilmu-ilmu ilahiyah dan diberitahu cara-cara untuk mencapainya seperti persiapan yang harus dilakukan, etika dalam mencari dan mengamalkan ilmu, memegang dan menyebarluaskannya, serta cara menjaga hati dari hal-hal yang merusak. Semua cara itu adalah satu kesatuan dan tersembunyi
  • Ada wali yang dikaruniai kemampuan mengetahui tingkatan ilmu-ilmu teoritis, ide-ide yang cemerlang, dan bentuk-bentuk kesalahan pemahamannya, kemampuan membedakan antara prasangka dan ilmu, berbagai hal yang terjadi di antara alam arwah dan alam fisik, sebab terjadinya, dan berjalannya rahasia ilahi di alam ini serta sebabnya.
  • Ada wali yang mampu menangkap alam tashwir, alam taksin, alam benda-benda mati, bentuk-bentuk suci dan jiwa tumbuhan yang mestinya diketahui akal dalam bentuk dan susunan yang baik, rahasia-rahasia kelemahan, kelembutan dan rahmat orang-orang yang disifatinya.
  • Ada wali yang mampu menguak tingkatan kutub bumi.
  • Ada wali yang mampu menguak benda-benda yang memantulkan cahaya, benda-benda yang langgeng, benda-benda yang abadi, rahasia alam, dan kemampuan untuk menjaga dan menyampaikan amanat kepada orang yang berhak.
  • Ada wali yang dianugerahi pengetahuan tentang simbol-simbol, penghitungan, dan firasat
  • Ada wali yang disingkapkan baginya dunia lain, mampu menyingkap kebenaran dan pendapat-pendapat yang benar, mazhab-mazhab yang lurus, dan syariat-syariat yang telah diturunkan.
  • Ada wali yang terlihat sebagai orang alim, Allah telah menghiasi mereka dengan pengetahuan-pengetahuan suci sebagai sebaik-baik perhiasan.
  • Ada wali yang dianugerahi kewibawaan, ketenangan, teguh pendirian, dan kemampuan mengetahui tipu muslihat dan rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan sejenisnya.
  • Ada wali yang mampu berbicara, tetapi tidak terlihat siapa yang diajak bicara. Ia berbicara dengannya dan mendengar pembicaraan itu, baik pembicaraannya muncul tanpa dipikir sebelumnya, atau sebagai jawaban atas pertanyaan secara seketika, serta memberi dan menjawab salam.
  • Ada wali yang naik maqamnya, hingga ia mampu berbicara kepada malaikat dan bercakap-cakap dengannya. Apabila seorang hamba mencapai maqam ini maka ia bisa memanggil dan berhubungan dengannya. Apabila ia hanya berbicara kepadanya, maka malaikat tidak menjawabnya. Tetapi apabila pembicaraan antara mereka benar, mereka akan saling berbicara. Dan apabila ia mengalami hal tersebut, maka malaikat akan menolongnya.
  • Ada wali yang mampu mengatakan sesuatu yang belum terjadi dan memberitakan hal-hal gaib sebelum tampak. Dalam hal ini ada tiga bentuk yang mungkin terjadi; berupa penyampaian, tulisan, dan pertemuan. Ibnu Mukhallad mengalami tiga hal tersebut
  • Ada wali yang disingkapkan baginya alam keraguan, kekurangan, kelemahan, dan rahasia-rahasia perbuatan.
  • Ada wali yang diperlihatkan padanya alam jin dan tingkatan derajatnya, neraka beserta tingkatannya, dan tingkatan azabnya.
  • Ada wali yang mampu mengetahui sifat-sifat manusia. Sebagian manusia tertutup sifatnya dan sebagian lain terbuka. Mereka mempunyai tasbih khusus yang bisa diketahui oleh wali apabila ia mendengarnya. Ibnu 'Arabi berkata, "Kita telah sama-sama menyaksikan karamah seperti ini. Sebagian wali menuju maqam yang mulia sehingga ia mampu mengatakan 'jadilah' maka sesuatu yang dikehendakinya itu terjadi dengan izin Allah. Maqam ini sangat mulia dan merupakan bukti terbesar kewalian seseorang." Nabi Isa a.s. berkata, "Aku bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit lepra dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah" (QS Ali Imran [3]: 49). Masuk akal jika Allah memuliakan wali dengan memberinya karamah. Sesungguhnya karamah yang diterima seorang wali merupakan penghormatan kepada Nabi Saw., karena wali tersebut telah mengikuti dan menjalankan ajaran-ajarannya, sehingga ia pantas mendapatkannya.
  • Ada wali yang naik menuju alam gaib, lalu ia melihat di sebelah kanan alam itu, ada sebuah pena yang menulis kejadian-kejadian di lauh mahfud dalam bentuk huruf-huruf yang bersyakal dan bertitik. Hal tersebut untuk membedakan beberapa bentuk dan jenis makhluk. Seperti golongan manusia, makhluk berkaki empat, makhluk bersayap, macam-macam benda mati, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lainnya. Orang yang mempunyai maqam ini selalu berusaha menemukan pemilik huruf yang tertulis dalam susunan yang rapi tersebut. Apabila penelitiannya lama, padahal usianya pendek, maka Allah membuatnya rendah hati dan memohon kepada Allah untuk menghapuskannya.
  • Ada wali yang menjaga diri dari makanan, minuman, dan baju yang syubhat (tidak jelas kehalalan dan keharamannya), apalagi dari yang haram. Hal itu ditandai dengan tanda yang ditunjukkan Allah dalam dirinya atau dalam sesuatu yang haram dan syubhat itu. Seperti yang dialami Al-Haris al-Muhasibi, apabila dihidangkan kepadanya makanan yang syubhat, tiba-tiba keluar keringat dari jarinya. Begitu pula yang terjadi pada ibu dari Abu Yazid al-Bustami ketika mengandungnya, tangannya tidak pernah menyentuh makanan syubhat, bahkan tangannya mengenggam sendiri jika menemukan makanan syubhat. Wali lainnya merasa mual memakan makanan syubhat, sehingga memuntahkannya kembali. Ada juga makanan syubhat di hadapan seorang wali berubah menjadi darah, ulat, berwarna hitam, atau babi, dan lain-lain.
  • Ada wali yang apabila menyentuh makanan yang sedikit, maka makanan itu menjadi banyak. Misalnya, seorang wali yang dikunjungi teman-temannya padahal ia hanya mempunyai satu makanan saja. Lalu ia mengiris roti dan menutupinya dengan kain. Maka mereka pun memakan roti itu sampai kenyang padahal roti itu tetap seperti semula (tidak berkurang). Karamah ini merupakan warisan Nabi Muhammad Saw. Contoh lainnya adalah yang terjadi pada Abu' Abdillah al-Tawadi yang membawa secarik kain dan memegang sisinya, kemudian ia menunjukkan ujungnya kepada penjahit sambil berkata kepadanya, "Ambillah kain ini sehingga cukup untuk orang banyak." Kain itu lalu diambil tapi tetap tidak habis-habis dengan izin Allah. Lalu penjahit itu berkata, "Kain ini tidak habis-habis." Lalu Abu 'Abdillah melemparkan kain itu dan berkata, "Sudah, cukup!"
  • Ada wali yang mampu menjadikan satu macam makanan dalam piring menjadi bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang ada. Hal ini pernah terjadi pada salah seorang guru Abu Madyan r.a. Dalam suatu perjalanan, ia bertemu dengan seorang laki-laki, lalu berjalan bersamanya sebentar dan ia masuk ke rumah perempuan tua di sebuah gua. Sore harinya, ia kembali lagi ke perempuan tua itu dan duduk di sampingnya sampai putra perempuan itu datang. Anak itu mengucapkan salam kepadanya, lalu perempuan tua itu menghidangkan nampan berisi piring dan roti. Syaikh dan anak itu mulai makan. Si syaikh berkata, "Saya ingin yang saya makan ini menjadi begini." Anak itu lalu menjawab, "Wahai Syaikh, dengan nama Allah makanlah apa yang kau inginkan." Abu Madyan kemudian berkata, "Ketika saya terus menerus mengangankan keinginanku, anak itu melontarkan ucapan pertamanya, dan tiba-tiba saya mendapatkan makanan yang saya angankan. Anak itu masih muda, belum punya rambut di pelipisnya."
