AL-HALAJJ DARI BANJAR (ABU HAMID ABULUNG)

Abdul Hamid Abulung adalah salah seorang ulama Banjar yang sangat berpengaruh pada zamannya (Abad ke-18). Kehidupan syekh Abdul Hamid secara umum sukar dilacak datanya. Namun demikian, yang pasti ia menyaksikan kesultanan Banjar dipimpin oleh Sultan Tamhidillah, yang berkuasa pada 1778-1808 M.
Abdul Hamid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Abulung, bisa dikatakan senasib dengan Syeikh Siti Jenar di Jawa yang meninggal karena dibunuh para wali akibat perselisihan mengenai pandangan tasawufnya.
Baik Syeikh Siti Jenar maupun Syeikh Abdul Hamid Abulung, keduanya sama-sama mengajarkan satu cabang filsafat, yang kini kurang populer, yaitu metafisika. Pemikiran mereka sama dengan pemikiran Henry Bergson pada masa modern, Lao Tse dan krishnamurti di Timur, Paraselsus dan Plato serta beberapa filusuf awal dalam pemikiran Islam.
Pandangan Tasawuf Wahdah Al-Wujud
Wahdat al-Wujud yang telah menimbulkan kontroversi dikalangan para ulama, karena faham tersebut dinilai membawa faham reinkarnasi, atau faham serba Tuhan, yakni Tuhan menjelma dengan berbagai ciptaan-Nya. Sehingga dapat menggangu keberadaan zat Tuhan. Wahdat al-Wujud adalah lanjutan dari faham hulul. Ibn Arabi yang nama lengkapnya Muhy al-Din Ibn Arabi lahir di Murcia, Spanyol pada tahun 1165 M.
Faham Wahdat al-Wujud ini timbul dari faham bahwa Allah sebagaimana diterangkan dalam uraian tentang hulul, ingin melihat diri-Nya diluar diri-Nya. Oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini. Maka alam ini merupakan cermin bagi Allah dikala ia ingin melihat diri-Nya, ia melihat kepada alam. Pada benda-benda yang ada dalam alam, karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat Tuhan. Tuhan melihat diri-Nya. Dari sini timbullah faham kesatuan yang ada dalam alam ini kelihatan banyak, tetap sebenarnya itu satu. Tak ubahnya hal ini sebagai orang yang melihat dirinya dalam berbagai cermin yang diletakkan disekelilingnya. Di dalam tiap cermin ia lihat dirinya, dalam cermin itu dirinya kelihatan banyak, tetapi dirinya sebenarnya satu. Inilah yang selanjutnya menimbulkan perdebatan yang menghebohkan, karena dapat membawa faham seolah-olah Tuhan ada di mana-mana, menyatu dengan benda-benda alam, padahal yang sesungguhnya bukanlah demikian. Tuhan hanya satu, yang banyak itu sifat Tuhan, bukan zatnya. Dengan demikian mereka yang mengira Ibn Arabi membawa faham banyak Tuhan tidaklah tepat. Tuhan dalam arti zat-Nya tetap satu, namun sifat-Nya banyak. Sifat Tuhan yang banyak itu pun dalam arti kualitas atau mutunya berbeda dengan sifat yang dimiliki manusia. Tuhan misalnya, Maha Mengetahui, dan pengetahuannya itu meliputi segala sesuatu dan tidak terbatas, sedangkan sifat manusia tidak mencakup segala hal, dan sifatnya amat terbatas.
Syekh Abdul Hamid pernah leluasa mengajarkan pandangan tasawuf wahdah al-wujud ini. Pandangan tasawuf yang dianut Syekh Abdul Hamid ini dipengaruhi aliran ittiihad-nya Abu Yazid Al-Busthami (w. 873 H)dan Hulul-nya Al-Hallaj (w. 923 H) yang masuk ke Indonesia melalui Hamzah Fansuri dan Syams Al-Din Al-Sumatrani serta Syekh Siti Jenar dari Jawa.
Kesempatan Syekh Abdul Hamid di dalam mengembangkan ajaran wujudiyyah mulai mendapatkan sandungan ketika tersiar sampai ke telinga Sultan Tahmidillah dan Syekh Arsyad Al-Banjari bahwa ajaran yang dibawanya dianggap meresahkan masyarakat. Dilaporkan, Abdul Hamid mengajarkan  orang-orang, bahwa “tidak ada wujud kecuali Allah. Tidak ada Abdul Hamid kecuali Allah; Dialah aku dan akulah Dia”. Dan sangat kebetulan Syekh Muhammad Arsyad sebagai penganut ajaran Syekh Muhammad bin Abdul Karim Al-Sammani Al-Madani guru dari tokoh-tokoh tarekat Sammaniyyah Nusantara memang tidak sepakat dengan pemikiran wujudiyyah-nya Syekh Abdul Hamid, dan bahkan menganggapnya musyrik.
Akibat dari pemikirannya inilah, Syekh Abdul Hamid Abulung berakhir hidupnya di tangan para algojo Kesultanan Banjar. Ia dihukum mati oleh keputusan Sultan Tahmidillah, atas pertimbangan Syekh Muhammad Arsyad, yang waktu itu menjabat sebagai mufti besar.
Syekh Abdul Hamid dinilai kering karya. Karena hingga kini, hanya ada beberapa fragmen yang menyiratkan pandangan Syekh Abdul Hamid mengenai Tasawuf yang bisa dilacak, dan itu pun sangat terbatas. Di banjar sendiri sekarang ada sebuah karya yang disinyalir kepunyaan Syekh Abdul Hamid. Naskah itu berisi tentang pandangan tasawuf wujudiyyah mulhid, berupa pembahasan mengenai “Asal Kejadian Nur Muhammad”. Namun tidak diketahui nama ulama Banjar yang menulis karya tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Unggulan

Maksiat Hati.

Ketatahuilah bahwasanya agama islam sangat mengedepankan akhkaq yang baik serta hati yang bersih dari segala penyakit yang akan menyengsarak...

Entri paling diminati