  • Ada wali yang bisa menjadikan makanan, minuman dan bajunya tergantung di udara. Seperti yang terjadi pada salah seorang wali yang membutuhkan air di padang pasir. Tiba-tiba ia mendengar deringan di atas kepalanya, lalu ia mendongakkan kepalanya, dan di situ ada gelas yang tergantung pada rantai emas. Ia meminumnya lalu meninggalkannya.
  • Ada wali yang bisa merubah air yang pahit dan asin yang ditemukannya menjadi manis dan segar. Ibnu' Arabi berkata, "Saya pernah meminum air semacam itu dari Abdullah, anak Ustaz al-Marwazi r.a., salah seorang khawwash murid dari salah seorang guru Abu Madyan.
  • Ada wali yang memakan makanan dari orang lain. Zaid memakan makanan dari 'Umar padahal 'Umar tidak di hadapannya. 'Umar merasa kenyang di tempatnya dan dia merasakan bau makanan itu seakan-akan dia yang memakannya. Hal ini pernah terjadi pada Al-Hajj Abu Muhammad al-Marwazi dan Abu' Abbas bin Abi Marwan di Ghirnatah. Hal itu terjadi karena ahli ma'rifat ini mempunyai keinginan yang suci dan bersih dari dosa dalam batinnya. Allah memberikan karamah dalam dirinya sebagai penghormatan dan untuk membaguskan maqamnya, maka dari keinginannya itu keluarlah apa yang ia sebutkan.
  • Ada wali yang memakan makanan spiritual yang menjadikan jiwanya kekal. Ia tidak membutuhkan makanan jasmaniah kecuali hanya sedikit untuk mempertahankan dirinya. Kekekalan jiwa bisa tercapai dengan makanan ruhani.
  • Ada wali yang mengetahui rahasia biji-bijian dan penyemaiannya di bumi, hujan yang menyebabkannya tumbuh, angin yang menyebarluaskannya dan apa-apa yang membuat bumi menjadi tenang, serta matahari yang memancarkan cahayanya sebagai makanan bagi tumbuhan. Makanan itu mengandung kesempurnaan seperti yang diusahakan manusia. Pengetahuan tentang ini adalah ilmu yang mulia dan bernilai tinggi yang Allah berikan kepada para wali-Nya.
  • Ada wali yang dikaruniai kemampuan mengetahui hakikat bumi, lapisan-lapisan, dan rahasia-rahasianya, serta segala hukum alam yang ditetapkan oleh Allah secara terperinci.
  • Ada wali yang dibukakan kepadanya alam malakut, rahasia kehidupan, dan pengetahuan yang tersembunyi di dalam air, sehingga ia bisa mengetahui kehidupan yang kasat dan tak kasat mata dan mampu merasakan hal-hal yang berbahaya dan zat-zat yang ada di laut.
  • Ada wali yang mengetahui segala tingkat ilmu, kegunaannya di dunia, siapa yang memiliki dan tidak memilikinya, dan lain-lain.
  • Ada wali yang bisa berjalan di udara. Hal tersebut dialami oleh banyak wali. Ada seorang laki-laki yang melihat orang sedang berjalan di udara, lalu ia bertanya kepadanya, "Karena apa engkau mendapatkan karamah itu?" Ia menjawab, "Kutinggalkan nafsuku untuk menuruti keinginan-Nya, maka Dia menundukkan udara bagiku." Lalu ia berlalu.
  • Ada wali yang dibukakan kepadanya pintu alam ruh di alam malakut, sehingga ia bisa mengetahui hakikat dari rahasia dan cara malaikat naik turun, rahasia pengaturan dan penundukan mereka, kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka.
  • Ada wali yang bisa datang ke lauh mahfuzh melalui esensi hatinya. Lalu dengan izin Allah, ia dapat menyingkap dan menyaksikan secara langsung (musyahadah) hal-hal yang ada di sana, padahal anggota badannya tidak bergerak, kecuali kedua matanya.
  • Ada wali yang terus-menerus bersimpuh di hadapan lauh mahfuzh, padahal tidak ada manfaatnya.
  • Ada wali yang terkadang menyaksikan lauh mahfuzh
  • Ada wali yang bisa melihat bagaimana pena menulis di atas lauh mahfuzh.
  • Ada wali yang melihat gerakan pena di lauh mahfuzh. Setiap maqam mempunyai tata cara yang khusus. Tanda orang yang menyaksikan lauh mahfuzh adalah ia menyebutkan rahasiamu padahal kamu diam saja. Seperti yang dikatakan Al-Junaid r.a. ketika ditanya, "Siapa ahli ma'rifat itu?" Ia menjawab, "Orang yang memberitahukan rahasiamu padahal kamu diam saja." Dan tanda orang yang menyaksikan pena lauh mahfuzh sedang menulis adalah ia bisa mengetahui rahasia yang kamu katakan dalam hati dari manapun asalnya dan sebab adanya.
  • Ada wali yang diperlihatkan oleh Allah rahasia-rahasia yang tersimpan di alam yang paling agung.
  • Ada wali yang diperlihatkan oleh Allah alasan dan sebab terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa. Setelah ia mengetahuinya, ia memikirkan apakah peristiwa itu mempunyai pengaruh atau tidak? Apabila ada pengaruhnya, maka ia bersiap-siap untuk menerimanya. Apabila pengaruhnya merusak, maka ia memperingatkan teman-temannya. Apabila pengaruhnya berupa rahmat atau kabar gembira, maka ia bersiap-siap untuk bersyukur dan memuji Allah. Seperti Ibnu Barjan r.a. yang memberitahukan tahun akan terjadinya penaklukan Baitul Maqdis. Dan pada tahun yang ditentukan, terjadilah apa yang diramalkannya.
  • Ada wali yang diberitahu Allah tentang kelemahan dirinya, apa yang akan ia dapatkan, dan bagaimana keadaannya nanti.
  • Ada wali yang sampai pada keadaan ketika ia tidak melihat seorang pun yang ia ajak bicara kecuali Allah Swt. Ia melaksanakan segala perintah-Nya. Maqam ini adalah maqam yang penting. Orang yang mengalami maqam ini adalah Khair al-Nasaj r.a. ketika terbersit hal tersebut dalam pikirannya, lalu ia diuji dengan bertemu seseorang yang berkata kepadanya, "Kamu budakku, namamu Khair." Nassaj seakan-akan mendengar Allah yang mengatakan ucapan tersebut. Orang itu kemudian mempekerjakan Nassaj selama beberapa tahun, lalu ia berkata kepadanya, "Kamu bukan budakku dan namamu bukan Khair." Lalu orang itu melepaskan Nassaj.
Demikianlah, karamah tidak akan pernah habis untuk diungkap. Karamah-karamah yang disebutkan di atas cukup untuk mencapai tujuan, yaitu agar manusia tidak meremehkan para wali, bersopan santun kepada mereka apabila mendengar perkataan, perbuatan atau keadaan mereka, mematuhi perkataan mereka meskipun belum paham, dan berdamai dengan mereka supaya selamat. Apabila engkau mendengar rahasia Allah yang tersembunyi dalam diri makhluk yang dipilih sesuai dengan kehendak-Nya, maka terimalah dan percayailah, jika tidak, maka kamu tidak akan mendapat kebaikan.
Inilah penjelasan yang saya ambil dari pendahuluan kitab Al-Tabaqat al-Kubra karya Imam 'Abdul Rauf al-Munawi r.a. juga yang telah saya lihat dalam kitab Mawaqi' al-Nujum karya Syaikh al-Akbar Ibnu 'Arabi r.a.

As-Sulami, Sufi yang Produktif sebagai Penulis


As-Sulami adalah sufi produktif di zamannya, karya-karyanya menjadi rujukan sufi besar sesudahnya.
Namanya tidak mungkin terlupakan dalam perkembangan tasawuf, betapa tidak, ia rajin dan produktif menuliskan gagasan-gagasannya tentang Ketuhanan. Sampai kini pemikirannya masih relevan dan sering digunakan oleh kalangan sufi sebagai rujukan. Selain itu, As-Sulami juga berhasil menciptakan terobosan baru dalam mistisisme Islam.

Nama lengkapnya Abu Abdurrahman bin Al-Hussain bin Muhammad bin Musa As-Sulami Al-Azdi. Ia lahir di Khurasan, Iran, pada tahun 325 H / 937 M dalam sebuah keluarga yang sangat taat bergama. Bahkan kedua orang tuanya di kenal sebagai ulama dan Sufi yang masyhur di Khurasan. Suasana serba religius di dalam rumah inilah yang mempengaruhi As-Sulami di kemudian hari. Ketika ia berusia 15 tahun, ayahnya meninggal. Ia kemudian diasuh oleh nenek dari pihak ibunya.

Seperti lazimnya para ulama dan sufi masa itu, As-Sulami mengenal agama dari ayahnya sendiri dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama. Sejak kecil ia sudah mendalami bahasa Arab dan Al-Qur’an sebagai basis untuk mempelajari berbagai hal mengenai Islam. Di antara guru-gurunya terdapat beberapa nama terkemuka, seperti Ad-Daruquthni, Al-Sarraj, Al-Nasrabazi, Al-Abzari, dan Al-Asfahami.
Dari merekalah As-Sulami memperlajari ilmu tafsir, hadis, fikih hingga tasawuf. Belakangan ia dikenal sebagai pakar Hadis dan sejarah serta guru para sufi. Dimanapun ia berada – di Naisabur, Merv, Irak, Hijaz, – As-Sulami selalu menulis.

Sejak usia delapan tahun ia sudah mendalami hadits bahkan kemudian meriwayatkannya. Ia mempelajari hadis dari beberapa guru seperti Syekh Abu Bakar As-Sibhghi dan Imam Abu Nua’im Al-Isbahani, pengarang kitab mengenai tasawuf, “Hilyatul Awliya”. Kepiawaiannya dalam ilmu hadis menjadikan As-Sulami sebagai rujukan banyak ulama.

Para ulama tersebut antara lain: Imam Al-Hakim, pengarang kitab Al-Mustadrak, Imam Al-Qusyairi, pengarang kitab Al-Risalah Qusyairiyah, Imam Al-Bayhaqi, Abu Said Abu Ramish, Abu Bakr Muhammad ibn Yahya ibn Ibrahim Al-Muzakk, Abu Saleh Al-Muadhdhin, Abu Abdillah Al-Qasim ibn Al-Fadl ibn Ahmad Al-Thaqafi Al-Jubari, Ahmad ibn Muhammad ibn Abd. Al-Wahid Al-Wakil Al-Munkadiri, Al-Qadi Ahmad ibn Ali ibn Al-Husyain Al-Tawwazi, Abu bakar Ahmad ibn Ali ibn Abdillah Al-Shirazi, Abu Hamid Ahmad ibn Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi, dan Abu Muhammad al-Juwaini.

Panjangnya deretan nama ulama dan sufi yang sering merujuk kepadanya membuktikan betapa mereka mengagumi As-Sulami mempunyai kedudukan yang tinggi dalam ilmu, sementara Abdul Ghafir Al-Farisi berkata, “Beliau adalah seorang Syekh Thariqat (jalan menuju kebenran dalam tasawuf) yang telah dikaruniai penguasaan berbagai ilmu hakekat dan tasawuf. Beliau telah menulis sekitar 100 kitab tentang risalah tasawuf yang hebat.” Dalam hal tasawuf, As-Sulami mengaji kepada Ibnu Munazil, Abu Ali Al-Thaqafi (di Khurasan), Abu Uthman Al-Hiri, Abu Nasr As-Sarraj (penulis kitab Al-Luma fit Tasawuf) dan Abu Qasim Al-Nasrabadzi yang juga sahabatnya dalam berdiskusi.

Banyak kisah sufistik seputar As-Sulami, salah satunya diceritakan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, ia meriwayatkan, Imam Abu Ali Ad-Daqqaq pernah berkata kepada muridnya Imam Al-Qusyairi, bahwaq ia mendengar As-Sulami mempunyai amalan unik.

Menari Berputar
Imam Abu Ali pun kemudian berkata kepada Qusyairi, “Bagi seorang sufi yang mempunyai maqam (kedudukan yang mulia atau tinggi) seperti As-Sulami, lebih baik jika ia berdiam diri, bertafakkur, daripada menari,” kemudian Ad-Daqqaq menyuruh Qusyairi mengunjungi As-Sulami dan berkata, “Engkau akan dapati bahwa dia sedang di perpustakaannya, engkau akan lihat sebuah buku berwarna merah berisi puisi karya Abu Mansur Al-Hallaj, bawa buku itu kepadaku.”
Maka Qusyairi pun pergilah, dan mendapati as-Sulami seperti yang diceritakan oleh Ad-Daqqaq. Imam Qusyairi pun duduk dan sejenak kemudian As-Sulami berkata, “Ada seorang hamba Allah yang biasa mengkritik perilaku para ulama, pada suatu hari pengkritik itu sendiri berputar menari di rumahnya.” Maka ketika As-Sulami di tanya mengapa ia menari, padahal ia selalu mengkritik perbuatan tersebut, As-Sulami menjawab, “Aku mempunyai persoalan yang sulit yang kemudian jadi jelas. Aku tidak dapat menahan kegembiraanku, lalu aku bangun dan berputar menari, begitulah keadaan orang yang menari berputar.”

Seolah-olah As-Sulami menjawab persoalan yang ditanyakan oleh Ad-Daqqaq. Selanjutnya Qusyairi menceritakan semua suruhan gurunya, “Aku takut menyalahimu, tapi aku tidak mengingkari suruhan guruku,” maka As-Sulami pun menjawab. “Ambillah buku itu dan katakan kepada gurumu bahwa kadangkala aku mengutip puisi Al-Hallaj dalam karangan-karanganku.”

Al-Qusyairi meriwayatkan, suatu ketika As-Sulami bertanya kepada Abu Ali Ad-Daqqaq, “Manakah yang lebih sempurna, dzikir atau pikir?” Ad-Daqqaq menjawab dengan ganti bertanya, “Apakah pembuka Rohani tuan Syekh?” jawab As-Sulami, “bagiku dzikir terlebih sempurna, karena Al-Haq itu diberitakan oleh dzikir, bukan oleh pikir.” Abu Ali Ad-Daqqaq setuju. As-Sulami juga pernah berkata, “Akar tasawuf adalah ketaatan kepada Al-Qur’an dan sunah, meninggalkan nafsu syahwat dan perkara Bid’ah, menghormati orang-orang suci, dan istiqamah dalam berdzikir.”

Selain dikenal luas sebagai sufi besar, As-Sulami juga sebagai seorang penulis kitab yang produktif. Ia sudah menulis ketika masih berusia 20 tahun. Karya-karyanya meliputi sejumlah besar kitab dan risalah tentang hadis dan tasawuf. Semua karyanya menjadi tumpuan rujukan para ulama di seluruh dunia hingga kini. Sebagian besar masa hidupnya ia habiskan di perpustakaan untuk membaca dan menulis. Sampai beberapa bulan menjelang wafatnya pada tahun 412 H / 1021 M (ketika berusa 87 tahun), ia masih berkarya. Hari-hari terakhirnya ia habiskan dengan bersunyi diri di sebuah pertapaan sufi di Naisabur, Iran. Di sana pula ia wafat dan dimakamkan.

Karya-karyanya: Adab As-Sufiyya, Adab Al-Suhba wa Husn al-Ushra, Amthal al-Qur’an, Al-Arbain fi al-Hadis, Bayan fi Al-Sufiyya, Darajat al-Muamalat, Darajat As-Shiddiqin, Al-Farq Bayn al-Syaria wal Haqiqa, Al-Futuwwa, Ghalatat al-Sufiyya, Al-Ikhwah wal Akhwa min al-Sufiyya, al-Istishadat, Juwami, Adab al-Sufiyya, al-Malamatiyya, Manahij al-Arifin, Maqamat al-Awliya, Masail  Waradat min Makkah, Mihan Al-Sufiyya, Al-Muqaddimah fi at-Tasawuf wa Haqiqatih al-Radd ‘ala ahl al-Kalam, Al-Sama, Al-Sualat Suluk al-Arifin, Sunnah al-Sufiyya, dan sebagainya.

Di antara sekian banyak karyanya, yang paling mendapat perhatian para ulama ialah Thabaqat al-Sufiyya. Lebih dari 100 orang telah memberikan syarah dan komentar atas kitab tersebut. Bahkan pengaruh-pengaruh pikirannya dalam kitab itu tampak jelas dalam karya Abu Naim dalam kitab Hilyat al-Auliya, Kitab Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh al-Baghdad, Al-Qusyairi dalam kitab Al-Risalah, Abdurrahman al-Jami, dalam kitab Nafkhat al-Uns dan Al-Sya’rani dalam Thabaqat al-Qubra. Dalam karya-karyanya As-Sulami selalu berusaha mempersatukan syariat dan hakikat, selalu berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunah.

Nabi Luth AS bersama Sulthonul Awliya RA.


Memang benar selama ini apa kata orang mukmin akan hari/malam jum'at adalah suatu waktu  yang penuh keberkahan, bahkan Rosululloh SAW bersabda : “Sebaik- baik hari adalah hari Jum'at, karna pada hari itulah diciptakan Nabi Adam dan pada hari itu dia diturunkan ke bumi pada hari itu pula diterima taubatnya pada hari itu pula beliau diwafatkan dan pada hari itu pula terjadi Kiamat.
Para Awliya Allah pun meng-khususkan malam tersebut walaupun sesungguhnya  ibadah mereka tidak terbatas antara jarak maupun waktu. Bersamaan itu dan tepat pada senja kamis/malam jum'at pula Sultonul Awliya (Abul Qurthuby) termenung seraya mengajukan Tawajjuh nya kepada sang Penguasa Jagat Raya ini dengan seuntai Tawajjuh Mahabbah :
"Ya Allah Ya Karim. limpahkan serta curahkanlah Shalawat Salam kami kepada kekasih tercinta-Mu Muhammad Cahaya Rosul Wa Sayyidir-Rosul Wa Khairil Anbiya. Karna Dengan-Nya Penyerahan dapat kau terima ,dan Dengan-Nya pula segala Pengembalian kau Hias kami, dan Dengan-Nya pula Dzikir kerinduan kau balas dengan Cinta-Mu, dan Dengan-Nya pula kau Lazimi kami dengan Sebutan-Mu, dan Dengan-Nya pula kau Kuras kami akan Rahmat-Mu, dan hanya Dia Cinta sejati-Mu yang dapat meresap dalam Noktah Terindah".

Dengan diiringi air mata, maka Tawajjuh beliau pun didengar Allah, lalu allah tidak ingin kesedihan terus melanda beliau. maka allah mengutus Rosul-Nya yaitu Nabiyulloh Luth AS tuk menghibur suasana hati beliau. Maha Suci Allah yang tlah menjadikan pertemuan indah tersebut & selaras dengan itu nampak oleh beberapa Jama'ah Ahli Wilayyah pertemuan Keduanya itu dengan  berpeluk karna himpunan Anugrah, tenggelam dalam kesyahduan cinta Ilahi.

Terdengarlah suara penuh Kharisma : Hentikanlah rintihan rindu itu wahai Abul Qurthuby Wa Sayyidi Bany  Yusfiyah, Rintihan tersebut membuat Getaran bagi kami ucap Nabi Luth AS.  Seiring berhentinya kesedihan sulthon pun berkata : Maafkan jika Kerinduan ini tlah terdengar oleh penduduk langit. lalu Nabi Luth AS bertanya ada apakah gerangan sehingga Sulthon sedemikian rindunya,  maka dijawab oleh sulthon, Maha Kuasa Allah yang menjadikan aku keadaan lemah dalam melihat keadaan Manusia zaman sekarang, namun yang membuat aku gembira adalah dengan memandang itu semua merupakan suatu Ketentuan Allah pula. lalu Nabi Luth pun mengelus bahu Sulthon seraya berkata Insya Allah Pemahan itu berdasarkan Cahaya Ilahi akan dirimu.

Nabi Luth AS pun berupaya menghibur dengan sebuah Do'a :

رَبِّ نَجِّنِيْ وَاَهْلِيْ مِمَّايَعْمَلُوْنَ

artinya : Ya Allah Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan. (QS.Asy-Syu'aro : 169)

Setelah Doa pun dipanjatkan lalu keduanya bersiap tuk  berpisah. Sebelum berpisah tak lupa keduanya berpeluk tanda cinta karna allah.

سُبْحَنَ اللَّهِ وَ بِحَمْدِهِ سُبْحَنَ اللَّهِ اْلعَظِيْمِ

Hikmah : Wahai Umat  yang terlampau jauh dalam kegelapan, sudahi  dan kembalilah  kepada pegangan yang kokoh, raihlah ke-Ridhoan Allah dalam sebenar benarnya taqwa dan tawbat. tambahlah niagamu dalam malam malam mubarok dan malam malam lainnya. Semoga dengan ini kita dapat mengambil I'tibar yang terbaik lagi.

اَمِيْنَ ياَ الّلَهُ ياَ رَبَّ اْلعاَلَمِيْنَ

Nabi Khidir AS & Sulthonul Awliya RA



Nabi Khidir a.s. adalah nabi yang amat misterius. Pelajarannya pun sangat misterius. Demikian pula cara berdakwahnya yang berbeda dengan cara berdakwah nabi-nabi yang lain. Hal-hal misterius juga terjadi pada orang-orang yang berupaya bertemu dengannya. Oleh karena itu, tidak aneh bila orang yang menerima pelajarannya pun terkadang menjadi bingung.

Pelajaran Nabi Khidir a.s. berupa ilmu hakikat. Bentuk pelajarannya adalah ijmak dan kias. Makna pelajarannya sangat dalam. Hal yang menjadikan pelajarannya misterius adalah cara penyampaiannya yang terkesan aneh dan seakan-akan tidak pada tempatnya. Oleh sebab itulah, terkadang pelajarannya justru tidak disadari oleh orang yang belajar kepadanya. Memang pelajaran Nabi Khidir a.s. ditujukan bagi khaas dan khawas. Hanya kepada orang-orang yang mampu menerimanya Nabi Khidir a.s. memberikan pelajarannya. Seandainya kita dapat mengikuti pelajarannya, kita hanya dapat mengikuti sebagian kecil saja diantaranya. Itu pun setelah kita mulai mempelajarinya dengan kepasrahan total

Nabi Khidir a.s. menyampaikan pelajarannya melalui perbuatan isyarat dan kias. Dalam mempelajarinya diperlukan pemikiran yang lebih dalam dan penelaahan yang serius melalui pencermatan dan perenungan terhadap pelajaran itu. Orang-orang yang belum mencapai kelas Nabi Khidir a.s. pasti menolak pelajaran yang diberikan olehnya. Dan itulah yang sempat dilakukan oleh Nabi Musa a.s. Beliau menolak pelajaran Nabi Khidir beberapa kali karena bertentangan dengan isi hati nuraninya

Jika dulu Nabi Khidir AS berjumpa dengan Nabi Musa AS, maka kali ini Nabi Khidir tlah mengulang kembali perjumpaan tersebut namun bukan kepada Nabi Musa atau Nabi lain, tepat pada bulan Rabiul Awal Nabi Khidir datang menjumpai Sulthonul Awliya (Abul Qurthuby) . berikut beberapa Tanya jawab antara keduanya :
Nabi Khidir : Assalamu’alaikumu Ya Abul Qurthuby
Sulthon       : Salam ‘Alaika Ya Nabiyyulloh
Nabi Khidir : Bagaimana caramu tuk menghiasi wajahmu dengan keceriaan, dan  kalbumu dengan keikhlasan, serta  jiwamu dengan ketabahan serta kepasrahan.
Sulthon       : dengan prasangka baik lah allah menghiasi wajahku dengan keceriaan,Keikhlasan dan ketabahan.
Nabi Khidir : bagaimana engkau bersikap  arif kepada semua makhluk terutama manusia ?
Sulthon       : karna hanya sifat ‘arif lah kita dapat menghormati citaan-Nya .
Nabi Khidir : Jelaskanlah padaku akan sebuah Noktah ?
Sulthon       : tentunya yang bertanya lebih mengetahui dan mengenal dari yang ditanya.

Setelah jawaban tersebut lalu Nabi Khidir memeluk dan membawa Sultho ke dalam Noktah yang ditanyakan. Sejenak keduanya pun lenyap tak berbentuk. Subhanalloh !

Alhasil, berprasangka baik kepada Allah merupakan suatu yang wajib bagi kita kaum muslimin, bukan hanya menimbulkan ketabahan melainkan akan membuahkan hasil yang semupna dalah keikhlasan kepada Allah

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

Kiayi Marogan Palembang


Ratusan tahun yang silam , Tersebutlah kisah tentang seorang ulama besar yang cukup ternama. Ki Mgs H A Hamid namanya. Mubalig yang mengajar Agama Islam tidak saja berada dalam kota Palembang, bahkan beliau juga mengajar sampai ke desa –desa yang terpencil.

Banyak sekali kisah gaib dalam kehidupan mubalig ini ia lebih dikenal dengan sebutan Ki Muara Ogan sampai dengan sekarang. Bahkan makamnya masih hingga kini di kujungi masarakat yang berada di Palembang juga dari luar .
Ki Muara Ogan panggilan akrabnya, kemana-mana pergi untuk mengajar dan menyebarkan Agama Islam selalu menggunakan perahu, bila tempat mengajar yang tetap maka ia akan mendirikan mesjid disana.

Suatu ketika saat menuju ketempat mengajar, Ki Muara Ogan menasehati pada muridnya,”Murid-muridku sekalian ikuti apa yang akan aku ajarkan ini.”
“Baik guru,”jawab muridnya sambil mendayungkan perahu menuju kelokasi di tempat ia mengajar.
Dalam perjalanan itu Ki Muara Ogan menuturkan ,”Baik demikian amalan itu, La illaha illahu malikul hakul mubin Muhammad Rasulullah Shodikul wa adil Amin,” begitu juga murid mengikuti apa yang disampaikan ulama tersebut.
Ki Muara Ogan sepulang dari memberikan petuah-agamanya, ia kembali menuju ketempat tinggalnya, yaitu berada di Kertapati , hingga sekarang mesjid itu masih berdiri kokoh.
Begitu besar keyakinanya pada Allah, ketika itu di tahun 1911, dizaman pemerintahan penjajahan Belanda, seorang dari prajurit Belanda berkata pada Ki Muara Ogan,” tanah untuk kereta api ini harus di perluas.”
Ki Muara Ogan dengan tenang menjawab,”Tanah itu akan menggeser tanah pabrik kayu milik kami.”
“Kami tahu tuan, tapi perluasan tanah ini untuk kepentingan masarakat banyak,” ungkap prajurit utusan Belanda itu kepada Ki Muara Ogan.

Ki Muara Ogan menganggukan kepala , “baik kami iklas ini untuk kepentingan masarakat dan negera, silahkan.”

Setelah itu pabrik kayu milik Ki Muara Ogan ini dipindahkan ke Kampung Karang Anyar, dan pabrik ini diberikan pada Mgs H M Abumansur. Tanah wakap milik Ki Muara Ogan itu, hingga kini jadi milik PT Kereta Api.
Pada saat itu, Ki Muara Ogan tengah mengadakan ceramah, yaitu berada di Mesjid Ki Muara Ogan Kertapati, sehingga terdengar dengan sangat lantangnya,”Bumi berserta isinya adalah milik Allah ,”
Jemaah mendengarkan itu dengan penuh perhatian sekali, sehingga terasa sejuk dan nyaman bagi siapa yang mendengarkan pada waktu itu.
Disaat itu tak lupa beberapa orang Belanda mendengarkan dan menyaksikan ceramah yang disampaikan oleh Ki Muara Ogan tersebut, tentu tugas mereka hanya untuk mengawasi kegiatan yang dilakukan Ki Muara Ogan.
Kembali terdengar dengan lantang apa yang disampaikan oleh Ki Muara Ogan, yang menyampaikan petuahnya pada jamaah,”Kekuasaan Allah itu adalah maha besar, jika ia berkata jadi maka jadilah ia.”
Penuh perhatian sekali jamaah menyimaknya, sehingga kembali terdengar seruannya,”Allah mengetahui apa-apa yang tidak di ketahui oleh manusia.”
Seorang hadirin bertanya,”Guru apa misalnya kekuasaan Allah yang tidak mungkin di ketahui oleh manusia itu ?
“Begini ,”kata Ki Muara Ogan sambil ia berdiri dihadapan para jamaahnya.”Misalnya tiap-tiap ada air didalamnya selalu akan ada ikannya?”
Mendengar itu spontan seorang prajurit Belanda yang tengah mengawasi Ki Muara Ogan dari sejak tadi, tiba-tiba berkata,”Bagaimana dengan air kelapa, apakah ada juga ikannya?”
“Insya Allah jika Allah menghendaki maka ikan itu akan ada,” tegas Ki Muara Ogan sembari mulut tetap berkomat- kamit menyebut nama Allah.

Serta merta prajurit itu pandangannya mengarah keluar mesjid,”Ki apakah kelapa itu juga ada ikanya?” kembali prajutit itu menunjukan pada sebuah pohon kelapa yang ada di luar.
Serentak Ki Muara Ogan berserta dengan para jamaahnya menuju keluar, untuk membuktikan kekuasaan Allah tersebut, maka di perintahkanlah seorang murid Ki Muara Ogan memanjat sebuah pohon kelapa, sejenak saja sebuah pohon kelapa di letakan di hadapan Ki Muara Ogan juga disaksikan oleh para jamaah lainya yang hadir pada saat itu.
Sehingga pada waktu itu juga, di persilahkan oleh Ki Muara Ogan pada prajurit Belanda itu sendiri untuk membuktikan kebesaran Allah pada penciptanya.

Pada saat itu juga dengan tiba-tiba sekali, prajurit Belanda itu segera memotong kelapa yang ada di hadapannya waktu itu, sungguh hal yang sangat tidak dapat di kira dari dalam kelapa yang di potong itu muncullah seekor ikan seluang, sejak saat itu sekitar masjid Ki Muara Ogan terdapat ikan Seluang dan di sekitar mesjid tetap berdiri pohon kelapa.

Pernah juga Kisah aneh terjadi, ketika Ki Muara Ogan bersama dengan ketujuh muridnya pulang dari menyebarkan agama Islam, pada waktu itu mereka terhambat karena tidak ada perahu yang akan menyeberangkan di sungai Ogan .
Namun dengan keyakinan yang ada dalam jiwa Ki Muara Ogan , serta merta ia membentangkan salnya, yang selalu berada di pundaknya itu, ia letakan di atas air.”Silahkan kalian duduk di sal itu.” Perintah Ki Muara Ogan pada muridnya yang sedang ikut serta itu.
Karena itu adalah perintah seorang guru, muridnya yang yakin tanpa banyak komentar segera saja ia duduk di atas sal itu, tetapi bagi muridnya yang merasa ragu ia akan diam, atau ia akan bimbang.
“Naiklah wahai muridku, maka kau tidak akan tenggelam,” kata Ki Muara Ogan, namun ada seorang murid yang tidak mau ikut, tetapi yang sudah ikut serta segera saja mereka berjalan seperti layaknya mereka naik sebuah perahu saja.

Setelah itu kembali ia menjemput muridnya yang tadi tinggal tersbut, barulah muridnya itu merasa yakin, karena ia sudah melihat kenyataan itu. Muridnya yang tinggal itu ikut kembali menyeberang .Ketika hampir saja tiba diseberang muridnya itu masih saja merasa ragu, sehingga ia terjatuh, dan segera ia berenang ketepi sungai itu.
Disaat itu Ki Muara Ogan berkata pada muridnya, “Itulah akibat jika seorang hamba belum yakin pada kebesaran Allah, sehingga masih adanya suatu keraguan yang tersimpan dalam pikiran dan hatinya. Untuk itu kamu harus kembali memperkuat iman kepada Allah yang telah menciptakan mahluknya .”

Kisah ini menjadi kisah yang di sampaikan dari mulut kemulut oleh warga kota Palembang, sehingga menjadi warisan kisah turun temurun yang ada di wilayah Sumatera Selatan pada umumnya.

Martabat Wali


Ar-Risalah Al-Aqrabiyat Fi Nubuwwat Wa Risalat Wa Wilayat Wa Qutbaniyat

ADALAH terkenal di kalangan Para Wali dengan tingkatan kedudukannya di Alam
Ruhaniyah iaitu suatu yang berupa hirarki tingkatan dan kuasa keruhanian. Tingkatan kekuasaan yang tertinggi yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan hanya kepada satu hamba sahaja dan dia takkan digantikan kecuali dia wafat. Mereka di gelarkan dengan gelaran Qutub karana telah mencapai maqam Qutbaniyat yakni maqam yang khas dikalangan Para Wali. Perumpamaan yang dapat hamba berikan adalah Para Wali itu diibaratkan seperti Para Nabi dan Para Qutub itu pula diibaratkan seperti Para Rasul di kalangan Ummat Muhammadiyah ini. Wallahu A’lam.

Menurut sebuah Hadits yang telah dikeluarkan oleh Hadhrat Abu Na’im dan Hadhrat Ibnu ‘Asakir yang meriwayatkan daripada Hadhrat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahawa Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, “Sesungguhnya bagi Allah ‘Azza Wa Jalla ada 300 orang dari kalangan manusia ini yang hati mereka itu seperti hati Nabi Adam ‘Alaihissalam, dan bagi Allah itu ada 7 orang di kalangan manusia yang hati mereka itu seperti hati Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, dan bagi Allah itu ada 40 orang di kalangan manusia yang hati mereka itu seperti hati Nabi Musa ‘Alaihissalam, dan bagi Allah itu ada 5 orang di kalangan manusia yang hati mereka itu seperti hati Jibril ‘Alaihissalam, dan bagi Allah itu ada 3 orang di kalangan manusia yang hati mereka itu seperti hati Mikail ‘Alaihissalam, dan bagi Allah itu ada seorang di kalangan manusia yang hati mereka itu seperti hati Israfil ‘Alaihissalam. Apabila wafat yang seorang ini, maka Allah akan menggantikannya dengan melantik salah seorang dari yang 3 orang itu. Apabila wafat seorang dari yang 3 orang itu maka Allah akan menggantikannya dengan melantik salah seorang dari yang 5 orang itu. Apabila wafat seorang dari yang 5 orang itu maka Allah akan menggantikannya dengan melantik salah seorang dari yang 7 orang itu. Apabila wafat seorang dari yang 7 orang itu maka Allah akan menggantikannya dengan melantik salah seorang dari yang 40 orang itu. Dan apabila wafat seorang dari yang 40 orang itu maka Allah akan menggantikannya dengan melantik salah seorang dari golongan yang 300 orang itu. Dan apabila wafat seorang dari yang 300 orang itu, maka Allah menggantikannya dengan melantik salah seorang dari kalangan orang ramai. Maka dengan Para Wali yang tersebut itulah seseorang itu dihidupkan dan dimatikan, diturunkan hujan, dihidupkan tumbuh-tumbuhan dan dihalang bala dari menimpa ummat manusia ini.” Hadhrat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud telah ditanya, “Bagaimana dikatakan bahawa dengan Para Wali itulah seseorang itu dihidupkan dan dimatikan?” Beliau menjawab, “Kerana Para Wali itu memohon kepada Allah supaya Allah meramaikan bilangan manusia, maka manusia pun menjadi bertambah ramai. Mereka itu berdoa kepada Allah agar orang-orang yang zalim dan tidak berbelas kasihan dibinasakan, maka mereka itupun dihancurkan. Mereka memohon supaya diturunkan hujan, maka diturunkanlah hujan. Mereka memohon agar disuburkan bumi, maka suburlah bumi. Mereka itu berdoa, maka dengan doa mereka itu dijauhkan berbagai rupa bala.”

Bilangan Para Wali tidak dapat ditentukan jumlahnya yang sebenar karana mereka adalah Ahli-Ahli Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hanya Dialah yang tahu berapakah jumlah bilangan yang sebenar Para AuliyaNya. Namun bilangan mereka yang khusus dari kalangan Para Wali itu adalah tetap sepertimana yang ada dinyatakan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Na’im Rahmatullah ‘alaih bermafhum,
“Orang-orang yang terbaik dari kalangan Ummatku pada setiap kurun itu
ialah seramai lima ratus orang.”


Mereka adalah orang-orang yang ‘Arif tentang Allah serta tekun membuat kebaikan dan menjauhkan maksiat dan nafsu syahwat. Ingatan mereka hanya tetap kehadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadhrat Imam Muslim dan At-Tirmizi Rahmatullah ‘alaihima bahawa Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda yang mafhumnya,

“Telah memperoleh kemenangan golongan Al-Mufarridun.” Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, “Siapakah mereka itu, Ya! Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam? Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mereka itu ialah orang- orang yang sangat suka menghabiskan masa untuk berzikir mengingati Allah. Zikir itu tidak memberatkan mereka, maka mereka itu akan datang di Hari Qiyamat dalam keadaan ringan.”

Sebuah Hadits ada menyatakan yang mafhumnya,

“Satu golongan dari Ummat Islam ini sentiasa dapat menegakkan kebenaran, tidak akan membahayakan mereka orang yang menentang mereka itu sehinggalah datang ketentuan urusan Allah Ta’ala.”

Dalam sebuah Hadits yang telah diriwayatkan oleh Hadhrat An-Nasa’I dan Hadhrat Ibnu Hibban Rahmatullah ‘alaihima, bahawa Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda,

Sesungguhnya ada hamba-hamba dari kalangan Hamba Allah yang dipandang tinggi dan sangat mulia oleh Para Nabi dan Syuhada.” Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah ditanya, “Siapakah mereka itu, Ya! Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam? Mudah- mudahan kami juga kasihkan mereka. Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mereka itu ialah kaum yang berkasih sayang antara satu dengan yang lain dengan Nur Allah tanpa memandang kepada harta kekayaan dan keturunan. Wajah-wajah mereka adalah bercahaya dan mereka itu adalah berada di atas limpahan Cahaya Allah. Mereka tidak akan berasa takut walaupun manusia lainnya berasa takut dan mereka tidak akan berasa dukacita bila manusia lain berdukacita.”

Hadhrat Mujaddidul Millat Maulana Ashraf ‘Ali Thanwi Rahmatullah ‘alaih menyatakan bahawa, istilah-istilah Tasawwuf terbahagi kepada dua jenis
Yang pertama ialah apa yang bertakluk dengan maksud, iaitu apa yang terkandung di dalam Syari’at, yang mana hakikat segala istilah yang digunakan dalam Tasawwuf adalah untuk merujuk kepada Syari’at.
Yang kedua ialah, istilah-istilah yangdigunakan untuk perkara-perkara tambahan. Ianya digunakan untuk menyatakan perkara-perkara yang di luar Syari’at, sebagai contohnya Tajdid Imtsal, Tauhid Wujudi, Shughal, Rabitah dan sebagainya.

Perkara ini merupakan sesuatu yang halus di kalangan Para Sufi yang mulia, yang mana bagi menyembunyikan rahsia mereka dari pengetahuan umum, maka mereka pun menggunakan berbagai istilah. Jikalau tidak, tentulah ianya akan bercanggah dengan Al-Quran dan Hadits, maka wujudlah perkataan-perkataan yang baharu. Sebahagian ‘Ulama yang tidak mengerti dengan penggunaan istilah mereka telah membantah ke atas mereka, yang mana pada hakikatnya memang perkara itu tidak berlaku secara Waqi’, bahkan ianya hanya berlaku pada sudut kefahaman seseorang.

Hadhrat Syeikh ‘Ali Bin ‘Utsman Al-Hujwiri Rahmatullah ‘alaih menyatakan di dalam kitabnya Kashful Mahjub bahawa, menurut Hadhrat Syeikh Abu ‘Abdullah Muhammad Bin ‘Ali Al-Hakim Al-Tirmizi Rahmatullah ‘alaih, ada terdapat sebanyak empat ribu Wali yang sentiasa hidup di dunia ini dan tidak dapat diketahui oleh orang ramai kerana mereka dilindungi dan disembunyikan oleh Allah Ta’ala, dan mereka tidak mengenal antara satu dengan yang lain.

Beliau menyatakan lagi bahwa terdapat tiga ratus orang yang bergelar Akhyar, empat puluh orang yang bergelar Abdal, tujuh orang yang bergelar Abrar, empat orang yang bergelar Awtad, tiga orang yang bergelar Nuqaba dan seorang yang bergelar Qutub dan Ghauts. Mereka yang termasuk dalam golongan tersebut itu adalah mengenali diri mereka antara satu sama lain.

Adapun pembahagian jenis-jenis Wali dinyatakan seperti berikut seperti yang
telah dinyatakan di dalam kitab-kitab.

1. Wali Abdal
2. Wali Abrar
3. Wali Akhyar
4. Wali Aqtab
5. Wali Autad
6. Wali ‘Imad
7. Wali Ghauts
8. Wali Mufradan
9. Wali Maktuman
10. Wali Nujaba
11. Wali Nuqaba
12. Wali Qutub

1. ABDAL

Terdapat empat puluh orang Wali Abdal kesemuanya. Dua puluh dua orang dari mereka berada di Negara Syam yakni Damsyik, Syria dan lapan belas dari mereka berada di Negara Iraq. Menurut sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal Rahmatullah ‘alaih bahawa sekali Hadhrat Sayyidina ‘Ali Karramallahu Wajhahu telah ditanyakan orang tentang Ahli Syam yakni Para Abdal. Hadhrat Sayyidina ‘Ali Karramallahu Wajhahu telah berkata bahawa dia telah mendengar Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda bahawa,

Wali Abdal berada di Negeri Syam dan mereka berjumlah empat puluh orang kesemuanya. Apabila seorang daripada mereka mati, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menggantikan tempatnya dengan seorang yang lain. Dengan menerusi keberkatan mereka maka diturunkan hujan dan membantu mereka menghadapi musuh-musuh dan menjauhkan azab bagi para penduduk Syam.”
2. ABRAR
Kebanyakan Ulama mengatakan bahawa Wali Abdal adalah Wali Abrar.

3. AKHYAR
Terdapat lima ratus orang Wali Akhyar kesemuanya dan adakalanya meningkat sehingga tujuh ratus orang. Kedudukan mereka ada di merata tempat di atas muka bumi ini. Terdapat Hussain pada nama mereka.

4. AQTAB
Terdapat 2 jenis Wali Aqtab:
1.AQTAB MU‘AIYINAH
-Terdapat satu Qutub Al-‘Alam yang dikenali juga sebagai Qutub Akbar atau Qutub Al-Irshad atau Qutub Al- Aqtab atau sebagai Qutub Al-Madar. Namanya di Alam Ghaib ialah ‘Abdullah dan memiliki dua orang pembantu. Di bawahnya terdapat dua belas orang Wali Qutub. Tujuh orang dari Wali Qutub tersebut menduduki tujuh benua dan dinamakan mereka sebagai Qutub Aqlim dan lima orang dari Wali Qutub tersebut tinggal di Negara Yaman. Mereka dinamakan sebagai Qutub Wilayat.

2.AQTAB GHAIR MU‘AIYINAH - Terdapat di setiap bandar atau kariah, seorang Qutub yang akan mendoakan kesejahteraan dan memohon dijauhkan dari segala bala dan musibah.

5. AUTAD
Tedapat 4 orang kesemuanya dan mereka menduduki empat penjuru alam.

6. ‘IMAD
Terdapat 4 orang kesemuanya dan mereka juga menduduki empat penjuru alam dan
bernama Muhammad.

7. GHAUTS

Hanya seorang sahaja Ghauts pada setiap zaman dan sebahagian Ulama mengatakan bahawa dia juga adalah Qutub Al-Aqtab dan sebahagian Ulama mengatakan tidak. Beliau tinggal di Mekah dan sebahagian Ulama mengatakan bahawa dia tidak tinggal di Mekah.

8. MUFRADAN
Seseorang Wali Ghauts yang menuju kepada maqam Qutub Al-Aqtab akan terlebih dahulu melalui kedudukan Wali Fard atau dikenali sebagai Mufradan atau Mufarridan.

9. MAKTUMAN
Mereka adalah Auliya yang tersembunyi dan tidak diketahui keadaan mereka.

10. NUJABA
Mereka berjumlah 70 orang kesemuanya dan tinggal di Negara Mesir serta terdapat
Hassan pada nama mereka.

11. NUQABA
Mereka berjumlah tiga ratus orang kesemuanya dan mereka tinggal di Negara
Maghribi (Maroko) dan mereka bernama ‘Ali.

12. QUTUB
Terdapat 2 jenis Wali Qutub
1. QUTUB AL-IRSHAD -Yang pertama adalah mereka yang memberi khidmat petunjuk, memperbaiki hati, mentarbiyah nafsu, membimbing kepada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan makbul di sisiNya. Mereka dikenali sebagai Ahli Irshad. Dari kalangan mereka ini yang paling sempurna dan terbaik di zaman masing-masing dan memiliki limpahan Faidhz yang sempurna, maka mereka digelar sebagai Qutub Al-Irshad. Mereka adalah Naib Para Anbiya yang hakiki. Hati-hati manusia bercahaya dan diberkati kerana mereka dan syarat bagi memperolehi keberkatan tersebut dari mereka adalah dengan meletakkan I’tiqad serta kepercayaan yang penuh terhadap mereka. Keupayaan mereka seumpama Nubuwwat.

2.QUTUB AT-TAKWIN - Kemudian ada golongan yang kedua iaitu mereka yang berkhidmat mengislahkan manusia dan mentadbir urusan keagamaan dan sebagai penghindar bala dan musibah yang mana dengan kehendak Batin mereka dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memperbetulkan urusan-urusan tersebut. Mereka digelar sebagai Ahli Takwin. Dari kalangan mereka itu yang paling tinggi dan kuat kedudukannya dan menjadi penghukum atau penyembuh bagi mereka yang lain, maka mereka itu digelar sebagai Qutub At-Takwin. Hal kehidupan mereka sepertimana kehidupan Hadhrat Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menjalankan urusan pentadbiran. Hadhrat Khidhr ‘Alaihissalam menduduki maqam seperti ini. Dengan kedudukan mereka yang tinggi maka terzahirlah perkara-perkara yang ajaib dan perkara ini adalah lazim. Keadaan mereka tidak seperti Ahli Irshad kerana pada Ahli Irshad tidaklah semestinya berlaku perkara-perkara yang menyalahi adat. Ahli Irshad memiliki Karamat dalam bentuk yang berbeza di mana orang- orang awam tidak dapat memahaminya, bahkan ianya adalah urusan yang berupa Zauq dan perasaan Syauq. Seseorang yang berhajat dan berkhidmat dengan mereka ini dalam suatu jangkamasa yang panjang akan beroleh faedah yang besar dan adalah mereka ini mengetahui keadaan tersebut.

Perkataan Qutub pada pengertian bahasa ‘Arab bererti penghulu kaum manakala menurut istilah Ahli Tasawwuf dan Tariqat, Qutub bererti Penghulu bagi Para Auliya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka berada pada tingkatan yang teratas dari kebanyakan Para Wali serta terhimpun padanya kesempurnaan Syari’at, Tariqat, Ma’rifat dan Haqiqat. Para Qutub menjadi tempat rujukan dan petunjuk bagi Para Wali yang lain.

Mereka membantu menyembuhkan penyakit-penyakit hati yang ada dalam diri Para Wali dan orang-orang yang menuju kepada Kewalian. Kedudukan mereka sangat tinggi dan tidak mudah dicapai melainkan dengan Rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka ada di tiap pelosok muka bumi dan tidak seorang pun yang mengenali mereka kecuali bagi orang-orang yang benar-benar ikhlas ingin mengenali mereka dan mengambil istifadah ruhaniah yakni faedah keruhanian dari mereka

Di dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya dinyatakan bahawa Wali Qutub diberi gelaran ‘Abdullah dan tingkatan Wali sesudahnya adalah Wali Aimmah yang berjumlah dua orang saja. Seorang diberikan nama ‘Abdur Rabb dan seorang lagi bernama ‘Abdul Malik. Dua orang Wali inilah yang nantinya akan menggantikan Wali Qutub ketika dia wafat meninggalkan Dunia. Di bawah keduanya terdapat Wali Autad yang berjumlah empat orang dan mempunyai tugas yang berlainan pada kawasan yang berlainan. Seorang di Timur, seorang di Barat, seorang di Utara dan seorang di Selatan. Wali Autad adakalanya terdiri dari kalangan kaum perempuan.

Tingkatan selanjutnya di bawah mereka adalah Wali Abdal dan mereka berjumlah tujuh orang dan ditugaskan menjaga tujuh iklim benua di Dunia. Kemudian ada tingkatan Wali Nuqaba iaitu Wali Pengganti sebanyak dua belas orang di setiap peredaran masa dan jumlah mereka tidak akan pernah bertambah mahupun berkurang sesuai dengan jumlah Buruj Falak yang berjumlah dua belas. Kemudian terdapat juga di bawah mereka tingkatan Wali Nujaba yang berjumlah lapan orang dan tingkatan yang terakhir sekali adalah tingkatan Hawariyun. Wallahu A’lam.
Menurut Hadhrat Syeikh Muhammad Hisham Kabbani Quddisallahu Sirruhu
terdapat lima tingkatan Qutub yang tertinggi yaitu:

1. Qutub
2. Qutub Al-Bilad
3. Qutub Al-Mutasarrif
4. Qutub Al-Irshad
5. Qutub Al-Aqtab

Menurut beliau,Qutu b adalah seseorang yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan keupayaan menerusi Hakikat Muhammadiyah untuk menghuraikan ilmu pengetahuan tentang hakikat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum kewujudannya sehinggalah diutuskan ke Dunia. Qutub juga menghuraikan cabang- cabang ilmu pengetahuan yang baru menerusi hati Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam. Qutub Al-Bilad adalah bertanggungjawab untuk mentadbir urusan di Dunia dan memastikannya berjalan lancar.

Dia mengetahui tentang keperluan jasmani setiap bangsa manusia dan bukan manusia. Qutub Al-Mutasarrif diberikan kemuliaan untuk mengarahkan Malaikat kepada manusia atau makhluk yang berlainan dan dia bertanggungjawab untuk berkhidmat kepada makhluk sehinggakan kepada ulat di dalam batu. Segala kemuliaan ini diperolehinya menerusi Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Qutub Al-Irshad pula bertanggungjawab untuk memberikan nasihat dan petunjuk kepada seratus dua puluh empat ribu Para Wali manakala Qutub Al-Aqtab pula bertanggungjawab mengawasi kesemua Wali Aqtab

Di atas sekelian Wali Qutub dan Aqtab adalahGhaut s dan Rohaniahnya adalah yang paling dekat dengan Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pada zamannya. Ghauts ada pada setiap zaman dan dia diibaratkan seperti suatu terusan yang akan membawa sesiapa sahaja yang dikehendakinya kepada Hakikat Muhammadiyah dan Hakikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Hadhrat Khwajah Khwajagan Ghautsul Tsaqilain Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan salah seorang dari mereka sepertimana Hadhrat Qutubul Aqtab Ghautsul A’zam Syeikh ‘Abdul Qadir Al- Jailani Rahmatullah ‘alaih, Hadhrat Ghautsul Aqtab Khwajah ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan begitu juga Hadhrat Imam Rabbani Ghauts As- Samdani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih. Mereka datang silih berganti pada setiap zaman sama ada mereka diketahui ataupun tidak diketahui. Para Wali Qutub, Aqtab dan Ghauts menghasilkan limpahan ilmu kerohanian terus dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menerusi hati ke hati. Mereka diberikan pengetahuan tentang segala perkara dan kejadian yang berlaku di atas muka bumi yang berkaitan dengan angin ribut, gempa bumi dan hujan yang lebat.

Mereka selalunya dari keturunan yang mulia Ahli Keluarga Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam iaitu menerusi Hassani dan Hussaini. Meskipun jika seseorang yang dikurniakan Qutub atau Aqtab atau Ghauts tidak mempunyai pertalian keturunan Hassani mahupun Hussaini, mereka adalah orang-orang yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala hendak meninggikannya sepertimana Hadhrat Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhu yang mendapat pengiktirafan sebagai Ahli Keluarga Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Meskipun beliau adalah seorang A’jam yang datang berhijrah dari Parsi dan memeluk Islam setelah bertemu dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, namun kerana ketinggian Iman dan amalannya yang Ikhlas, beliau telah diisytiharkan sebagai Ahlul Bait Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Adapun kedudukan yang lebih tinggi dari yang tersebut di atas, adalah Sultanul Auliya dan ia merupakan kedudukan yang tertinggi bagi seseorang

Wali Allah. Mereka diberikan kewajipan untuk memenuhi keperluan hati dan ruhani manusia. Mereka membawa raja-raja di Dunia kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sultanul Auliya merupakan Khalifah Allah yang sebenar di atas muka bumi pada zamannya dan dia merupakan wakil Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sementara seratus dua puluh empat ribu Para Wali yang lain adalah sebagai mewakili kesemua seratus dua puluh empat ribu Para Nabi dan Rasul ‘Alaihimus Solatu Wassalam. Wallahu A’lam.

Walaubagaimanapun, satu perkara yang perlu sentiasa dipegang oleh sekelian Ahli Tariqat bahawasanya Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Khatamun Nabiyyin yang bererti Penutup Sekelian Nabi. Ini bermaksud, sesudah Hadhrat Baginda Nabi MuhammadRasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, tidak akan ada lagi sebarang Nabi atau Rasul yang baru akan muncul dengan membawa sebarang Syari’at yang baru sehinggalah ke Hari Qiyamat yang mana inilah merupakan ‘Aqidah sekelian Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang telah disepakati.

Jika ada yang mendakwa dirinya sebagai Nabi atau Rasul atau mendakwa membawa suatu Syari’at yang baru untuk ummat manusia dan ianya bercanggah dengan Syari’at yang telah dibawakan oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka adalah diyakini bahawa ianya tertolak, manakala orang yang mengeluarkan dakwaan tersebut adalah sesat dan jika dia mengajak manusia lain maka adalah dia itu sesat lagi menyesatkan, dan adalah mereka itu Dajjal-Dajjal kecil yang sememangnya ditakdirkan wujud sesudah kewafatan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam di kalangan Ummat sepertimana Musailamah Al-Kazzab dan ini merupakan suatui ujian atas keimanan dan I’tiqad di kalangan Ummat Islam.

Adapun Hadhrat Baginda Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam yang akan muncul menjelangnya Hari Qiyamat bukanlah Nabi yang baru kerana Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam telah pun dihantar 600 tahun sebelum kelahiran Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan pada usia 33 tahun telah diangkat ke langit. Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam tidak akan membawa sebarang Syari’at yang baharu, sebaliknya beliau akan turun sebagai seorang Ummat Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan melaksanakan Syari’at Islam dengan Haq.
Wallahu A'lam Wa 'Ilmuhu Akmal Wa Atam
---------------------------------------------------------------------------------
Sumber :'Abdu Dhaif Faqir Haqir
Hadhrat Maulawi Jalaluddin Ahmad Ar-Rowi
Naqshbandi Mujaddidi Uwaisi'Ufiyallahu 'Anhu Wali Walidaihi

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati